Menteri Yuddy Minta PNS yang Terlibat Teror Segera Dipecat

Menteri Yuddy Minta PNS yang Terlibat Teror  Segera Dipecat

  JAKARTA- Lima terduga pelaku teror bom di Jl Thamrin, Jakarta, dibekuk di Malang, Jawa Timur. Belakangan, salah satunya terdeteksi tercatat sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Yuddy Chrisnandi menaruh perhatian khusus kepada aksi penggerebekan terduga teroris di Malang. Pasalnya Achmad Ridho Wijaya (40), seorang teroris yang ditangkap berstatus PNS. Meski sudah mengundurkan diri sebagai PNS, namun prosesnya belum tuntas. \"Saya minta Bupati Malang untuk mempercepat penuntasan proses pemberhentiannya,\" kata Yuddy. Menteri asal Cirebon itu menjelaskan, Achmad Ridho pernah tercatat sebagai PNS di Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informasi (Dishubkominfo) Kabupaten Malang. Namun sebulan yang lalu, dia mengajukan pengunduran diri sebagai abdi negara. Dia menegaskan tidak ada toleransi bagi PNS yang terlibat dalam jaringan terorisme. Baik sebagai aktor lapangan, donatur, maupun peran lainnya. Kepada polisi, Yuddy berharap supaya terus membasmi teroris sampai ke bibit-bibitnya. Politisi Partai Hanura itu menuturkan, ke depan tidak boleh lagi ada indikasi kecolongan PNS jadi teroris. Seluruh pejabat pembina kepegawaian (PPK) seperti bupati, walikota, gubernur, menteri, dan kepala lembaga untuk menjalankan deteksi dini. Sehingga bisa mengetahui dengan cepat ketika ada anak buahnya yang menjadi teroris. Bagi dia bibit penyebaran paham radikal bisa dideteksi. TERUS TUMBUH Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menjelaskan, terorisme di Indonesia selalu tumbuh karena ada rekrutmen kelompok-kelompok baru. Mereka terus berkomunikasi untuk menyusun rencana aksi teror. Polri memang kesulitan untuk mendeteksinya, karena kelompok itu terpencar-pencar. “Mereka tidak berkomunikasi dengan alat, langsung datang ke rumah setiap anggotanya. Pemetaan pada kelompok teroris juga telah dilakukan,” jelasnya. Karena itulah, akan sangat sulit untuk benar-benar bisa menghentikan perkembangan paham radikal dan terorisme di Indonesia. “Bisa dibilang tidak mungkin untuk menghentikan semua itu,” paparnya. Apalagi, kendati pimpinan tertinggi atau pemegang komando kelompok teroris itu tertangkap, kelomponya masih tetap bergerak. Semua itu bisa sangat mudah dilihat di dunia maya, bagaimana mereka masih mengajak meneroso dengan kedok berjihad. “Tidak ada satu komando, bahkan sampai aksi itu lokasi dan waktunya juga tidak ada komando,” terangnya. Yang paling bisa dilakukan adalah mewaspadai semua kemungkinan aksi teror yang terjadi. Dengan mendeteksi dini setiap ancaman yang diketahui. “Tentunya, tidak hnya Polri dan TNI yang harus bergerak, semuanya,” ujarnya. (idr/wan)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: