Perang Harga di ASEAN Terus Terjadi

Perang Harga di ASEAN Terus Terjadi

 Akan Berlangsung Hingga Bulan Desember 2015 JAKARTA - Perlambatan ekonomi yang masih terjadi di banyak negara, termasuk Negara-negara ASEAN, membuat pasar ekspor masing-masing negara melemah. Adanya pasokan yang berlebih, sementara demmand yang terus menurun, memicu terjadinya perang harga di kawasan Asia Tenggara. Menurut Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo, diprediksi perang harga diantara negara-negara ASEAN akan berlangsung hingga bulan Desember 2015.  \"Ini (perang harga) terjadi antara\" beberapa negara. Dan terjadinya perang harga ini sepanjang tahun,\" ujar Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa Sasmito Hadi Wibowo, kemarin (20/7). Sasmito melanjutkan, negara-negara ASEAN saat ini berlomba-lomba untuk mempertahankan pasar yang sudah dimiliki selama ini. Karena itu, masing-masing negara pun saling menurunkan harga jual produk mereka, sehingga terjadi perang harga. \"Semua ingin menjaga pangsa pasar, makanya mereka jualan murah, supaya pembeli tidak lari ke negara lain. Sudah terjadi perang harga di beberapa negara,\" paparnya. Sasmito menuturkan, hampir semua jenis impor Indonesia mengalami kenaikan secara volume, namun justru menurun nilainya. Perang harga tersebut juga terlihat dari produk-produk yang di impor Indonesia. \"Berarti harga barang impor kita itu murah semua, baik yang BBM maupun yang non BBM atau non migas,\" tuturnya. Hal tersebut, kata Sasmito, harus dikontrol. Karena, murahnya harga produk luar akan memicu kenaikan impor. Perang harga tersebut juga bakal dimanfaatkan banyak pihak, termasuk pengusaha. Pemerintah juga harus mewaspadai perang harga ini. Pemerintah harus memikirkan bagaimana produk Indonesia bisa bersaing dalam fenomena perang harga tersebut. \"Ini kesempatan juga bagi pengusaha dalam negeri untuk mencari bahan baku murah di luar. Makanya pak Mendag yang kita harapkan, supaya Indonesia survive di perang harga ini. Makanya kita harus meningkatkan produksi domestik dan punya strategi lainnya dalam menjaga neraca perdagangan,\" katanya. Sebelumnya, Sasmito memaparkan, persaingan atau perang harga terjadi antar Tiongkok, Korea Selatan, Singapura, Vietnam, dan Malaysia mengingat produksi barang di negara tersebut berlimpah. \"Tiongkok menjual barang yang kadang harganya tidak masuk akal. Harga yang harusnya Rp2 juta, dijual Rp700 ribu. Mungkin manfaatnya serupa, tapi soal kualitas tidak tahu,\" tutupnya. (ken/agm)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: