25 Maret, Hari Terakhir Bongkar Muat Batubara

25 Maret, Hari Terakhir Bongkar Muat Batubara

CIREBON - Aktivitas bongkar muat batubara di Pelabuhan Cirebon, akhirnya ditutup. Penutupan tersebut terhitung mulai 26 Maret mendatang. Pasalnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI melalui Dirjen Perhubungan Laut mengeluarkan surat Nomor PP 001/1/16/DJPL-16 perihal penutupan sementara bongkar muat batubara yang diterbitkan pada 11 Maret kemarin. Dalam surat tersebut, batas waktu bongkar muat batubara 14 hari terhitung sejak surat itu diterbitkan. General Manager Pelindo II Cabang Cirebon, Hudadi Soerja Djanegara mengatakan, saat ini aktivitas bongkar muat batubara masih berjalan, hingga 25 Maret mendatang. Lewat dari tanggal itu, Pelabuhan Cirebon sudah tidak menangani bongkar muat batubara sampai revisi Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) Pelindo diselesaikan. “Sisa tongkang pengangkut batubara yang bersandar dan masih dalam perjalanan menuju Pelabuhan Cirebon sedikitnya tersisa 24 kapal tongkang. Setelah semuanya habis, kita sudah tidak akan menangani bongkar muat batubara lagi,” ujar Hudadi saat konferensi pers di salah satu rumah makan di Kota Cirebon, Senin (14/3). PT Pelindo II Cirebon membantah jika izin amdal menjadi alasan ditutupnya bongkar muat batubara di Pelabuhan Cirebon. Pelindo menyatakan izin amdal tersebut atas dasar surat rekomendasi dari KSOP terkait Rencana Induk Pelabuhan (RIP) Cirebon. Dia mengatakan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meminta Pelindo segera menyelesaikan revisi izin amdal, sementara salah satu syarat kelengkapan harus ada surat dari KSOP tentang rencana pengembangan Pelabuhan Cirebon. \"Bagaimana kami bisa mengurus amdal jika surat dari KSOP belum diterbitkan. Sedangkan selama ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI jarang berkomunikasi dengan kami,\" keluh dia. Menurut Hudadi, dengan adanya penutupan bongkar muat batubara dari Kementerian Perhubungan, sangat berpengaruh pada pengembangan RIP. Bahkan, RIP terancam batal. Padahal yang selama ini menjadi persoalan bukan bongkar muatnya, tapi masalah debu yang mencemari lingkungan sekitar Pelabuhan Cirebon. \"Pencemaran debu sudah berkurang dengan upaya yang kami lakukan. Salah satunya memasang alat penahan debu agar tidak mencemari lingkungan. Sejauh ini, upaya tersebut berhasil karena sudah tidak ada keluhan dari warga akan pencemaran debu,” katanya. Menurut Hudadi, walaupun ditutup sementara oleh KSOP dan meminta Pelindo melakukan perbaikan dokumen amdal, kegiatan bongkar muat tetap ada, yang tidak ada hanyalah bongkar muat batubara. “Kita hanya pengguna jasa. Konsesi yang kita dapatkan itu dari Kementerian Perhubungan dan kita bayar kepada Kemenhub,” tegasnya. Pihaknya tidak menampik jika polemik ini terus berkelanjutan, pengembangan Pelabuhan Cirebon bisa batal karena investornya merasa tidak nyaman berinvestasi di Kota Cirebon. “Kalau batubara tidak boleh, ya kita kaji ulang investasi pengembangan pelabuhan, dan pemegang saham bisa saja membatalkan pengembangan Pelabuhan Cirebon,” tegasnya. Berdasarkan rencana pengembangan pelabuhan, bongkar muat batubara berada di tengah laut dan jauh dari penduduk. Hudadi mengingatkan, bahwa Pelabuhan Cirebon adalah pelabuhan umum, bukan khusus batubara. Untuk itu, jika volume bongkar muat batubara berkurang, maka investor juga akan berpikir ulang menanamkan investasi di Kota Cirebon. Belum lama ini, pihaknya juga mengurus revisi amdal ke Kementerian Lingkungan Hidup (LH), tapi terkendala oleh RIP yang belum jadi. Karena itu, dirinya heran dengan LH yang menganggap Amdal Pelindo sudah kedaluarsa, padahal pihaknya selalu memperbaharui amdal. Hanya saja, untuk amdal sekarang karena pengembangan pelabuhan mesti ada RIP, maka belum bisa dilakukan. Sementara itu, Manager Operasional PT Pelindo II Cabang Cirebon, Yossy menegaskan, PT Pelindo II Cabang Cirebon punya dokumen amdal, dan LH meminta revisi amdal. Namun revisi amdal ini tidak bisa diproses sebelum RIP kelar. Saat ini, RIP belum selesai, sedangkan yang bertanggung jawab terhadap RIP adalah KSOP. KSOP, sambung Yossy, sudah mempercepat pengajuan rekomendasi ke walikota dan gubernur atas studi RIP. Keberadaan RIP ini nantinya untuk 50 hingga ratusan tahun yang akan datang. Bahkan Pelindo pernah berinisiatif mempercepat RIP karena revisi amdal tidak bisa dilakukan selama RIP belum keluar. “Revisi amdal sudah kita ajukan sejak tahun 2005,” ujarnya. Yossy juga menyinggung tentang polemik yang muncul di media selama ini, sebenarnya inti permasalahannya adalah debu batubara yang tidak bisa diatasi. Apabila sudah bisa diatasi, persoalan debu mestinya sudah selesai, bukan malah melebar menutup bongkar muat batubara. “Kalau debu selesai dan teratasi, berarti ya selesai,” terangnya. Yossy kembali mengingatkan warga jika tidak menginginkan pelabuhan berkembang, berarti turut membinasakan perekonomian, karena kemajuan perekonomian salah satunya berasal dari pelabuhan. Padahal inti masalah sebenarnya ada pada debu. “Kalau debu tidak bisa dikelola, ya tutup saja. Tapi kalau sudah bisa diatasi ya selesai masalah,” ungkapnya. Manager Teknik PT Pelindo II Cabang Cirebon, Afif Somadi menambahkan, pihaknya saat ini sedang proses kena sanksi. Namun, pihaknya tidak diam tapi terus melakukan revisi amdal. “Karena RIP disusun oleh Kemenhub. Kalaupun awalnya Pelindo berinisiatif membuat RIP, dalam perjalanannya pemerintah menyusun RIP,” kata Afif. Terpisah, Walikota Cirebon Drs Nasrudin Azis meminta kepada semua kalangan baik pengusaha, Pelindo II Cirebon, dan KSOP menerima keputusan dari Kementerian Perhubungan RI terkait penutupan sementara batubara di Pelabuhan Cirebon pada akhir Maret mendatang. Upaya yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan merupakan bentuk jawaban masyarakat yang meminta penutupan bongkar muat secepatnya. Artinya, masalah batubara sudah final. Sehingga, seluruh pihak harus menerima dengan lapang dada. “Semua keputusan pasti yang dirugikan dan ada pula yang diuntungkan. Semua keputusan ada dampak positif dan negatif. Keputusan dari pusat adalah yang terbaik, maka kami dukung sepenuhnya,\" kata mantan ketua DPRD Kota Cirebon itu. (sam/abd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: