BKD Majalengka, Strata Pendidikan Bukan Jaminan

BKD Majalengka, Strata Pendidikan Bukan Jaminan

BKD Tidak Setuju Wacana Pengurangan PNS Non Sarjana MAJALENGKA - Wacana pemerintah pusat mempercepat masa pensiun PNS yang kualifikasi pendidikannya di bawah sarjana, dikhawatirkan bisa memunculkan komersialisasi di lingkungan pendidikan tinggi. Wakil Ketua DPRD Drs H Ali Surahman menyebutkan, jika kebijakan ini jadi ditetapkan maka akan merugikan para PNS dengan kualifikasi pendidikan non sarjana yang telah mengabdi selama bertahun-tahun bahkan ada yang sudah puluhan tahun. Sehingga para PNS yang tidak ingin terdepak akan beramai-ramai sekolah atau kuliah instan di berbagai jenjang pendidikan. Misalnya yang ingin sarjana berburu kuliah di perguruan tinggi, dan membuka peluang bagi perguruan tinggi untuk mengkomersialisasi program studinya tanpa mengedepankan kualitas. Kebijakan itu justru kontradiktif dengan misi Kementerian Ristek Dikti yang terus membenahi mutu dan kualitas perguruan tinggi. “Tidak adil kalau PNS yang ijazahnya non sarjana harus pensiun dini. Tidak bisa standar efektivitas pekerjaan hanya diukur dari jenjang pendidikan. Siapa tahu PNS non sarjana kinerjanya lebih efektif dibanding yang sarjana. Rata-rata yang berijazah non sarjana itu bidang pekerjaanya sebagai pelaksana atau ujung tombak di lapangan. Yang sarjana belum tentu mau berkeringat di lapangan atau jadi ujung tombak,” tegasnya. Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Majalengka Dr H Sanwasi MM mengaku belum mendapat petunjuk resmi dari pemerintah pusat. Dia juga baru mengetahui kabar tersebut dari media massa nasional. “Baru baca di koran nasional tadi, belum ada petunjuk resmi dari pusat baik itu dalam bentuk surat edaran, rapat koordinasi,  keputusan menteri dan sebagainya. Jadi saya juga belum tahu informasi resminya seperti apa,” kata Sanwasi. Sanwasi juga memandang kurang cocok jika kebijakan tersebut diterapkan. Sebab belum tentu prestasi dan kualitas kinerja PNS bisa diukur hanya dari indikator kualifikasi pendidikan saja. Akan lebih sesuai jika penilaiannya dilakukan dengan cara yang lebih objektif. Misalnya penilaian prestasi pribadi PNS diukur dari tingkat kedisiplinan, kepatuhan terhadap aturan dan tata tertib, tingkat kehadiran, dan sebagainya. Menurutnya, hal-hal semacam itu perlu ada kontrol yang ketat dan evaluasi rutin dari para atasan langsung setiap PNS yang bersangkutan. Misalnya untuk PNS fungsional dikontrol dan dievaluasi oleh para kasi, kemudian para kasi dikontrol dan dievaluasi oleh para kabid, dan seterusnya hingga tahapan kontrol dan evaluasi dilakukan langsung oleh kepala daerah selaku pejabat pembina kepegawaian. Mengenai imbas yang akan dialami Kabupaten Majalengka jika wacana tersebut benar, tentu akan merugikan mengingat saat ini saja sekitar 13 ribu PNS di Pemkab Majalengka masih jauh dari angka ideal jika dibandingkan dengan hasil analisa jabatan dan analisa beban kerja (anjab-ABK). Kebutuhan PNS yang ideal untuk Pemkab Majalengka ada di angka 18 ribu hingga 19 ribu PNS. (azs)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: