KPK Bidik Suap Kepala Daerah
JAKARTA- Kepala Daerah yang terseret kasus suap sengketa pilkada harus bersiap-siap menjadi tersangka. Pasalnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus yang menjerat mantan Ketua MK Akil Mochtar itu. Saat ini sudah enam dari total 10 kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka oleh lembaga antirasuah itu. Yang terakhir, pada 2 Juli, KPK menetapkan Bupati Empat Lawang, Sumatera Selatan, Budi Antoni Al-Jufri bersama istrinya Suzana Budi Antoni sebagai tersangka. Keduanya terbukti menyuap Akil Rp10 miliar dan USD 500 ribu. Uang itu diberikan agar Budi yang saat itu berpasangan Syahril Hanafiah kembali duduk sebagai bupati dan wakil bupati di Empat Lawang. Pasalnya dalam pilkada tersebut pasangan itu kalah oleh pasangan Joncik Muhammad dan Ali Halimi. Uang itu ditransfer oleh Suzana ke rekening CV Ratu Semangat milik istri Akil lewat Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Barat (BPD Kalbar) cabang Jakarta. Namun, dalam persidangan keduanya membantah pernah memberikan uang kepada Akil. Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, sampai saat ini penyidik terus mendalami perkara tersebut. Menurut dia, kasus suap sengketa pilkada itu salah satu kasus prioritas yang ditangani oleh KPK. “Karena melibatkan banyak kepala daerah dan kerugian negara besar,” katanya. Dalam fakta persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), ada sekitar 10 pemilihan kepala daerah yang menggunakan jasa Akil Mochtar. Enam sudah ditetapkan sebagai tersangka. Sedangkan empat lainnya masih didalami oleh penyidik. Di antaranya Zainudin Amali (Ketua pemenangan Soekarwo-Saifullah Yusuf) dalam putusan Akil disebut menyanggupi memberikan uang Rp10 miliar. Samsu Umar Abdul Samiun (Bupati Buton) disebut dalam putusan Akil menyuap Rp2,989 miliar. Selain itu Alex Hesegem (mantan Wakil Gubernur Papua) dalam putusan Akil disebut pernah mengirimkan uang Rp125 juta untuk konsultasi sengketa pilkada Merauke, Asmat, dan Boven Digoel. Dan yang terakhir Ryco Menoza (Bupati Lampung Selatan) dalam dakwaan Akil disebut mengirimkan uang Rp500 juta. Menanggapi itu, Pelaksana tugas (Plt) Pimpinan KPK Johan Budi mengaku kasus suap sengketa pilkada tidak berhenti sampai ditetapkannya Budi Antoni sebagai tersangka. Menurut dia KPK terus mengembangkan dan mendalami perkara itu. “Terus kami dalami keterlibatan kepala daerah yang lain,” jelasnya ketika dihubungi, kemarin (20/7). Lambatnya KPK ini membuat publik gusar. Pasalnya akhir tahun ini KPK akan mengalami pergantian pimpinan. Dikhawatirkan, jika pimpinan lembaga superbody itu berganti, maka kasus-kasus yang ditangani akan terbengkakalai. Johan memastikan kasus suap sengketa pilkada akan terus berlanjut. Menurut dia, lamanya penanganan kasus tersebut lantaran penyidik harus menemukan dua alat bukti yang cukup. Sebab jika alat buktinya kurang, maka riskan penetapan tersangka akan digagalkan lewat praperadilan. “Ini hanya terkait alat bukti saja,” terangnya. (aph/end)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: