Nasib Mihol Masih Belum Jelas
SUMBER – Pembahasan rancangan peraturan daerah (raperda) tentang Ketertiban Umum antara panitia khusus (pansus) II DPRD Kabupaten Cirebon dengan Bagian Hukum Setda Kabupaten Cirebon harus terhenti pada pasal 16, kemarin (7/9). Para anggota DPRD masih berbeda pendapat mengenai larangan peredaran minuman beralkohol di Kabupaten Cirebon. Dalam pasal tersebut disebutkan untuk menertibkan kegiatan usaha minuman beralkohol (mihol) di daerah, maka setiap orang atau badan dilarang memproduksi, mengonsumsi, mengedarkan, menyimpan, menyajikan, mempromosikan, menggunakan/memakai, memiliki minuman beralkohol atau sejenisnya kecuali untuk kepentingan pemerintah daerah, kesehatan/kedokteran, penyelidikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk kegiatan usaha terhadap minuman beralkohol, hanya dapat disajikan kepada tamu asing atau mancanegara pada hotel berbintang 4. Menurut anggota Pansus II DPRD Kabupaten Cirebon dari Fraksi Bintang Hanura Hermanto, draf raperda tersebut sudah sejalan dengan keinginan Kabupaten Cirebon bebas alkohol dan juga dibarengi dengan semangat tidak menghambat investasi. Apalagi Kabupaten Cirebon tengah menjadi primadona para investor, baik nasional maupun mancanegara. “Saya lebih sepakat agar peredaran minuman beralkohol dipersempit peredarannya. Minuman ini hanya diperjualbelikan di hotel berbintang. Sehingga, tujuan kita memberantas peredaran minuman keras di masyarakat tepat sasaran dan tidak bertentangan undang-undang di atasnya,” tuturnya. Senada, Anggota Fraksi Partai Demokrat Mukhlisin Nalahudin juga mengatakan pemerintah harus mengakomodir keberadaan orang asing. Maka dari itu harus diterapkan aturan zonasi sehingga tidak melanggar kearifan lokat. “Kita kasih tempat, tetapi kita juga tetap perketat peredarannya,” katanya. Kemudian, Diah Irwany Indryanti dan H Khanafi SH berpendapat agar peredaran minuman beralkohol ini di kalangan masyarakat dihilangkan 100 persen. Namun, untuk peredaran di tempat tertentu sebaiknya diatur dalam peraturan bupati. “Kami lebih memilih agar perda ini tegas. Kalaupun ada pengecualian biar urusan pemerintah daerah melalui peraturan bupati,” imbuh Diah yang diamini Khanafi. Berbeda dengan rekan pansus lainnya, Pandi SE justru lebih saklek. Dia menegaskan, jika perda ini dimaksudkan untuk menertibkan masyarakat Kabupaten Cirebon dan melindungi generasi muda dari pengaruh minuman beralkohol, maka sebaiknya minuman beralkohol dilarang untuk semua pihak. “Kalau orang asing dibolehkan, sementara warga pribumi dilarang sama dengan kita ini dijajah. Artinya, kita sebagai tuan rumah tidak perlu mengistimewakan orang asing, kalau dia ingin berinvestasi di Kabupaten Cirebon, dia pun harus ikuti aturan hukum yang ada di sini,” tegasnya. Melihat beragamnya pendapat, pembahasan perda tersebut akhirnya dibahas di masing-masing fraksi. Kemudian pembahasan akan dilakukan setelah ada rekomendasi dari masing-masing fraksi. Usai rapat, Ketua Pansusu II DPRD Kabupaten Cirebon Aan Setiawan menambahkan semua fraksi di DPRD Kabupaten Cirebon sepakat bahwa Kabupaten Cirebon harus 0 persen. Namun, sebagai wakil rakyat semua aspirasi ditampung dan dijadikan bahan pertimbangan. Ditambah, ada aturan di atas perda yakni peraturan presiden yang membolehkan peredaran minuman beralkohol. Sehingga, harus ada strategi khusus agar tujuan untuk menertibkan dan melindungi masyarakat dari bahaya minuman beralkohol tercapai, tapi tidak bertentangan dengan aturan. “Makanya, kita minta masing-masing fraksi membuat pandangan dan rekomendasinya,” terangnya. (jun)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: