MEA Ancam Daya Saing Pendidikan di Kuningan

MEA Ancam Daya Saing Pendidikan di Kuningan

KUNINGAN – Menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), STKIP Muhammadiyah Kuningan telah menyiapkan diri. Perguruan tinggi bervisi Islami, Unggul dan Berdaya Saing tersebut sudah menetapkan langkah strategis agar ke depan diperhitungkan minimal oleh negara-negara se-Asia Tenggara. “Karena dengan diberlakukannya MEA, lulusan perguruan tinggi nasional akan bersaing dengan lulusan perguruan tinggi luar negeri. Mulai Desember tahun ini, kita harus bersiap-siap ‘ditindas’ persaingan bebas, jadi kuli di negeri sendiri dan jadi tamu di negerinya sendiri kalau tidak berdaya saing,” ucap Ketua STKIP Muhammadiyah, Kasdar Al Ade Saputra MA dalam sambutan Wisuda III, kemarin (25/10). Sebagai tahap awal, kata Kasdar, sejak 2010 hingga 2015, STKIP Muhammadiyah berusaha sekuat tenaga agar memasuki zona perguruan tinggi sehat. Sehat di sini bukan hanya sekadar terpenuhinya rasio antara jumlah tenaga dosen dan mahasiswa, melainkan bagaimana mewujudkan masa depan para dosen dan karyawannya. “Jaminan kesejahteraan bagi para dosen dan karyawan harus diberikan agar mereka tidak bermimpi untuk menjadi PNS. Untuk itu konsep gaji dan beragam tunjangan lain harus setara dengan PNS. Namun punishment harus betul-betul diterapkan. Telat datang semenit saja, uang makan hilang. Ini menjadi bukti keseriusan kami dalam menjadikan perguruan tinggi yang sehat,” tandasnya. Setelah itu, pada 2016 nanti STKIP Muhammadiyah akan bermetamorfosa menjadi Universitas Pendidikan Muhammadiyah Kuningan. Tahap berikutnya, perguruan tinggi tersebut bukan hanya menjadi tempat pembinaan, melainkan bakal dijadikan pula sebagai tempat rekreasi. Jika saat ini areal perguruan tinggi masih terbatas, maka ke depan akan berkali-kali lipat luasnya. Sebagian lahan di belakang kampus sudah dibebaskan guna mewujudkan visi tersebut. Kasdar menyebutkan, ke depan bakal dibangun sebuah danau sehingga akan menjadi taman kota terbesar di Kuningan. Bahkan berinovasi membangun helipad, landasan helikopter yang representatif. “Ini mimpi kami. Mungkin banyak orang yang menilai kami berlebihan. Tapi ketidakpercayaan banyak orang justru menjadi motivasi bagi kami untuk tidak berleha-leha. Karena kebijakan yang kami terapkan memiliki landasan filosofis dan berbasis riset. Bukan sakainget. Dulu saja, dengan modal 94.300 Rupiah, alhamdulillah kampus ini bisa berdiri sebesar sekarang,” tegas Kasdar. Berdasarkan hasil riset, Kabupaten Kuningan cocok untuk pemukiman, pendidikan dan pariwisata. Karena Indramayu dan Cirebon bakal berkembang menjadi daerah industri dan jasa. Begitu pula Majalengka yang akan menjadi daerah transit seiring dengan dibangunnya bandara. “Kami tegaskan, strategi pengembangan perguruan tinggi kami menggunakan pendekatan riset. Bukan sakainget. Apalagi kebijakan dengan melihat prodi di perguruan tinggi lain lantas ikut-ikutan, itu tidak kami lakukan. Visi besar kami, Islami, Unggul dan Berdaya Saing,” tandasnya lagi. Sementara, kepada ratusan wisudawan dan wisudawati, Kasdar membakar semangat untuk menggapai kesuksesan setelah resmi jadi sarjana. Dia mengatakan, kesuksesan bukan hanya milik anak pejabat maupun anak orang berduit. Anak buruh tani, anak pemulung ataupun anak pedagang kerupuk keliling sekalipun, imbuhnya, memiliki hak yang sama untuk sukses. “STKIP Muhammadiyah selalu menerapkan kebijakan berlandaskan filosofis dan riset. Jangan dengarkan orang yang menyepelekan kampus kita karena kita punya sesuatu yang di luar kebiasaan perguruan tinggi lain. Keliru kalau tak ingin kuliah di sini. Karena kebijakan kita di luar kebiasaan, maka akan melahirkan manusia yang luar biasa. Selamat kepada para wisudawan wisudawati karena anda menjadi orang luar biasa,” ungkapnya. Satu contoh lagi kebijakan yang di luar kebiasaan, tambah Kasdar, yaitu dibangunnya gerbang kampus dengan desain unik. Perpaduan warnanya pun antara biru, merah, putih dan hijau. Pemilihan warna tersebut bukan berlandaskan politis karena warna-warna tersebut sudah ada sebelum partai-partai di Indonesia punya warna. Bola dunia yang dibuat di atas pintu gerbang, sambungnya, jadi satu indikator lain bahwa STKIP Muhammadiyah di luar kebiasaan. Landasan filosofisnya, jelas Kasdar, suatu saat perguruan tinggi itu akan menjadi international class university. Jika saat ini bola dunia tersebut masih kosong, maka nanti akan dipasang bendera Australia, Brunei Darussalam dan negara-negara lainnya. “Jadi, tak ada satupun kebijakan kami yang tak punya landasan filosofis. Kami mengambil jalan di luar kebiasaan perguruan tinggi-perguruan tinggi lain,” ujar dia. Termasuk pengambilan lokasi wisuda, sejak wisuda I sampai III selalu menggelarnya di kampus meski belum mempunyai gedung auditorium. Dari sisi ekonomi, justru biaya pagelaran wisuda di kampus lebih mahal ketimbang di gedung-gedung hotel. Ini karena civitas akademik menyadari prosesi wisuda menjadi kenangan yang tak terlupakan. Jangan sampai kenangan tersebut nyantol di hotel. “2016 kami akan mulai membangun gedung auditorium. Tidak tanggung-tanggung, gedung yang akan kami bangun memiliki tribun berkapasitas 1.500 sampai 3.500 orang. Dana yang sudah disiapkan senilai 12,5 miliar Rupiah. Kampus kita ini kampus hebat,” tukasnya. Hadir dalam kesempatan itu, para profesor dari pusat. Seperti Prof Dr H Bambang Setiaji MS dari PP Muhammadiyah, Prof Dr Moh Nurahman Azam dari Majelis Dikti PP Muhammadiyah, dan Prof Dr H Abdul Hakim Halim, Koordinator Kopertis. Ketiganya menyampaikan sambutan. Sedangkan dari Pemkab Kuningan, hadir Wabup H Acep Purnama MH. (ded)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: