Berkah Ekonomi Mudik Lebaran

Berkah Ekonomi Mudik Lebaran

MUDIK, mudik, dan mudik. Apakah makna mudik sesungguhnya? Ramai hari-hari ini kita sedang mudik. Dan betapa banyak pengalaman dan kesan yang kita peroleh ketika mudik. Mudik adalah kesempatan kita untuk bersuka cita. Saban tahun kita mudik. Banyak cara dan pilihan guna mudik. Kita bisa menaiki sepeda motor saat mudik. Kita dapat menunggangi mobil pribadi atau umum. Kita bisa menumpangi kapal laut dan kereta api. Serta kita dapat memanfaatkan pesawat terbang. Kita mudik karena kangen kepada kota dan kampung halaman. Yakni, kota dan kampung halaman yang merupakan tempat agung di mana kita pernah dilahirkan dan tumbuh berkembang di sana. Serta alasan berikutnya, kita mudik lantaran hendak bertemu dan mengekspresikan kerinduan kepada orang-orang terdekat dan tercinta yang sudah berbulan-bulan terpisah. Syahdan, rona-rona kebaha­giaan itu semakin terasa sem­pur­na tatkalah datang hari raya. Kita mayoritas mudik dari Kota Jakarta, ibu kota negara kita tercinta. Selama ini kita masih menganggap dan menahbiskan Kota Jakarta sebagai kota perantauan utama kalau kita ingin berkarir secara gemilang, serta meraup penghasilan besar dan eksistensi yang mantap. Di Kota Jakarta kita menjadi politisi, pejabat pemerintahan, akademisi, pebisnis, budayawan, artis, atau apalah karir favorit lainnya. MUDIK SUBSTANSIAL Tentu, sejatinya kita tak cuma mudik raga saja, namun mesti pula mudik jiwa. Mungkin di kota perantauan kita terlalu sibuk bekerja keras dan ketat menghadapi persaingan, maka sekarang tiba saatnya mencari ketenangan kembali. Sekarang kita beningkan fikiran dan hati dari rasa letih, bahkan barangkali noda. Sembari berupaya mempersiapkan energi baru untuk bekal nanti kerja lagi. “Dulu pemudik membawa pengetahuan dan kisah-kisah sukses yang berfaedah, kini kita mudik hanya untuk pamer kekayaan,” begitu sinisme seorang netizen. Mudik mustahil dibendung. Rupa-rupa kepalsuan demi meraih aktualisasi diri akan semakin kreatif. Namun, ada laku mudik yang lebih menjanjikan. Bukan kepulangan spasial-temporal yang berulang-ulang, melainkan mudik substansial-transendental. Pulang ke pangkal jalan, ke ranah kefitrian, lalu bertahan untuk tidak kembali terkotori (Damhuri Muhammad, 2015). PERPUTARAN KAPITAL Hal yang positif juga adalah terjadi perputaran uang di daerah selama mudik berlangsung. Kota di daerah akan menjadi ruang perputaran kapital yang signifikan selama mudik. Kota-kota pemudik bakal mengalami geliatnya selama tradisi mudik tersebut. Pada level ini, kita sebenarnya dapat berharap bahwa pusat pertumbuhan akan bergerak secara masif di berbagai kota yang lain. Tidak lagi bertumpu pada Jakarta yang sudah melebihi kapasitasnya. Pertumbuhan kota ini kita harap tidak hanya berlangsung secara instan selama tradisi mudik tersebut, tetapi juga dapat berlangsung secara konsisten di luar tradisi mudik tersebut (Rachmat Hidayat, 2015). Dari tahun ke tahun jumlah pemudik mengalami perkembangan. Pada Tahun 2013 jumlahnya sampai 22 juta jiwa dan tahun 2014 berkembang menjadi 27 juta jiwa, hingga diramalkan bertambah 2 persen (27,5 juta jiwa) di tahun 2015. Maka, berdasarkan data Bank Indonesia, pada Tahun 2013 dana yang berpindah dari kota ke desa besarannya mencapai Rp103,2 triliun dan meningkat 14,9 persen (Rp118 triliun) di Tahun 2014. Kita harus menjaga momentum ini. Khususnya dalam rangka guna menyangga pertumbuhan ekonomi. Urgen keseimbangan pembangunan pusat dan daerah. Jika lapangan kerja dan kesejahteraan mencukupi di daerah, orang-orang tidak mau berbondong-bondong merantau ke kota. Seyogianya soal ini mesti lebih serius diurus. Jangan pernah berhenti mencintai Indonesia! Give and do the best! *) Penulis adalah Kandidat Sarjana Administrasi Bisnis; Mahasiswa FISIP UntagCirebon; Program Studi Ilmu Administrasi Niaga; Penerima penghargaan Untag Cirebon sebagai mahasiswa berbakat menulis; Mantan Ketua Bidang Komunikasi dan Informasi BEM FISIP Untag Cirebon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: