Jaksa Tuntut Yance 1 Tahun 6 Bulan Penjara

Jaksa Tuntut Yance 1 Tahun 6 Bulan Penjara

BANDUNG- Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) menuntut mantan Bupati Indramayu Irianto MS Syafiuddin alias Yance hukuman 18 bulan penjara, denda Rp200 juta subsider kurungan enam bulan penjara. Hal itu terungkap dalam sidang tuntutan kasus dugaan korupsi pembebasan lahan PLTU Sumuradem di Pengadilan Tipikor pada PN Kelas 1A Khusus Bandung, Jl RE Martadinata, Senin (11/5). Dalam tuntutannya, JPU Kejagung, Subhan, menyatakan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan sebagai orang yang menyuruh, turut serta, dan menguntungkan orang lain, sebagaimana dalam dakwaan subsider, yakni pasal 3 Jo Pasal 18 UU Tipikor. “Menjatuhkan pidana satu tahun enam bulan, denda Rp200 juta, subsider kurungan enam bulan penjara,” katanya. Sebelum membacakan tuntutannya, JPU juga membacakan hal-hal yang memberatkan dan meringankan sebagai bahan pertimbangan. Untuk yang memberatkan perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi, rugikan keuangan negara, dan tidak kooperatif. “Untuk yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum dan bersikap sopan selama persidangan,” ujarnya. Saat ditanya komentarnya mengenai tuntutan yang diberikan jaksa, Yance yang mengenakan batik motif kuning menjawabnya dengan santai. “Ah biasa saja. Nanti kan saya sampaikan pembelaan,” katanya, seraya berlalu menuju ruang tunggu tahanan. Seperti diketahui, JPU Kejagung menerapkan dua dakwaan sekaligus, primer dan subsider. Untuk dakwaan primer, Yance dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan untuk dakwaan subsider, Yance dijerat Pasal 3 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sidang Yance selalu menyedot perhatian. Apalagi belum lama ini Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) hadir di pengadilan menjadi saksi meringankan. Waktu itu, JK dalam kesaksiannya mengatakan pembangunan proyek PLTU di Sumuradem merupakan perintahnya karena saat itu (2006) negara sangat membutuhkan pasokan listrik dengan jumlah yang besar, sekitar 10.000 mw. “Saat itu terjadi pemadaman listrik di banyak tempat di negeri ini sehingga terjadi krisis energi,” kata JK. Dalam kapasitas sebagai wapres kala itu, JK kemudian memerintahkan kepada seluruh gubernur, bupati, dan walikota untuk melaksanakan keppres percepatan pembuatan PLTU. “Karena ini merupakan crash program bagi kepentingan umum dengan tujuan mengatasi krisis energi,” paparnya. Menurut JK, apabila saat itu tidak segera dibangun pembangkit listrik, maka negara mengalami kerugian yang besar. Dampaknya akan terasa kepada masyarakat karena mengalami pemadaman listrik bergilir. “Hal ini tentunya juga berdampak pada sektor industri karena proses produksinya terhenti akibat kekurangan pasokan listrik, dan ini bisa mengakibatkan kerugian negara hingga puluhan trilliun,” tandasnya. Proyek PLTU Indramayu, ujar JK, justru sebaliknya sangat menguntungkan negara. “Proyek PLTU Indramayu merupakan proyek yang tercepat dibanding dengan proyek lainnya karena hanya selesai dalam waktu 4 bulan. Dari 28 proyek PLTU yang dikerjakan secara bersamaan, proyek di Indramayu yang tercepat, empat bulan selesai. Ini menye­lamatkan negara dari denda keterlambatan juga menye­lamatkan investasi sebesar Rp17 trilliun. Jadi PLTU Indra­mayu ini justru sangat meng­untungkan negara,” katanya. JK membandingkan dengan proyek serupa yang dikerjakan di Batang, Jawa Tengah. Proyek di Batang membutuhkan waktu sampai lebih dari 3 tahun. “Ini kan jelas membawa kerugian negara, sedangkan Indramayu justru menguntungkan. Karena selain menyelamatkan investasi, negara juga punya sumber energi yang besar yang dapat dimanfaatkan untuk masyarakat dan industri,” tegasnya. Terkait pengadaan tanah PLTU Sumuraden dengan harga di atas Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), JK mengatakan boleh-boleh saja dalam ganti rugi pembebasan lahan untuk proyek, harganya di atas NJOP. “NJOP kan harga rata-rata saja untuk menetapkan objek pajak. Dalam jual beli, boleh saja membeli lahan di bawah harga NJOP atau di atas harga NJOP, sepanjang harga tersebut sesuai harga pasa­ran dan tidak melebihi pagu anggaran,” tandasnya. Wa­pres JK mencontohkan pada pro­yek pem­bangunan jalan tol. Menu­rutnya, pada pembebasan lahan untuk kepentingan jalan tol, ganti rugi untuk pembebasan lahan tersebut harganya di atas NJOP semua dan ini tidak men­jadi masalah sepanjang tidak merugikan masyarakat sebagai pemilik lahan. (cr6/jpnn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: