Jusuf Kalla Isyaratkan Reshuffle Kabinet

Jusuf Kalla Isyaratkan Reshuffle Kabinet

JAKARTA- Isu reshuffle kabinet kian jelas. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengisyaratkan jika kocok ulang kabinet tinggal menunggu waktu. Menurut JK, reshuffle harus dilakukan sebagai bagian dari penyegaran kabinet dan upaya mendorong kinerja kabinet agar lebih optimal dan lebih baik. “Jadi ya tentu dalam waktu ke depan inilah (reshuffle-nya),” ujarnya di Kantor Wakil Presiden kemarin (4/5). JK menyebut, sepanjang enam bulan pertama jalannya pemerintahan Jokowi-JK, kinerja para menteri terus dievaluasi. Meski tidak mengungkap adanya kekurangan, namun politikus senior asal Makassar itu mengatakan jika ada beberapa pos menteri yang perlu diperbaiki kinerjanya. “Untuk peningkatan kinerja, dibutuhkan orang-orang yang sesuai dengan kemampuannya,” jelasnya. Lalu, apakah reshuffle akan dilakukan dalam waktu dekat? Atau paling lambat tahun ini seperti desakan banyak pihak? JK enggan memberi jawaban pasti. Menurut dia, sampai saat ini memang belum ada pembicaraan resmi di tingkat presiden dan wakil presiden mengenai reshuffle. “Tentu pada waktunya (diumumkan) apabila dipandang perlu,” ujarnya. Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengakui Presiden Jokowi terus melakukan evaluasi atas kinerja para menteri. Parameter yang digunakan adalah target-target yang sudah diberikan sesuai program prioritas pemerintah. “Setiap hari, setiap minggu ada evaluasi,” katanya. Meski demikian, lanjut Andi, evaluasi tersebut merupakan bagian dari proses monitor yang rutin dilakukan. Apakah hasil evaluasi itu bisa dilakukan sebagai landasan untuk melakukan reshuffle? “Belum ada pembicaraan, (reshuffle) itu hak prerogatif presiden,” ucapnya. Desakan reshuffle menguat seiring mencuatnya ketidak­puas­an publik sepanjang enam bulan pertama pemerintahan Joko­wi-JK beserta kabinetnya. Ke­tidak­puasan itu tergambar dari berbagai survei yang dirilis lem­­baga kon­sultan politik, sa­lah satu­nya Poltracking Indonesia. Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda mengatakan, dalam survei “Evaluasi Publik terhadap Kinerja 6 Bulan Pemerintahan Jokowi-JK”, 48,5 persen publik menyatakan tidak puas dan hanya 44 persen yang puas, sisanya tidak memberi pendapat. “Ini karena tidak diimplementasikannya program Nawacita yang dijanjikan Jokowi-JK saat kampanye,” ujarnya. Menurut Hanta, desakan reshuffle juga muncul dari masyarakat. Hasil survei dari 1.200 responden pada 23 - 31 April 2015 itu menunjukkan, 41,8 persen responden menginginkan adanya perombakan kabinet, hanya 28 persen yang tidak menghendaki reshuffle. “Dari berbagai bidang, publik paling kecewa dengan kinerja menteri-menteri ekonomi,” sebutnya. Terkait berbagai survei yang muncul di masyarakat, JK menya­takan jika hal tersebut tidak akan menjadi acuan dalam proses reshuffle. Menurut dia, peme­rintah sudah punya mekanisme evaluasi tersendiri, sehingga reshuffle akan dilakukan sesuai kebu­tuhan. “Kalau semua bergan­tung pada survei, nanti negeri ini jadi negeri survei,” ujarnya. Hingga saat ini, format reshuffle memang belum fix. Masing-masing kekuatan penyokong di internal pemerintahan memiliki gambarannya masing-masing terkait agenda perombakan di kabinet. Tak terkecuali, partai-partai yang tergabung di koalisi pemerintahan. Partai utama pemerintah, PDIP, misalnya. Lewat sejumlah politisinya yang kerap bersuara lantang mendorong perlunya dilakukan reshuffle, kinerja pemerintah di bidang ekonomi dan polhukam yang banyak mendapat sorotan. Ketua DPP PDIP Bidang Ekonomi Hendrawan Supratikno salah satu yang menilai kalau sejumlah menteri yang tidak perform di Kabinet Kerja adalah dari dua bidang tersebut. Ekonomi dan Polhukam. “Karena itu, kami minta Pak Jokowi evaluasi secara komprehensif terhadap dua bidang tersebut,” kata Hendrawan. Evaluasi secara komprehensif yang dimaksudnya tentu merujuk pada reshuffle. Sebab, di bagian berikutnya dia menambahkan, kalau pilihan melakukan reshuffle harus melalui proses yang benar-benar matang. “Tidak boleh hanya sekadar ganti karena idealnya reshuffle cukup sekali,” imbuhnya. Hendrawan membeber ada sejumlah penyebab yang membuat beberapa menteri gagal menunjukkan kinerja maksimal. Di antaranya, adanya konflik kepentingan yang berbeda dengan semangat awal pembentukan kabinet. Yaitu, mewujudkan Nawacita yang bertumpu pada visi Trisakti. Berdaulat secara politik, mandiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam sosial budaya. “Reshufle kabinet sesuatu yg sulit dihindari oleh Presiden Jokowi karena banyak menteri yang tidak cakap menjalankan tugas-tugas dan tanggung jawabnya,” imbuh Wasekjen DPP PDIP Ahmad Basarah. Meski demikian, dia juga mengingatkan bahwa pergantian menteri-menteri nantinya tidak menimbulkan kegaduhan politik baru. Salah satunya dengan cara mendiskusikan dengan ketua-ketua umum parpol jika menteri tersebut berasal dari parpol. “Kecuali menteri yang bukan berlatar belakang parpol, tidak memerlukan konsultasi dengan siapapun, sepenuhnya menjadi hak prerogatif presiden,” tandasnya. Berbeda dengan PDIP, PKB sebagai salah satu partai anggota koalisi lainnya justru memandang, kalau reshuffle belum menjadi sebuah kebutuhan yang harus dilakukan dalam waktu dekat. “Dalam pandangan kami, secara keseluruhan kinerja kabinet masih cukup bagus,” kata Ketua Fraksi PKB Helmy Faishal Zaini. Menurut dia, kalaupun ada kekurangan di sana-sini, hal itu masih bisa diperbaiki. “Cukup diperkuat. Tapi kalau pun memang ada reshuffle, harus dipahami bahwa ini sepenuhnya hak prerogatif presiden, meski menurut kami belum harus,” tandasnya. Bukan hanya antar sesama parpol, tarikan sejumlah kekuatan dari luar parpol juga ikut menyertai. Misalnya, dari informasi yang dihimpun, terkait dorongan sejumlah politisi PDIP untuk salah satunya menggeser posisi Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto. Keinginanan tersebut mendapat penolakan dari kekuatan lain yang juga ada di lingkar pemerintahan. Karena tarikan kedua kekuatan tersebut, bola panas kemudian sempat bergeser ke posisi mensesneg untuk direshuffle sebagai jalan kompromi. Atas situasi yang ada, pengamat politik dari Polcom Institute Heri Budianto mengingatkan agar Jokowi hati-hati ketika mengambil keputusan reshuffle. Jangan sampai, reshuffle justru membuat kekuatan penyokongnya selama ini menjadi tercerai berai. Salah satu jalannya dengan membuat indikator yang jelas ketika mereshuffle anggota kabinetnya. “Jangan sampai tidak ada indikator yang pasti dan terukur,” ingat Heri. Sementara Sekjen DPP Partai Nasdem Rio Capella memilih posisi mengambang. Meski menyetujui rencana reshuffle, namun dia tidak menunjuk bidang-bidang apa saja di kabinet yang perlu untuk dikena­kan resuffle. Dia menye­rahakan sepenuhnya hal tersebut ke presiden. “Silah­kan Jokowi merombak kabinet­nya jika ada yang dini­lai menghambat program peme­rintah, soal siapa dan di mana itu hak prerogatif presiden,” kata Rio.(owi/dyn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: