DPRD Tolak CSR Dikelola Pemkab
Minta Ada Kejelasan Koordinasi Pengumpulan dan Penyaluran KUNINGAN – Terkait penyaluran dana corporate social responsibility (CSR), para wakil rakyat ramai-ramai memberikan dukungan untuk buka-bukaan. Pengumpulan sampai pengalokasian dari dana kepedulian sosial tersebut diminta untuk transparan. Namun, sebagian besar tidak sepakat apabila penyaluran dana tersebut dilakukan oleh Pemkab Kuningan. Saw Tresna Septiani SH misalnya. Wakil rakyat yang menjabat ketua Fraksi Golkar ini mengakui, sorotan terhadap dana CSR sudah dimasukkan ke dalam rekomendasi evaluasi LKPj Bupati 2014. Di situ, Komisi II meminta agar ada kejelasan dalam koordinasi pengumpulan sekaligus pengalokasian dana tersebut. “Karena CSR ini sifatnya wajib bagi perusahaan, baik perusahaan di bidang jasa maupun barang. Sisihan dana CSR dapat dimanfaatkan, agar perusahaan, baik perusahaan Negara maupun swasta ikut serta dalam mengatasi persoalan sosial,” tandas politisi gender yang duduk di Komisi II itu, kemarin (22/4). Dana CSR, lanjut dia, dibutuhkan untuk pemberdayaan masyarakat. Namun, pemberdayaan di sini mesti tepat sasaran, bukan semata-mata “bagi-bagi kue”. Sehingga perlu menjadi program berkesinambungan. “Seingat saya, ada beberapa undang-undang yang mengatur masalah ini. Di antaranya Undang-undang Nomor 25/2007 tentang Penanaman Modal dan Undang-undang Nomor 40/2007 tentang Perusahaan Terbatas. Ada kewajiban di sana bagi perusahaan-perusahaan untuk menganggarkan dana CSR berdasarkan asas kepatutan dan kewajaran,” terangnya. Tresna melanjutkan, pihaknya tidak sependapat jika pemungutan maupun penyaluran dana CSR dilakukan oleh pemda. Terlebih, dinikmati oleh pemda. Sebab, dana tersebut dialokasikan perusahaan untuk masyarakat. Kapasitas pemda dalam hal ini hanya sekadar mengarahkan agar mampu bersinergi dengan program pemerintah. “Karena yang saya tahu, jika dana CSR dipergunakan di luar program dan biaya operasional CSR itu sendiri, maka masuk kategori pidana, karena mengambil hak masyarakat,” ungkap Tresna. Dia mengakui, penjabaran dari UU yang mengatur dana CSR sudah dilakukan berupa Perda 3/2012. Namun sejauh ini implementasinya belum terasa. Mestinya, dalam CSR ini harus ada percontohan pemberdayaan masyarakat. “Karena setelah terbit Perda, ada penjabaran teknis berupa Perbup. Maka seharusnya, ada bentuk evaluasi dan pengawasan, berupa pelaporan penyaluran dana CSR kepada DPRD. Tapi kami belum menerima laporannya,” sebut dia. Padahal, ruang lingkup CSR secara makro meliputi kesejahteraan sosial, peningkatan fungsi lingkungan, kompensasi pemulihan dan pemacu pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Biasanya dijalankan dengan melakukan kemitraan usaha kecil menengah (UKM), bahkan koperasi. Programnya harus langsung ke masyarakat sehingga harus melibatkan lembaga masyarakat semisal Perguruan Tinggi ataupun LSM yang bisa dipercaya. “Biar lebih fair, ya harus seperti itu. Kita semua tahu banyak UKM yang perlu bantuan. Seperti pedagang serabi, dan pelaku usaha kecil menengah lainnya. Terkait keterlibatan pemerintah, dalam pembentukan tim fasilitasinya. Biasanya tim ini memberi masukan ke SKPD-SKPD, juga dalam pengendalian dan pelaporan,” ungkapnya. Terpisah, politisi PPP yang dikabarkan hendak mencalonkan ketua DPC PPP Kuningan, H Uus Yusuf SE mengaku sepakat apabila dana CSR dikelola oleh orang luar pemda. Peran pemda di situ, kata dia, hanya sekadar mengawasi dan mendorong perusahaan-perusahaan agar menyalurkan dana CSR-nya. “Saya juga menyarankan agar program dari dana CSR tersebut harus bersifat riil. Jangan terlalu dibesar-besarkan dalam sebuah acara seremonial yang justru akan menghabiskan anggaran. Cukup langsung disalurkan ke pedagang kecil, seperti program BAZ, kan bagus tuh memberikan permodalan tanpa bunga. Itu menyentuh langsung masyarakat dan mencegah jeratan rentenir,” ucap Uus. Lantaran pemda dalam hal ini berperan sebagai pendorong perusahaan untuk menyisihkan dana CSR-nya, maka apapun perusahaannya harus dipinta. Satu contoh minimarket di Kuningan. Perusahaan raksasa ini wajib menyisihkan dana CSR untuk masyarakat Kuningan. “Mereka harus dipungut CSR-nya. Dana tersebut kemudian disalurkan ke pelaku usaha kecil menengah sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat. Jangan malah tiap uang kembalian dipinta untuk disumbangkan ke Unicef. Jauh banget. Buat masyarakat kita saja dulu yang dekat,” tukasnya. (ded)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: