Terpaksa Belajar di Atas Sajadah

Terpaksa Belajar di Atas Sajadah

Tak Ada Kursi Lagi, SMAN 1 Menerima 696 Siswa Baru KEJAKSAN- Pelaksanaan PPDB tahun ini tak lebih baik dari tahun kemarin. Semangat evaluasi dalam setiap pelaksanaan PPDB tak berimbas apa-apa. Bahkan penggelembungan kuota lebih parah terjadi pada tahun ini. Sebagai contoh di SMAN 1 Cirebon yang hanya memiliki kuota 9 rombongan belajar (rombel) atau 320 siswa. Namun, saat Masa Orientasi Penerimaan Peserta Didik Baru (MOPPDB) jumlah siswa yang datang justru lebih dari itu. Fantastis, tahun ini terdapat 696 siswa baru SMAN 1 Cirebon. Itu berarti ada sebanyak 376 siswa siluman. Jumlah ini meningkat dari tahun lalu. Pada PPDB tahun lalu, SMAN 1 Cirebon menerima sebanyak 400 lebih siswa dari kuota yang sama 320 siswa. \"Kita sudah seleksi dari yang daftar online, kita menerima 320 siswa. Tapi yang ikut MOPPDB jumlahnya mencapai 696 siswa,\" ujar Ketua PPDB SMAN 1 Cirebon, Abdul Haris Muhajir, Rabu (29/7). Terkait hal ini, pihaknya tidak bisa mencegahnya. Haris beralasan sekolah hanya sebagai pelaksana. \"Ya kita pelaksana di lapangan, menurut saja instansi yang berada di atasnya,\" ungkap Wakasek Kesiswaan SMAN 1 Cirebon ini. Dengan adanya penggelembungan jumlah siswa ini, pihaknya pun terpaksa mengorbankan beberapa ruangan multimedia, laboratorium, OSIS dan aula untuk dijadikan kelas. Bahkan ada juga yang belajar beralaskan sajadah. Karena tidak adanya kursi dan meja. \"Ya dicukupkan saja, ruangan OSIS kita pakai kelas. Sementara ini untuk OSIS kita gabung sama UKS,\" sebutnya. Tak hanya itu, tenaga pengajar juga bakal kelabakan. Dalam satu ruangan kelas bisa berisi siswa sekitar 42-45 siswa. Padahal ideal satu kelas berisi 32 siswa atau kalau mau memaksakan maksimal 40 siswa. Sedangkan jumlah guru, terdapat sebanyak 81 terdiri dari 68 PNS dan sisanya honorer. Jumlah ini bertugas untuk mengajar sekitar 1.568 siswa di SMAN 1 Cirebon. Pembina Dewan Pendidikan Kota Cirebon, DR H Agus Alwafier By MM mengatakan menerima siswa melebihi kuota berarti terjadi inkonsistensi dan melanggar kesepakatan. \"Kalau mau nambah kuota ya harus ada perubahan kuota dahulu, kalau mereka memahami produk hukumnya. Janganlah menjadi pemimpin yang suka melanggar apalagi jika pelanggaran ini ada kaitanya dengan transaksional,\" sebutnya. Dampak dari penambahan kuota itu, kata Agus, tentu saja mengorbankan sekolah lain. Karena ada sekolah yang minim menerima siswa. Di samping juga menurunkan kualtas pendidikan di sekolah tersebut. Karena ada anak-anak yang tak memenuhi persyaratan tapi dipaksakan masuk. \"Ini tentu akan menurunkan kredibilitas sekolah,\" sebutnya. Agus berpendapat agar pemimpin pendidikan harus orang-orang teladan, tegar dan tegas serta punya moralitas yang baik. Mantan wakil walikota Cirebon itu berharap seluruh komponen agar bisa menyelamatkan pendidikan dan generasi bangsa ke depan. Menurut Agus, mereka yang sudah memaksakan mengubah kuota yang telah disepekati itu perlu dicurigai apa sebenarnya tujuan dari penambahan kuota itu. \"Apakah untuk meningkatkan prestasi sekolah atau mau menambah income para pemimpin? Kami mengimbau mereka para pemimpin agar sadar pendidikan dan sadar umat,\" imbuhnya. (jml)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: