DP Bantah PDPK Kolaps

DP Bantah PDPK Kolaps

KUNINGAN – Dalam menanggapi kabar kolapsnya Perusahaan Daerah Perkreditan Kecamatan (PDPK) Kramatmulya yang kini sudah berganti PDPK Kuningan, Dewan Pengawas BUMD kembali angkat bicara. Dewan Pengawas yang beristilahkan Komisaris itu membantah jika perusahaan daerahnya berkondisi kolaps. “Kondisi PDPK Kuningan dalam keadaan kolaps itu tidak benar, karena selama ini tidak mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban terhadap nasabah,” tegas Ketua Komisaris Utama PDPK Kuningan, Trisman Supriatna MPd didampingi Anggota Komisaris Momon Supriatna SE dalam rilisnya, kemarin (4/1). Memang, pihaknya mengakui apabila kerugian saat ini terjadi. Namun kerugian tersebut disebabkan PDPK harus menyesuaikan ketentuan BI/OJK Nomor 131/26/PBI/2011. Itu sebagaimana ketentuan yang berlaku pada BPR, terutama kewajiban pembentukan PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif). “Karena PDPK akan segera ditransformasikan menjadi BPR,” ujarnya. Dalam hal rugi akibat pembentukan PPAP, sambung Trisman, pada dasarnya biaya yang dibentuk sebagai langkah preventif. Dimungkinkan dapat dikembalikan lagi sebagai pendapatan apabila kredit nonlancar segera akan diselesaikan. “Dan upaya penanganan kredit nonlancar sedang dilakukan secara intensif,” ungkapnya. Terpisah, salah seorang anggota DPRD sekaligus mantan Ketua Dewan Pengawas PDPK, Eka Sugiarto turut berbicara. Pria yang kini masuk keanggotaan Komisi II, meragukan kabar kolapsnya perusahaan tersebut. Sebab selama rapat evaluasi, pihaknya tidak pernah mendengar adanya keluhan dari direksi terkait kekurangan likuiditas. “Kalau kurang modal iya. Tapi kekurangan modal itu bukan kekurangan likuiditas. Tambahan modal dimaksudkan untuk memperluas jangkauan pelayanan. Jadi saya belum yakin kalau PDPK kolaps,” tandasnya via sambungan seluler lantaran sedang berada di luar kota. Soal adanya dugaan oknum anggota dewan yang punya kredit atas nama orang lain dan bermasalah, Eka menyarankan agar perlu pendalaman dalam menelisik kebenarannya. Bahkan dia setuju apabila dilakukan audit oleh akuntan publik yang betul-betul independen untuk membuktikan kebenarannya. “Kalau memang dinyatakan kolaps akibat pinjaman oknum anggota dewan itu, seberapa besar sih pinjamannya hingga berakibat kolaps. Bandingkan dengan nilai pinjaman nasabah lain. Kan nasabahnya mungkin banyak. Jadi saya setuju kalau diaudit untuk mencari tahu sejauhmana kebenarannya,” kata Eka. Dalam audit tersebut, lanjut Eka, perlu diteliti proses permohonan, pencairan, hingga pengembaliannya. Prosedur yang ditempuh apakah mematuhi azas perbankan atau tidak. Selain itu, agunannya visible atau tidak. Jangan sampai nilai pinjaman melebihi agunan sehingga sulit ditindak pada saat terjadi kemacetan. “Lalu, apakah nasabahnya terkait dengan pengurus (PDPK, red) atau tidak? Jadi auditnya itu harus komprehensif, biar nggak ada yang dirugikan dalam hal ini. Apalagi ketika bicara anggota dewan, maka ini menyangkut nama institusi lembaga legislatif,” kata mantan ketua Dewan Pengawas PDPK yang berhenti Agustus 2014 itu. (ded)    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: