MKD Sidang Buka Tutup

MKD Sidang Buka Tutup

Kasus Novanto Resmi Masuk Persidangan JAKARTA - Mahkamah Ke­hor­matan Dewan (MKD) akhirnya mengambil langkah terbaru setelah sempat alot membahas status pelaporan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said. Pasca mendengar keterangan ahli bahasa hukum, seluruh fraksi di MKD sepakat untuk melanjutkan kasus dugaan pelanggaran etik Ketua DPR Setya Novanto ke proses persidangan. Harapan publik untuk memantau persidangan etik Novanto secara terbuka akhirnya terkabul, namun MKD juga tetap membuka opsi persidangan tertutup. Perdebatan terkait frase “dapat” dalam pasal 162 Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD nomor 17 tahun 2014, dan pasal 5 ayat 1 peraturan DPR nomor 2 tahun 2015 sempat membuat rapat internal MKD deadlock. Perdebatan itu diakhiri dengan mudah oleh Yayah Bachria Mugnisjah, ahli bahasa hukum yang diundang MKD. Dalam rapat dengar pendapat terbuka yang digelar MKD, Yayah menjelaskan bahwa frase “dapat” bisa bermakna boleh atau kata lain yang sepadan. “Boleh itu bersinonim diizinkan, satu lagi berpadanan dengan tidak dilarang. Jadi dapat itu boleh, diizinkan, dan tidak dilarang,” kata Yayah di RDP MKD. Menurut Yayah, dalam konteks pengaduan di MKD, yang banyak dibicarakan adalah butir c pasal 126 UU MD3. Siapa yang dimaksud oleh pengadu, dalam butir pasal itu disebutkan frase “setiap orang”. Perempuan kelahiran Cikampek, 9 Maret 1944 itu menyatakan, konteks setiap orang memberi hak kepada siapapun untuk mengadu. “Kalau berbicara pengertian masyarakat secara perorangan, kalau ditautkan bapak menteri (Sudirman Said, red), sesuai maknanya, perseorangan itu individual, jadi dapat, boleh, diizinkan, atau tidak dilarang disampaikan (aduan) oleh menteri,” ujarnya tegas. Menurut Yayah, konteks yang diperdebatkan oleh MKD adalah di pasal 5 peraturan DPR. Menurut dia, bunyi pasal 5 ayat 1 peraturan DPR itu tidak seresmi di UU MD3. Ini karena, pembuat peraturan yang tidak taat azas dalam membuat bunyi sebuah pasal. “Bahasa hukum memiliki konsep ragam bahasa tinggi, seharusnya itu terbebas dari konsep dramatikal,” ujar doktor Ilmu-ilmu Sastra (bidang Sosiolinguistik) Universitas Indonesia itu, mengingatkan. Setelah mendengarkan keterangan Yayah, MKD langsung menggelar rapat internal yang dipimpin langsung oleh Ketua MKD Surahman Hidayat. Rapat internal tertutup itu berlangsung selama satu jam. Keputusan rapat internal itu memastikan bahwa Novanto akan segera menghadapi proses persidangan, terkait dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana aduan menteri ESDM. “Persoalan legal standing selesai, sudah diputuskan untuk setiap sidang terbuka untuk umum,” kata Dadang Rusdiana, anggota MKD yang keluar dari ruang rapat pertama kali. Menurut Dadang, sesuai dengan apa yang disampaikan ahli bahasa, maka menteri berhak dan memiliki legal standing menyampaikan aduan. Dalam waktu dekat, MKD akan segera merumuskan jadwal terkait proses persidangan. “Paling cepat Senin depan, jadwalnya nanti akan disusun oleh sekretariat. Nanti pengadu yang pertama akan dipanggil,” ujar politisi Partai Golongan Karya itu. Wakil Ketua MKD, Junimart Girsang menambahkan, rapat internal MKD memang memutuskan proses persidangan terbuka. Namun, persidangan bisa dilakukan tertutup jika ada permintaan dari pihak yang dihadirkan untuk dimintai keterangan. “Sidangnya bisa tertutup, tapi tidak boleh semua prosesnya tertutup,” kata Junimart. Menjawab pertanyaan mengapa MKD harus menunggu proses rapat lanjutan persidangan sampai minggu depan, Junimart memberikan penjelasan. Pasal 11 peraturan DPR nomor 2 tahun 2015 menyatakan, dalam hal MKD memutuskan menindaklanjuti pengaduan, materi pengadu disampaikan kepada teradu dan pimpinan fraksi paling lama 14 hari setelah putusan tindaklanjut diambil. “Sebagai anggota MKD, kami harus taat azas,” ujar politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu. Junimart juga membenarkan bahwa dalam rekaman disebutkan sejumlah pejabat tinggi dan pengusaha. Bahkan, Presiden dan Wapres juga disebut. Jika memungkinkan, semua pihak yang disebutkan dalam rekaman akan dipanggil MKD. “Kalau memang urgent, kita akan panggil,” ujarnya. Surahman saat dikonfirmasi memilih tidak banyak berkomentar. Sambil berlalu menuju mobilnya, Surahman menyatakan bahwa tugasnya sebagai ketua MKD adalah memimpin rapat. “Tugas saya itu ketok, ketok, ketok, yang menyampaikan biar pimpinan dan anggota yang lain,” ujar ketua Dewan Syariah Partai Keadilan Sejahtera itu. Menurut Surahman, seluruh fraksi bulat untuk melanjutkan proses persidangan di MKD. Setelah itu, akan segera dijadwalkan proses pemanggilan. Dia membantah jika ada dualisme antara Koalisi Merah Putih dengan Kerjasama Partai Politik Pendukung Pemerintah (KP3). “Kalau yang beda nanti saya ketok kepalanya,” ujarnya berseloroh. Di tengah ramainya proses tindaklanjut persidangan Novanto, sejumlah fraksi kemarin juga mengirim surat pergantian anggota MKD. Saat Surahman membacakan di RDP mendengarkan keterangan ahli bahasa, Fraksi Partai Demokrat mengganti anggota MKD Fandi Utomo dengan Guntur Sasongko. Sementara itu dari Fraksi Partai Nasdem, Fadholi digantikan oleh Akbar Faizal. Dua anggota MKD dari Fraksi PAN diganti semua, yakni Sugiman menggantikan Hang Ali Saputra Syah Pahan, dan A Bakrie menggantikan Ahmad Riski Sadiq. Terakhir, Fraksi PDIP mengganti mantan Ketua Badan Kehormatan M Prakosa dengan Henri Yosodoningrat. “Ada yang di-BKO cuma tiga hari, ada yang tidak ada batas waktunya, berarti ini seterusnya,” kata Surahman. Terpisah, di sela-sela proses persidangan di MKD kemarin, sejumlah aktivis yang menggulirkan petisi di change.org menyerahkan hasil petisi terkait kasus ketua DPR kepada MKD. Aktivis change.org, Bivitri Susanti menyatakan, hingga penyerahan ke MKD, sekitar 120 ribu orang telah menandatangani. “Dua petisi ini kami serahkan ke MKD sebagai pertimbangan suara masyarakat Indonesia,” kata Bivitri. Isi petisi yang pertama adalah meminta MKD memecat Ketua DPR Setya Novanto yang mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla. Petisi itu diteken paling banyak, sekitar 80 ribu orang, Petisi kedua yang berjudul Ayo dukung sidang MKD DPR RI terbuka yang diteken sekitar 34 ribu orang. “Hanya dalam hitungan hari, ternyata banyak masyarakat yang memberikan dukungan,” ujarnya. Isi petisi itu dimasukkan dalam dus merah yang berisikan tanda tangan plus komentar dari para penandatangan yang sudah tercetak dalam kertas. Petisi itu diterima langsung oleh Surahman dan Junimart selaku pimpinan MKD. Pada bagian lain, kemarin sejumlah pengacara mendatangi KPK. Mereka memberikan dukungan KPK agar tak ragu mengusut nego-nego yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto dalam perpanjangan kontrak Freeport. “Kami meminta KPK memproses laporan menteri ESDM sebagai delik umum, bukan delik aduan,” ujar Ibrani, ketua Komite Advokat Indonesia. Menurut Ibrani, KPK harus melakukan penyelidikan apa­kah dalam rekaman pem­bica­raan itu telah terjadi penya­­lagunaan wewenang seor­ang Ketua DPR atau tidak. “Terma­suk apakah ada upaya pem­berian hadiah atau janji atau yang berniat mengun­tungkan diri sendiri atau kelom­pok,” ujarnya. (bay/gun)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: