Perjalanan Umrah PP Darul Falah Indramayu (3)

Perjalanan Umrah PP Darul Falah Indramayu (3)

Terkagum-kagum Lihat Percetakan Alquran di Madinah

Sejak tiba di Kota Madinah, kebersamaan antar sesama jamaah umrah Darul Falah Tour semakin erat. Saling membantu, berbagi, seperti sudah keluarga sendiri.

KHOLIL IBRAHIM, Madinah

ROMBONGAN jamaah umrah angkatan ke IV tahun 2015 ini memiliki latar belakang usia dan bermacam profesi berbeda. Ada pegawai, pensiunan, pelajar,  petani, pedagang, pengusaha,  anggota TNI, polisi, dokter, bos beras hingga wartawan.
Artis tarling pantura Hj Aas Rolani juga ikut tergabung bersama kami menunaikan ibadah umrah. Dia mengajak putrinya Rolani Agustin serta saudaranya Sahara Tulus Sarif.
Dari 77 jamaah, sekitar 60 persennya baru pertama kali umrah. Termasuk saya dan istri yang Alhamdulillah di­beri kesempatan memenuhi panggilan Allah SWT menu­naikan ibadah ke tanah suci.
Sementara 40 persennya pernah naik haji, umrah dan  menjadi langganan tetap Darul Falah Tour. Jamaah tertua, ibu kawan seprofesi saya Nandi Sunendi. Namanya Siti Naimah, umurnya sudah 77 tahun.
“Sudah niat saya mem­ba­hagiakan ibu. Ingin mem­berangkatkan beliau umrah. Alhamdulillah kesampaian,” kata dia, bersama istrinya Laeliyah Sanadi juga ikut berangkat me­nemani sang ibu.
Sama seperti Nandi, ja­maah lainnya juga ada yang membawa serta orang tua, mertua, ibu, anak, saudara atau menantunya. Mayoritas memilih umrah, karena dirasa lebih cepat beribadah ke tanah suci dibanding haji yang waktu tunggunya bisa mencapai 12 tahun.
Lalu jamaah termuda namanya Zulvita Aryuni binti Edi Sumantri asal Kecamatan Widasari. Usianya baru 9 tahun siswi kelas dua SD. Dia diberangkatkan umrah sebagai hadiah atas keberhasilannya menjadi juara kedua di Ponpes Darul Quran, Depok, pimpinan Ustadz Yusuf Mansyur.
“Kalau hatam dan hafal Alquran, niat saya mau berang­kat­kan dia haji. Insya Allah,” ucap Edi Sumantri sang ayah didam­pingi istri Hj Sarmeni yang menemani sang anak selama umrah.
Edi menuturkan, menunaikan umrah sejatinya atas permintaan Zulvita sendiri. Diapun sebe­narnya kaget atas niatan putri keduanya itu. Dulu, sebelum menjadi siswi di Ponpes Darul Quran, putrinya terbilang ban­del, susah diatur. Perubahan mulai terjadi ketika sang anak  tiba-tiba meminta sekolah di pondok pesantren.
“Bagaimana saya nggak bingung. Takutnya anak nggak betah kalau mondok. Tapi alhamdulillah, setelah mondok sikapnya berubah menjadi lebih baik,” ujar Edi.
Umrah bersama Darul Falah Tour menekankan sikap kebersamaan dan kekeluargaan. Bila ada satu jamaah mengalami kesulitan, jamaah lain sesegera menolong.
Tidak hanya soal bantu membantu. Berangkat ke masjid bersama, ziarah, sampai shopping juga berbarengan. Urusan belanja oleh-oleh untuk keluarga ditanah air ini memang menjadi salah satu agenda wajib khususnya bagi  jamaah perempuan.
“Kalau bareng itu enakan, bisa nawarnya rame-rame. Harganya jauh lebih murah. Kan belinya juga banyak,” kata Yati, salah seorang jamaah.
Untungnya, lokasi belanja cukup banyak di sekitar ling­ku­ngan hotel tempat kami menginap atau yang menuju ke Masjid Nabawi.
Soal bahasa juga tidak ada masalah. Hampir sebagian be­sar pedagang fasih berbahasa Indo­nesia yang memang menjadi bahasa kedua di Kota Madinah.
Malah ada beberapa pelayan atau karyawan toko lancar menggunakan bahasa Jawa. “Niki seratus ribu rupiah. Murah. Olih ditawar, piro?” ucap penjual pakaian asal Pakistan.
Belanja oleh-oleh juga tidak harus menggunakan mata uang Real. Rupiah pun diterima oleh para pedagang terutama yang memiliki toko-toko ukuran besar. Jadi sepertinya, Madinah juga menjadi kota kedua bagi warga Indonesia.
Di Madinah, jamaah berke­sempatan menyaksikan langsung percetakan Alquran. Mujamma Al-Malikul Fahd Lithibaatil Mushafi Asy-syarif (King Fahd Complex for Printing the Holy Quran) memang bukan tempat ber­sejarah, tapi di tempat ini dicetak Alquran dengan jumlah produksi terbanyak di dunia, yakni sebanyak 12 juta setiap tahunnya.
Terletak di Madinah, Arab Saudi, percetakan yang berdiri sejak tahun 1982 dan diresmikan pada 1984 ini berada di bawah Kementerian Agama Kerajaan Arab Saudi.
Didirikan di atas lahan seluas 250 ribu meter persegi, selain ada bangunan kantor utama dan percetakan, ada pula rumah sakit, kantin, rumah tinggal untuk karyawan, toko, masjid dan lain-lain.
Dengan angka produksi yang begitu besar, percetakan memiliki sekitar 1.700 karyawan.  Sebanyak 900 orang di antaranya sebagai pengawas dalam pence­takan Alquran. Mereka terdiri dari para ulama dan penghafal Al­quran. Sekitar 75 persen pega­wai merupakan warga Arab Saudi, sisanya warga asing, termasuk warga negara Indonesia.
Percetakan King Fahd telah menerbitkan 55 terjemahan Alquran dalam 39 bahasa. Sampai saat ini, telah mencetak lebih dari 128 juta Alquran.
Data dari wikipedia pada tahun 2007 menyebutkan, percetakan ini sudah menghasilkan total produk sebanyak 206 juta yang terdiri dari Alquran, kaset, buku cerita nabi dan beberapa produk lain. Percetakan King Fahd meng­impor kertas berkualitas dari Italia, sementara mesin pen­cetak didatangkan dari Jerman.
Namun, yang diizinkan ma­suk ke percetakan ini hanya jamaah lelaki. Bagi para jamaah putri, hanya diizinkan masuk sam­pai lobi depannya saja. Me­masuki area percetakan ter­sebut, petunjuk arah yang ada menggunakan bahasa Indo­nesia dan bahasa Inggris kare­na yang banyak berkunjung ke percetakan ini jamaah haji Indonesia. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: