Pemkot Diminta Kelola Bong China
Penuh Sejarah, Harus dijadikan Cagar Budaya HARJAMUKTI- Pemakaman warga Tionghoa yang berada di daerah Penggung, Kecamatan Harjamukti diharapkan bisa dikelola oleh Pemerintah Kota Cirebon. Hal ini dianggap harus dilakukan untuk menyiasati krisis lahan pemakaman di Kota Cirebon. Kuncen Kutiong, Parman menyebutkan pengelolaan Kutiong atau pemakaman Tionghoa itu dikelola secara sendiri-sendiri oleh kuncen dan ahli waris. Disebutkan dia, lahan Kutiong itu memiliki luas sekitar 16 hektare. Saat ini status kepemilikan tanah Kutiong memang masih belum jelas. Pemakaman Kutiong mulai ada sejak tahun 1812. Dijelaskan Parman, salah seorang saudagar Tiongkok pada zaman Belanda meninggal dunia dan dimakamkan di sana sekitar tahun 1812. Bong saudagar Tiongkok itu, masih ada hingga kini. Ukurannya sangat besar sekitar 40 x 50 meter. Namun karena tidak ada yang mengelola, akhirnya pemakaman Kutiong itu tidak terurus. Banyak rumput dan ilalang yang tumbuh. Bahkan sebagian lahan sudah dijadikan lapak pedagang. Menurut Parman, pihaknya pernah mengusulkan Bong China pertama itu menjadi cagar budaya. \"Itu saya yang ngurus sendiri. Kalau lagi Cheng Beng, ramai dan nggak ada yang bayar. Padahal ini seharusnya bisa diambil oleh pemkot agar keberadaan bisa lebih optimal dan dimanfaatkan,” jelasnya. Apalagi lahan yang ada di area tersebut cukup luas. Sehingga akan sangat bermanfaat bila dimanfaatkan oleh Pemerintah Kota Cirebon. Pengelolaan Kutiong ini, kata dia, awalnya dikelola oleh masyarakat penggung secara turun temurun. Salah satunya Parman. Namun sekitar tahun 1923 dibentuklah yayasan yang mengelola Kutiong tersebut. Sampai akhirnya yayasan tersebut berganti-ganti pengelola. Di kompleks pemakaman Kutiong itu, kata Parman, ada sebanyak 6000 makam. Sementara yang masih aktif atau sering ditengok ahli waris sekitar 300 lebih makam. Ada sekitar 85 pengelola yang diturunkan dari generasi ke generasi. Pemakaman Kutiong ini, tidak hanya diisi oleh warga Tionghoa akan tetapi ada juga pemakaman warga pribumi. \"Dulu luasnya 26 hektare. Sekarang tinggal 16 hektare, karena dibangun pasar,\" ujarnya. Walaupun status tanah Kutiong sendiri masih belum jelas, Parman berharap agar pemakaman Kutiong bisa lebih terurus. Karena selama ini, pengelolaan hanya dilakukan secara swadaya oleh masyarakat. Terlebih, tanah Kutiong memiliki sejarah yang panjang dimana pemakaman itu sudah ada sejak zaman Belanda. (jml)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: