Rana Tanggapi Dingin Isu UU
KUNINGAN – Kendati Pilkada masih jauh, belakangan ini mencuat isu pasangan calon yang disingkat UU (Hj Utje Ch Suganda-H Udin Kusnaedi). Pasangan tersebut hendak meramaikan bursa pencalonan. Utje hendak diusung PDIP, sedangkan H Udin dikabarkan bakal diusung oleh PAN. Namun isu pemaketan tersebut ditanggapi dingin oleh Ketua DPC PDIP Kuningan, Rana Suparman SSos. “Silahkan-silahkan saja, mau UU, mau II atau AA sekalipun, biarkan saja. Yang jelas PDIP sampai hari ini belum berpikir ke situ,” tegasnya dengan raut muka yang selalu tersenyum. Dia punya pemikiran, Pilkada masih jauh. “PDIP tugasnya adalah sebagai partai pengusung yang mengawal pemerintahan Bu Utje sampai akhir, sukses dan mendapat apresiasi masyarakat. Tugas kita sampai di situ,” ujarnya. Kalaupun nanti Utje maju kembali, menurut Rana, itulah yang terbaik. Perkara hendak berpasangan dengan siapa, baginya, itu urusan nanti. “Sekarang perkaranya Bu Utje harus bersama-sama dengan rakyat,” kata politisi asal Bayuning itu. Bagaimana kalau ternyata Utje menghendaki berpasangan dengan dirinya kelak? Rana menjawab dengan kalimat bagaimana nanti. “Ya gimana nanti. Kalau sayanya nggak siap, nggak punya kemampun, ngapain coba? Malah nanti ngerepotin Bu Utje,” elaknya. Rana bicara soal kemampuan lantaran tidak mau merasa dirinya hero. “Kita jangan merasa hero. Wabup pengen, bupati pengen, ketua dewan pengen, tapi kemampuan kita nol, kosong. Ngapain?” tandasnya. Kemampuan yang dia maksudkan, seperti menjawab persoalan rakyat, menjaga eksistensi moral sendiri, serta menyampaikan hal-hal yang sebenarnya. Kemampuan seperti itu, menurut Rana, harus diuji. “Kalau saya maju jadi calon bupati atau calon wabup hanya karena motivasi ingin kaya, jangan lah. Mending jadi masyarakat biasa saja. Berdagang juga bisa kaya. Bertani juga sama. Kenapa harus kaya dari posisi,” ketus Rana. Adanya sebagian kalangan yang menilai butuh modal besar untuk maju mencalonkan, ditepis olehnya. Menurut dia, jika baik kepada masyarakat dan mau turun kepada rakyat, tanpa modal pun bisa menang. “Justru kalau beranggapan mencalonkan itu butuh modal besar, memangnya Pilkada itu industri politik? Bukan. Pilkada itu bukan produk industri politik. Pilkada itu produk pilihan rakyat di mana rakyat diberi ruang selama lima tahun untuk menilai orang per orang,” sergahnya. Bukti kemenangan tanpa modal besar, imbuh Rana, terjadi di Surabaya yang dimenangkan Tri Rismaharini. Bahkan proses hukum pun, masyarakat di sana malah meminta diberi ruang kebebasan. “Makanya kita harus belajar objektif. Jangan menilai seseorang yang didasari kebencian. Nilainya secara objektif dulu, baru melahirkan benci atau senang. Ini mah belum juga kenal, belum juga menilai, sudah memvonis benci,” ungkapnya. Rana menegaskan, untuk mencalonkan itu bisa tanpa modal. Terlebih aturan sekarang segala pendanaan telah ditanggung negara. Atribut, alat peraga, iklan dan pembiayaan Pilkada lain, telah disediakan oleh KPU. (ded)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: