Pelabuhan Cirebon Gerbang Jawa Barat
Pembangunan Tahap Satu Menelan Dana Rp1,7 triliun CIREBON- Pelabuhan Cirebon menjadi salah satu area yang kerap diperdebatkan. Pada satu sisi, persoalan batu bara mengemuka. Pada sisi lain, pelabuhan tersebut menjadi tulang punggung bongkar muat barang dan penyangga utama pelabuhan Tanjung Priok. Bahkan, Pelabuhan Cirebon menjadi pintu gerbang di Jawa Barat dalam mendukung sendi-sendi perekonomian skala nasional. Kepala Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Cirebon Akhriadi mengatakan pengembangan pelabuhan akan menata berbagai sendi aktivitas pelabuhan. Selama ini, pelabuhan Cirebon dikenal sebagai pintu gerbang Jawa Barat. Khususnya dalam bongkar muat barang dan aktivitas perekonomian didalamnya. “Kapal asing banyak masuk dari Pelabuhan Cirebon. Ini menjadi salah satu tolak ukur Cirebon akan menjadi kota pelabuhan besar di Indonesia,” ucapnya kepada Radar, beberapa waktu lalu. Berdasarkan informasi dari PT Pelindo II Cirebon, pengembangan pelabuhan akan dilakukan pada Oktober tahun 2015 melalui berbagai tahap. Untuk tahap pertama, lanjut Akhriadi, anggaran Rp1,7 triliun telah dipersiapkan. “Itu baru untuk pengembangan dermaga dan lapangan. ini tahap awal,” terangnya. Secara mekanisme teknis pendaratan kapal besar, setidaknya kedalaman tepi laut minimal 14 meter. Sementara, ujar Akhriadi, pelabuhan Cirebon hanya memiliki kedalaman lima meter. Untuk itu, KSOP Cirebon bersama PT Pelindo II Cirebon mendorong agar dilakukan pengerukan atau normalisasi tepian laut di wilayah pelabuhan. Meskipun biaya pengerukan tidak terlalu mahal, prosesnya cukup sulit dan memakan waktu. Sehingga, biaya normalisasi menjadi semakin mahal. Akhriadi menjelaskan, tumpukan aktivitas di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, hanya dapat diatasi dari Pelabuhan Cirebon. Namun, pelabuhan di pesisir Kecamatan Lemahwungkuk itu, belum dapat menjadi alternatif naik turun penumpang maupun mudik. Menurut Akhriadi, terpenting pengembangan pelabuhan dilakukan secara bertahap. Untuk selanjutnya jika ingin menjadi tempat naik turun penumpang, hal itu dapat dilakukan. “Hanya menambah fasilitas penumpang. Itu bisa dilakukan. Terpenting kapal besar dapat masuk dengan aman,” tukasnya. Agar pelabuhan Cirebon menjadi besar, ujar Akhriadi, harus ada tempat penyandaran yang dapat dimasuki kapal besar dan alur kapal. Dua hal itu menjadi faktor penting dalam proses pelabuhan Cirebon menjadi lebih baik. Di samping itu, dia telah menyampaikan kepada walikota Cirebon terkait bongkar muat batu bara di Pelabuhan Cirebon. Dikatakan, kalau tidak ada bongkar muat batu bara, maka tidak ada kapal masuk. Terkait persoalan akibat bongkar muat batu bara, KSOP menyerahkan kebijakan tersebut kepada PT Pelindo II Cirebon dan jajaran terkait lainnya. Hanya saja, berbagai upaya telah dilakukan untuk meminimalisir dampak bongkar muat batu bara. Namun, jika untuk menutup bongkar muat tersebut, efeknya akan sangat besar. Salah satunya pelabuhan Cirebon menjadi tidak berfungsi optimal. Sementara Asisten GM Pelindo II Cirebon Iman Wahyu menjelaskan pengembangan pelabuhan dimulai pada Oktober nanti. Dari sisi pendanaan, secara bertahap pengembangan pelabuhan seluas 50 hektar sudah tersedia. Pelindo membuat solusi meminimalisir dampak debu batu bara. Di antaranya, dengan menanam pohon. Debu batu bara berasal dari kalori batu bara yang terlalu rendah. Akhirnya, mudah terbang saat tertiup angin. Perusahaan plat merah ini tidak berwenang mengatur kalori batu bara. Upaya lainnya, memaksa bongkar muat dilakukan 24 jam, menyiram air di tongkang kapal. Langkah itu tidak menghilangkan debu, tetapi mampu meminimalisir dampak bongkar muat batu bara. (ysf)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: