Dua Opsi soal Mihol

Dua Opsi soal Mihol

Dewan Masih Tarik Ulur Cari Lokasi Buat Mabuk SUMBER - Meski sudah diketok palu menjadi peraturan daerah (perda), tapi khusus untuk Pasal 17 Perda tentang Ketertiban Umum belum final. Pasal yang mengatur tentang ketentuan penyajian dan lokasi penjualan minuman berakohol ini masih tarik ulur. Ada yang menghendaki, lokasi penyajian minuman beralkohol (mihol) ini hanya di bar atau pub pada hotel berbintang tiga ke atas. Ada pula yang ingin menambahkan, agar penyajian minuman beralkohol tidak hanya di bar atau pub, tapi di café pun dibolehkan. Berdasarkan informasi yang dihimpun Radar, ada dua opsi konsep untuk pasal 17 ini. Opsi pertama, minuman beralkohol merupakan golongan A yang hanya diproduksi secara legal dan berlabel daerah. Kemudian, hanya tersedia di pub atau bar pada hotel minimal berbintang tiga yang memiliki izin perdagangan minuman beralkohol sesuai peraturan perundang-undangan. Dan, waktu penyajian mulai dari pukul 22.00 WIB sampai dengan 01.00 WIB dan dilarang disajikan pada kamis malam. “Ini opsi yang ditawarkan oleh eksekutif,” ujar anggota Pansus II DPRD Kabupaten Cirebon Mukhlisin Nalahudin SH MH. Sementara, opsi kedua menyampaikan, hanya menyajikan mihol golongan A yang diproduksi secara legal dan berlabel daerah. Kemudian, minuman beralkohol hanya disajikan pada café yang berizin yang terletak di kawasan wisata berdasarkan perda tentang rencana tata ruang dan wilayah. Sedangkan, untuk minuman beralkohol selain golongan A, hanya disajikan di bar/pub/lounge minimal hotel berbintang 3. Untuk waktu penyajiannya sama dengan opsi pertama. “Ini konsep yang diajukan oleh salah satu anggota pansus II,” imbuhnya. Secara pribadi, dia lebih memilih dan akan memperjuangkan opsi yang pertama. Alasannya, jika mihol boleh disajikan dan diperjualbelikan pada café, tujuan utama menyusun perda ini sia-sia. Karena, cafe bisa saja menyatu dengan restoran dan tempat-tempat umum. “Jika hanya disajikan di pub atau bar, bisa dilokalisasi dan dipersempit penyebarannya, sehingga tidak sembarang orang yang mengonsumsi minuman beralkohol ini,” papar politikus Partai Demokrat ini. Kemudian, Hermanto menambahkan, berdasarkan kesepakatan dalam pembahasan raperda ini, tempat yang diperbolehkan menyajikan dan memperjualbelikan adalah tempat hiburan (bar,lounge, pub) dan café pada hotel berbintang 3,4 dan 5. Pada saat diparipurnakan, ada kesalahan pengetikan yang memasukkan restoran. “Saya langsung interupsi saat itu, karena restoran tidak masuk ke dalam kesepakatan sebagai tempat yang diperbolehkan untuk menyajikan dan memperjualbelikan minuman beralkohol,” imbuhnya. Dikatakan, jika restoran dimasukkan dalam pasal 17 sebagai tempat yang diperbolehkan menyajikan dan memperjualbelikan minuman beralkohol dianggap berbahaya, sebab restoran dianggap tempat umum yang bisa diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. “Saya lebih setuju restoran tidak diperbolehkan,” katanya. Dengan masih tarik ulurnya redaksional pada pasal 17 ini, Hermanto menjelaskan pada saat rapat paripurna Rabu malam (9/9) lalu, pasca ketok palu, Ketua DPRD Kabupaten Cirebon H Mustofa SH menginstruksikan agar ada pembahasan perbaikan redaksi yang sesuai dengan hasil akhir rapat pembahasan yang sudah disepakati. “Harusnya perbaikan redaksional hari ini (kemarin, red). Tapi, karena anggotanya tidak komplet, kemungkinan hari Senin (14/9),” jelasnya. Dia menggarisbawahi, pada prinsipnya semua anggota Pansus II ini menyetujui agar peredaran, penyajian dan transaksi jual beli minuman beralkohol dibatasi tempatnya. Artinya, aktivitas tersebut hanya diperbolehkan pada tempat-tempat khusus, sehingga tidak semua orang bisa mengakses itu. “Insya Allah senin bisa kita sepakati, intinya minuman beralkohol hanya ada di tempat-tempat khusus,” tandasnya. (jun)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: