Berjamaah Sepakat Pungli
Pemkot Tantang Kemenkeu Potong DAU KEJAKSAN - Meski belum memiliki perda retribusi, Pemerintah dan DPRD Kota Cirebon sepakat tetap melakukan penarikan retribusi atau pungutan liar. Ditentukan saat rapat pimpinan antara Wali kota Subardi SPd dan para kepala OPD, serta pimpinan DPRD, di aula Griya Sawala, DPRD Kota Cirebon, Senin (27/2). Plt Wakil Ketua DPRD, Lili Eliyah mengatakan, terkait masalah retribusi ini seperti buah simalakama. Karena, bila distop bukan suatu hal baik, tapi bila dilanjutkan, hukum sudah di depan mata. Maka dari itu, kata Lili, selain dikonsultasikan ke Kemendagri, perda retribusi ini harus ditangani secara serius. “Kalau distop, sepertinya tidak. Karena Undang-undang No 28 tahun 2009 tidak menyebutkan sanksi secara tegas. Tapi kalau salah melangkah saja, hukum sudah di depan mata,” ujarnya. Politisi Partai Golkar ini menyatakan, bila pelayanan terkait masalah retribusi tetap dilakukan, maka tidak masalah melakukan penarikan. Kemudian penarikan retribusi itu bukan termasuk korupsi. Tapi bila retribusi tidak ditarik, pelayanan tetap diberikan, maka harus ada anggaran lain yang digunakan untuk menutupi operasional pelayanan retribusi. “Kalau retribusi distop, nanti seperti puskesmas dan rumah sakit mau dibagaimanakan? Biaya operasionalnya dari mana? Kalau retribusi distop tetapi pelayanan tetap ada, maka harus ada anggaran lain,” tukasnya. Sementara, Sekretaris Daerah, Drs H Hasanudin Manap MM mengatakan, bila pungutan retribusi ini dikatakan melanggar, maka sanksi yang mungkin diterima adalah pemotongan dana alokasi umum (DAU). Hal itu berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No 11/PMK.07/2010 tentang tata cara pengenaan sanksi terhadap pelanggaran ketentuan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah. “Bila memang sanksinya pemotongan DAU, mungkin itu tidak masalah. Yang menjadi masalah di sini kan bagaimana menarik retribusinya. Apakah memang harus dihentikan? Karena tidak mungkin kita hentikan,” jelasnya seraya menegaskan pelanggaran persoalan retribusi ini bukan tidak terkait dengan sanksi pindana. Dia mengatakan, mengenai retribusi, maka berhubungan pelayanan dan kepentingan masyarakat. “Kalau tidak dipungut, masa kita harus menutup pelayanan seperti puskesmas dan rumah sakit,” terangnya. Hasan juga mengatakan, pada hari ini, akan dilakukan tanggapan para fraksi dan jawaban wali kota terkait pembahasan raperda retribusi ini. Yang paling utama adalah retribusi Surat Izin Usaha perdagangan (SIUP) serta Tanda Daftar Perusahaan (TDP) sudah dihapus dan tidak dipungut lagi. Menurut Asisten Administrasi Pemkot, Nusyirwan Ilyas, bila penarikan retribusi distop, maka uang APBD harus dialihkan untuk meng-cover seluruh biaya pelayanan retribusi yang distop. “Kalau distop, APBD harus mensubsidi biaya retribusi yang distop dan itu tidak mungkin,” jelasnya. Dia juga mengatakan, Menteri Keuangan tidak bisa langsung memberikan sanksi sesuai Peraturan Menteri Keuangan No 11/PMK.07/2010, pasal 10 ayat B. Karena, pihak pemerintah kota harus menerima pembatalan dari pusat. “Secara substansi melanggar peraturan yang mana?” tukasnya. Maka dari itu, pria yang akrab disapa Irwan ini tidak sepakat bila dalam masalah retribusi ini, pemerintah kota dianggap melakukan korupsi gaya baru. “Kalau dikatakan korupsi gaya baru, maka Undang-Undang korupsinya harus dibedah ulang. Dan apa ada dalam Undang-Undang korupsi yang namanya korupsi gaya baru,” katanya. Anggota Komisi A DPRD Kota Cirebon, Cecep Suhardiman SH MH mengatakan, sangat memungkinkan bila perda tersebut cepat diselesaikan. Karena, bersifat delegatif dan yang utama adalah penyesuaian tarif sesuai dengan Undang-Undang. Di pembacaan kesimpulan, akhirnya pemerintah kota dan anggota dewan sepakat kalau penarikan retribusi tetap berlanjut. Dengan alasan, pelayanan kepada masyarakat. “Penarikan retribusi tetap dilakukan karena pelayanan masyarakat juga tidak bisa dihentikan,” ujar Ketua DPRD, Drs Nasrudin Azis SH. (kmg)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: