Demokrat Akui Buat Skenario Wawali
Bantah Tidak Serius, Tolak Tudingan Hanya Pengalihan Isu Proyek KEJAKSAN - Partai Demokrat Kota Cirebon secara jantan mengakui pihaknya membuat skenario untuk settingan pemilihan wakil walikota (wawali). Dalam hal ini, seluruh partai politik yang ada pasti melakukan hal yang sama. Settingan atau skenario dalam politik bukan perkara tabu. Sepanjang bermuatan konstruktif, langkah tersebut menjadi bagian dari dinamika. Wakil Ketua DPC Partai Demokrat Kota Cirebon Panji Amiarsa SH MH mengatakan, partai manapun pasti memiliki settingan atau skenario terhadap suatu kebijakan. Dengan niat konstruktif, Partai Demokrat melakukan hal demikian. Settingan tersebut, lanjutnya, merupakan bagian dari internal partai dalam mencapai tujuan. Model demikian menjadi aturan tidak tertulis yang bersifat baku bagi setiap partai politik. Demokrat sebagai partai, ujar Panji, menjadi sesuatu yang wajar memiliki desain atau setting. Tetapi desain skenario tersebut bukan untuk memperlama proses pemilihan wawali, tapi justru untuk mempercepat pemilihan wawali. “Kalau waktu itu Pak Toto Sunanto bersedia membubuhkan tanda tangan kesepakatan pengajuan nama, prosesnya tentu sudah selesai saat itu juga,” ujarnya kepada Radar, Senin (26/10). Selama ini, ujarnya, Demokrat sudah menempuh proses prosedural dengan memberikan wewenang kepada Ketua DPC Demokrat Kota Cirebon Drs Nasrudin Azis SH dalam menentukan nama wawali. Tidak hanya itu, Azis telah diberikan mandat untuk membangun komunikasi politik dengan partai pengusung. Namun demikian, dia juga dapat memahami keberatan Toto Sunanto dengan alasan undang-undang atau aturan yang mengamanatkan calon yang diajukan harus dari partai pengusung. Yakni Demokrat, Golkar dan PPP. Atas dasar dalil yang sama, lanjut pria yang juga Ketua Tim Sukses Gabungan Ano-Azis itu, pengajuan Eti Herawati atau akrab disapa Eeng Charli adalah sah. Hal itu karena nama tersebut diajukan Partai Demokrat secara resmi. Kondisi saat ini, panitia pemilihan (panlih) menunggu kelengkapan administrasi pengajuan dua nama dengan penandatanganan dari Golkar dan PPP. Dia berharap kedua partai itu menerima pengajuan dua nama yang telah disampaikan Walikota Cirebon Nasrudin Azis yang juga Ketua DPC Partai Demokrat Kota Cirebon. Yaitu Eti Herawati dan Toto Sunanto. Karena ketentuan mengatur harus ada kesepakatan bersama antar partai pengusung, maka langkah ini ditempuh. Berbeda jika Menteri Dalam Negeri (Mendagri) memberikan pedoman aturan lain. “Hingga saat ini Partai Demokrat masih mengajukan nama Ibu Eti Herawati. Tidak ada perubahan,” tegasnya. Jika tidak ada perkembangan, surat resmi dari Mendagri menjadi alternatif terakhir guna mewujudkan target November sudah pemilihan wawali. Pengamat Kebijakan Publik Haris Sudiyana mengatakan, konflik maupun settingan skenario yang dibangun dengan tanpa niat mencari solusi tidak akan mendapatkan hasil. Karena itu, Haris memberikan pesan kepada politisi yang terlibat di dalam proses pemilihan wawali. “Jika politisi ingin berbuat baik demi pemerintahan dan masyarakat Kota Cirebon, selesaikan persoalan dan jangan menggantung begini. Daerah lain dengan persoalan wawali sudah selesai. Kenapa Kota Cirebon belum juga ada wawali? Di sini perlu pelaksanaan nyata. Tidak hanya sekadar kata-kata,” paparnya. Begitupula untuk Walikota Nasrudin Azis, Haris meragukan keinginan memiliki wawali karena Azis tidak menunjukan sikap nyata. Kondisi pemerintahan sangat kacau dengan persoalan yang ada. Jika masalah wawali saja tidak kunjung ada solusi, bagaimana menyelesaikan masalah lain yang lebih komplek? “Masyarakat sudah muak dengan proses wawali yang tidak kunjung selesai,” tukasnya. Padahal, banyak persoalan dalam pembangunan Kota Cirebon yang perlu mendapatkan perhatian khusus dan lebih intensif. Koordinator Aliansi Pemuda Peduli Demokrasi, Subagja juga mengkritik keras kinerja walikota dalam memilih wakil walikota. Buktinya, sampai sekarang pemilihan E-2 tidak pernah berujung dengan jelas. Padahal sudah sangat jelas jatah kursi E-2 yang sebenarnya adalah milik Partai Golkar. Namun yang terjadi justru Azis cenderung berpihak ke calon lain. Bagja, demikian biasa disapa, mencurigai ada hidden agenda dari walikota yang sebenarnya tidak menginginkan ada wakil walikota. Kalau serius, mestinya bisa mengganti salah satu calon dengan calon lain, sehingga persoalannya menjadi clear. Bagja malah mengancam akan melakukan demo besar-besaran, karena terindikasi secara sengaja walikota tidak menginginkan wakil walikota. Sementara, terkait tudingan walikota tidak serius mengusung calon wakil walikota dan hanya skenario besar mengalihkan isu proyek besar di pemkot, membuat Fraksi Demokrat M Handarujati Kalamullah SSos meradang. Dia membantah tudingan yang disampaikan oleh pihak-pihak yang dianggapnya tidak mengerti persoalan. Pernyataan itu juga, lanjut Andru, hanya asumsi dari pihak-pihak yang tidak sabar dengan proses pemilihan wakil walikota. Yang harus dipahami, kata Andru, urusan E-2 ini adalah sebuah kebutuhan bagi Pemerintah Kota Cirebon dalam rangka memaksimalkan pelayanan publik. Dan bukti kalau walikota tidak ingin berjalan sendirian, di berbagai media Azis menyatakan ingin berbagi tugas dengan E-2. Hanya saja dari Golkar tidak sepakat dengan salah satu nama, padahal di dalamnya muncul nama dari Golkar. Sedangkan Demokrat mengusung nama non Partai Demokrat yakni Ketua DPD Partai Nasdem Kota Cirebon Dra Hj Eti Herawati. “Itu kan asumsi mereka yang tidak paham akar persoalannya,” tegasnya. Andru bahkan mendesak pemerintah pusat untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai penjabaran atas UU Pemerintah Daerah. Karena dirinya yakin dengan terbitnya PP, semuanya akan menjadi jelas dan walikota tetap komitmen untuk tetap memiliki wakil walikota. (abd/ysf)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: