Menang Voting, Gillard Tetap Tak Populer

Menang Voting, Gillard Tetap Tak Populer

\"\"CANBERRA - Perdana Menteri (PM) Australia Julia Gillard (50) berhasil mempertahankan kepemimpinannya di partai politik yang berkuasa di negara itu, Partai Buruh. Dalam voting kemarin (27/2), elemen partai politik tersebut berpihak pada politikus yang belum menikah itu. Gillard unggul atas rivalnya, mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) dan mantan PM Kevin Rudd, dalam pemilihan pemimpin partai dengan selisih 40 suara. Gillard menang setelah mengantongi dukungan 71 suara dalam kompetisi internal partai politik yang berdiri pada 1901 itu. Sedangkan Rudd yang pekan lalu mengumumkan pengunduran dirinya dari jabatan menlu ketika berada di Amerika Serikat (AS) itu hanya mendapatkan 31 suara. “Hari ini (kemarin, Red) saya ingin menegaskan kepada seluruh rakyat Australia bahwa isu kepemimpinan ini telah berakhir. Saya bisa jamin bahwa rangkaian drama politik ini telah berakhir,” tegas Gillard di hadapan pendukungnya seusai penghitungan suara. Dia berharap, kemenangannya tersebut juga bisa mengakhiri perseteruan di tubuh partai. Sebab, hanya dengan cara itu Partai Buruh bisa menang dalam pemilu nasional (federal) pada November 2013. Kendati demikian, hasil yang dicapai PM perempuan pertama di Negeri Kanguru tersebut ternyata tak mampu mengerek popularitasnya. Dukungan untuk Gillard tetap saja rendah. Tetapi, dengan kemenangannya itu, paling tidak, pemilik nama lengkap Julia Eileen Gillard itu tidak perlu lebih lama lagi terlibat dalam persaingan politik dengan Rudd. Apalagi, Rudd yang menjabat PM pada periode 2007-2010 tersebut sudah berjanji tidak akan menantang Gillard lagi. Hanya, para pendukung Rudd justru amat mungkin bakal memunculkan kandidat baru sebagai penantang Gillard. “Jika Julia Gillard menang dan kondisi partai tidak berubah, dalam waktu beberapa bulan kita akan semakin lemah dan tidak bisa memenangkan pemilu,” kata Senator Doug Cameron menjelang voting kemarin. Pendukung Rudd itu menyatakan, dalam waktu dekat, Partai Butuh yang menguasai pemerintahan akan kembali dihadapkan pada ajang pemilihan pemimpin baru untuk menggantikan Gillard. “Tidak lama lagi, mereka yang mendukung Gillard akan mencari kandidat pengganti,” tandas Cameron dalam wawancara dengan stasiun televisi Australian Broadcasting Corp (ABC). Pendapat yang sama dipaparkan dua dosen yang juga pengamat politik, yakni Nick Economou dari Monash University dan Michael McKinley dari Australian National University. Menurut mereka, Gillard hanya punya waktu enam bulan untuk mempersatukan partainya “Kepemimpinan Gillard sudah mentok. Rudd atau calon lain harus kembali menantang dia sebelum pemilu tahun depan,” ujar Economou. McKinley malah yakin, jika dalam waktu enam bulan popularitas Gillard tak meningkat, Partai Buruh bakal kalah telak dalam pemilu. Sayang, Rudd yang punya kans paling besar untuk mengalahkan Gillard enggan mencalonkan diri lagi. Bagi Rudd, kekalahannya kemarin menjadi bukti bahwa Gillard masih menjadi sosok pemimpin (sementara) yang ideal bagi Partai Buruh. Karena itu, dia menerima dengan besar hati. Bahkan, dia mengimbau semua politisi partainya untuk bersatu di belakang Gillard yang lama menjadi rival politiknya itu. “Saya tidak menyimpan dendam. Jika saya melakukan kesalahan atau menyakiti seseorang lewat tutur kata, saya minta maaf,” ungkapnya. Dia menambahkan bahwa saat ini adalah waktu yang tepat untuk membalut luka partai. Namun, Rudd jelas tetap tidak akan melupakan “kudeta” Gillard pada Juni 2010 yang berujung pada pergantian PM. Gillard yang saat itu menjabat sebagai wakil PM pun langsung menggeser posisi Rudd. Sejak saat itu, bersemilah bibit-bibit perpecahan di tubuh Partai Buruh yang berkuasa lagi sejak 2007 setelah sebelumnya koalisi Partai Liberal mendominasi politik Australia. (AP/AFP/BBC/hep/dwi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: