Temukan Pipa Ilegal Segede Gajah

Temukan Pipa Ilegal Segede Gajah

Hasil Sidak Komisi II DPRD di Mata Air Cipaniis KUNINGAN – Kisruh Talaga Ni­lem di Desa Kaduela Kecamatan Pa­sawahan yang hingga kini be­lum tuntas, ru­panya mulai merembet ke titik mata air lainnya. Ko­misi II DPRD Ku­ningan kem­bali mene­­mu­­kan operasi pe­man­­faatan air ilegal di Ci­paniis, Ke­camatan Pasawahan. Tidak tang­gung-tanggung, pipa yang digunakan untuk mengalirkan air tersebut sekitar 200 inch. “Pipanya segede gajah, besar sekali. Konon ini merupakan peninggalan zaman Belanda pada tahun 1937. Pipanya dikubur di dalam tanah kisaran empat meter, dan ini tidak terdeteksi. Pengakuan petugas PDAM Kota Cirebon, pipa ini aktif tapi tidak dipasang water meter,” ungkap Ketua Komisi II, H Dede Ismail SIP kepada Radar, kemarin (6/5). Dede mengakui, adanya pipa ilegal tersebut ditemukan secara tak sengaja. Pada saat itu, dia bersama sembilan personil Komisi II lainnya melakukan survei ke sumur reservoir Cipaniis yang digunakan PDAM Kota Cirebon. Sumur tersebut legal dan sudah cukup lama dimanfaatkan dengan jalinan kerja sama dengan Pemda Kuningan. “Sumurnya dalam, sekitar 6-7 meter. Ada pipa ukuran 600 inch dan juga pipa-pipa lebih kecil kisaran 100 inch. Water meter dipasang di hilir dengan sistem ultrasonic. Tapi ini memang legal,” tutur politisi Gerindra itu menceritakan. Tapi ternyata, lanjut dia, para wakil rakyat melihat adanya reservoir di sebelah barat sumur legal. Saat ditanyakan, karyawan PDAM Kota Cirebon menyebutkan, tampungan air diambil dari sumber mata air sisa bangunan Belanda. Lokasi mata air tersebut berada di sebelah selatan sumur legal berjarak sekitar 100 meter. “Pengakuan petugas, reservoir-nya masih aktif di­gu­nakan oleh PDAM Kota Cirebon. Pipanya segede gajah sekitar 200 inch, dan ternyata tidak dipasang water meter,” kata Dede diamini salah seorang anggota Komisi II, H Karyani. Sumur peninggalan Belanda itu, kata Dede, berada di bawah permukaan tanah. Untuk masuk ke dalamnya, dibu­tuhkan alat penyelam lan­taran sedalam kurang lebih 100 meter. Keberadaan mata air ini, menurut dia, patut diper­tanyakan kepada para pihak terkait. “Saya kok heran, kenapa eksekutif sampai tidak mengetahuinya. Padahal air yang digelontorkannya teramat besar. Bayangkan saja, pipanya juga segede gajah. Mungkin saja pemanfaatan air ini sudah dilakukan selama berpuluh-puluh tahun tanpa water meter,” duganya. Setelah survei lapangan, Dede menyebutkan, komisinya akan segera menggelar RDP (rapat dengar pendapat). Para pihak akan diundang, baik PDAM Kota Cirebon, PDAM Kuningan, begitu pula Pemda yang di dalamnya Dispenda. Dia akan mempertanyakan apakah ada kontribusi PAD dari pemanfaatan air dari sumur peninggalan Belanda itu. “Kita akan tanyakan apakah ada kontribusi PAD dari pasokan air tersebut? Kalau ada, seberapa besar dan MoU-nya dengan Pemda atau dengan siapa? Ini nggak boleh dianggap sepele. Sangat ironis jika Pemda Kuningan kecolongan atau melakukan pembiaran. Kita masyarakat Kuningan harus merasakan dan menikmati arti air yang merupakan kekayaan daerah itu,” tandasnya. Selain menyurvei sumber mata air Cipaniis, rombongan Komisi II pun melakukan tinjauan lapangan ke mata air Cipujangga Talaga Cibogo, Desa Padabeunghar Kecamatan Pasawahan. Komisi ini menemukan keterangan, mata air tersebut menyimpan kekayaan luar biasa. Jika dimanfaatkan, air yang dapat digelontorkan mencapai sekitar 300 liter per detik. “Berdasarkan keterangan kades, sumber mata air ini kalau dimanfaatkan mampu menghasilkan air sekitar 300 liter per detik,” sebut Dede, wakil rakyat asal Dapil II. Disinggung kisruh Talaga Nilem di Desa Kaduela Kecamatan Pasawahan, dirinya mengaku masalah tersebut sudah selesai. Jalinan kerja telah dibangun oleh PDAM Kuningan yang diberikan kewenangan oleh bupati. Sedangkan untuk proses hukum, kali ini Dede menyebutkan tidak ada indikasi hukum. (ded)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: