Inisiator Interpelasi Cenderung Emosional
Masih Banyak Alternatif untuk Menyikapi Kebijakan MAJALENGKA – Hak interpelasi DPRD Kabupaten Majalengka yang sidangnya akan digelar Senin (9/8), dinilai kalangan akademisi sebagai keputusan yang emosional dan terburu-buru. Pernyataan tersebut salahsatunya disampaikan dosen Unma Majalengka, Agus Asri Sabani SAg MSi. Meski hak kontitusional DPRD yang patut dihormati, namun Agus menilai, kebijakan interpelasi yang digulirkan wakil rakyat itu kurang mendasar dan tidak cukup kuat. Seharusnya, kata dia, kebijakan pemerintah terkait masalah galian C yang mendorong terjadinya gelombang interpelasi masih bisa ditahan dengan cara para anggota inisiastor DPRD tersebut melakukan penggalian data sedetil mungkin kepada SKPD, atau dengan cara dengar pendapat dan cara lainnya, seingga interpelasi tidak perlu dilakukan. Agus melihat interpelasi yang akan disidangkan itu kurang matang dan terburu-buru. Argumen tersebut dapat dilihat dari fakta kondisi DPRD saat ini yang belum memahami dan mengetahui sama sekali bagaimana mekanisme interpelasi tersebut ditempuh. “Memang interplasi merupakan hak konstitusi, namun seharusnya para anggota DPRD tidak langsung memfokuskan semua kebijakan pemerintah untuk digiring ke arah interpelasi. Hendaknya terlebih dahulu dikomunikasikan dengan SKPD terkait. Baru jika dalam penjelasan SKPD terjadi deadlock, maka interplasi bisa menjadi pilihan alternative,” papar mantan ketua Panwaslu Kabupaten Majalengka itu kepada Radar, kemarin (5/8). Selain itu, dari data yang ada, terutama berdasarkan Surat Edaran (SE) Menteri Pertambangan dan Energi terkait penertiban galian C, harusnya ada regulasi cara berpikir para wakil rakyat tentang perizinan dan penertiban galian C yang memang ada meknisme dan aturannya. Untuk itu, ia mendesak agar DPRD tetap melakukan koordinasi agar tidak menjadi blunder, karena interpelasi yang digulirkan justru bernuansa politik, yang ke depannya akan semakin memperpanjang pro kontra dari masyarakat. Akademisi lainnya, Drs Diding Badjuri MSi berharap, selain untuk meningkatkan posisi tawar anggota legislatif, hak interpelasi juga dijadikan sebagai refleksi dari sensitivitas legislatif terhadap persoalan-persoalan yang terjadi di Majalengka. “Saya berharap interpelsi yang dilakukan DPRD benar-benar sebagai wujud sensitivitas mereka terhadap pesoalan yang ada di masyarakat, bukan karena alasan lainnya,” pinta Diding. (pai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: