Batubara Distop, Produksi Indocement Turun 50 Persen

Batubara Distop, Produksi Indocement Turun 50 Persen

CIREBON - Satu dari dua pabrik di PT Indocement Tunggal Prakarsa TBK mulai hari ini tidak lagi beroperasi. Penutupan satu pabrik tersebut lantaran suplai bahan baku (batubara) produksi semen dari Pelabuhan Cirebon bakal ditutup pada 26 Maret mendatang. “Besok (hari ini, red) satu pabrik pengolah semen di Indocement ditutup. Penutupan pabrik tersebut imbas dari rencana penutupan aktivitas bongkar muat batubara di Pelabuhan Cirebon pada pekan depan,” ujar Supply Department Head PT Indocement Cirebon, Agus Triwono kepada Radar, Jumat (18/3). Menurutnya, keberadaan batubara sangat penting untuk memperlancar produksi semen. Dalam satu hari, Indocement membutuhkan 800 ton batubara untuk satu pabrik. Jika satu pabrik semen ditutup, maka akan terjadi penurunan produksi 50 persen dari produksi normal mencapai 3.500 ton semen per hari. “Untuk memenuhi target produksi semen guna meningkatkan pembangunan di Indonesia, PT Indocement membutuhkan 1.600 ton batubara. Kalau ditutup satu pabrik, maka kerugian perusahaan karena tidak produksi sebesar Rp6 miliar per hari atau 5.000 ton semen per hari,\" bebernya. Lebih lanjut dia mengatakan, imbas dari penutupan satu pabrik produksi semen pada para pekerja. Sebab, dalam satu pabrik terdapat 700 karyawan berstatus organik, serta 3.500 karyawan berstatus non organik. \"Potensi karyawan untuk dirumahkan sangat besar,\" sambungnya. Selain ada kerugian, kata Agus, penutupan satu pabrik juga menjadikan cost maintenance meningkat. Sebab, ketika pabrik semen dinyatakan berhenti sementara, maka butuh 150-200 kilo liter bahan bakar Industrial Diesel Oil (IDO) dengan waktu sekitar dua minggu untuk menyalakan mesin. \"Mesin menyala dan normal barulah kami pakai batubara untuk produksinya. Nah, IDO itu ongkosnya sangat mahal. Maintenance mesin saja mahal sekali. Padahal penggunaan batubara itu sejak tahun 1990 yang sebelumnya produksi menggunakan gas pada tahun 1984,\" bebernya. Dia mengaku, pihaknya belum dapat memprediksi harga jual semen PT Indocement pasca penutupan satu pabrik tersebut. Dia berharap, ada perubahan kebijakan dari pemerintah untuk tidak menutup aktivitas batubara. \"Menurut UU Objek Vital Nasional (Obvitnas) pabrik semen bagian dari objek vital nasional, jadi harus dilindungi,\" katanya. Sementara itu, Ketua Asosisasi Pengusaha Batubara Cirebon (APBC) Achmad Berliana Zulkifli membeberkan, satu kapal tongkang bermuatan 7.500 ton. Sementara harga satu ton batubara Rp600 ribu. Jika ditotal, satu kapal tongkang pengangkut batubara Rp4,5 miliar. Sedangkan kapal tongkang yang masuk di Pelabuhan Cirebon 40 sampai 50 kapal. Jika dihitung bersih bongkar muat batubara sampai ke pabrik-pabrik industri dalam satu bulan di angka Rp500 miliar atau setengah triliun. “Dari 7.500 ton batubara itu, diangkut 290 sampai 300 dumptruck. Sedangkan dalam satu dumptruck itu mengangkut 25 ton batubara. Dalam satu bulan jumlah kapal tongkang yang masuk ke Pelabuhan Cirebon sekitar 40 sampai 50 tongkang. Kalau dihentikan, maka potensi Rp500 miliar perbulan bakal hilang,” ucapnya. Dia mengatakan, kebutuhan batubara ini sangat besar untuk puluhan hingga ratusan perusahaan yang bergerak di bidang industri. Sedangkan satu industri membawahi puluhan ribu karyawan. “Jika aktivitas bongkar muat batubara dihentikan, maka dampaknya tetap karyawan. Tidak usah jauh-jauh. Satu dari dua pabrik Indocement esok hari sudah tidak beroperasi lagi,” ucapnya. Pria yang akrab disapa Ade Bum ini berharap, pemerintah pusat mengurungkan penutupan aktivitas bongkar muat batubara. Sebab, ketika ditutup akan menimbulkan multiplayer effect. Terutama pada dampak sosial ekonomi masyarakat yang selama ini menggantungkan hidupnya pada batubara. Hal senada diungkapkan Wakil Ketua APBC Agus Purwanto. Dia mengatakan, jika benar aktivitas bongkar muat batubara ditutup, maka ribuan pekerja yang menganggur, perusahaan yang bergerak di bongkar muat batubara pun nganggur. Selain itu, puluhan kendaraan seperti excavator, dumptruck dan sejumlah alat berat lainnya tidak beroperasi. “Dampak sangat luas terutama masalah ekonomi sosial. Akan ada perampingan tenaga kerja dalam setiap perusahaan. Dari sisi pengusaha batubara, kita belum menghitung berapa kerugian akibat penutupan batubara. Kami tetap berharap, penutupan batubara ini hanya bersifat sementara,” tuturnya. Agus mengaku bingung mau pindah ke mana lagi untuk usaha bongkar muat batubara. Sebab, di Cirebon tidak ada pelabuhan. Sementara untuk membangun pelabuhan itu membutuhkan waktu yang sangat panjang. Di Cirebon memang ada pelabuhan, tapi itu pelabuhan khusus (pelsus). “Pelsus itu kan hanya ada di PLTU Kanci di Kabupaten Cirebon dan PLTU Sumur Adem di Kabupaten Indramayu,” ucapnya. Dia mengungkapkan, dari data yang masuk, masih ada 18 kapal tongkang yang mengantre di laut, ditambah dua kapal lagi sedang menuju ke Pelabuhan Cirebon. Jadi total sebanyak 20 kapal. Sementara, kebutuhan batubara untuk industri tidak boleh putus. “Kebutuhan batubara paling besar dari Pelabuhan Cirebon ini, 80 persen masuk ke wilayah Kota/Kabupaten Bandung. Sisanya, ke Purwokerto, Pekalongan dan Subang,” ungkapnya.(sam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: