Di Buntet, Menag Curhat Soal Kitab Kuning

Di Buntet, Menag Curhat Soal Kitab Kuning

ASTANAJAPURA - Belakangan, Menteri Agama Republik Indonesia Drs Lukman Hakim Saifuddin mengaku prihatin dengan kualitas akademik pesantren yang menurun. Sehingga, ini akan menjadi tantangan berat bagi kalangan pesantren untuk menghadang pemikiran radikal keagamaan yang kini semakin marak. Menurut Menteri Lukman, berdasarkan hasil kajian dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Agama Republik Indonesia, bahwa kitab kuning yang diajarkan mayoritas kiai di lingkungan pesantren, ternyata hanya sekitar 13 kitab saja. Padahal, ada ratusan kitab kuning. Bahkan, ada fakta yang menunjukkan santri yang menjadi responden dalam penelitian Kementerian Agama Republik Indonesia. Hanya mengaji rata-rata sembilan kitab kuning saja. Artinya, kajian kitab kuning semakin menurun, tidak hanya dari segi kuantitas, tapi juga kualitasnya. “Ini menjadi tantangan sangat luar biasa bagi kita semua, khususnya dunia pesantren,” tuturnya. Oleh sebab itu, pihaknya menyampaikan rasa terima kasih kepada pondok pesantren yang masih konsisten mengajarkan para santrinya untuk mengkaji kitab kuning dengan pola salafiyyah. “Saya yakin, dengan mengaji kitab kuning, maka semakin kuat ilmu keagamaannya,” imbuhnya. Meskipun demikian, Kementerian Agama Republik Indonesia juga tidak tinggal diam. Pada aspek kelembagaan, pihaknya mengeluarkan kebijakan, baik yang berkaitan dengan kelembagaan pendidikan agama Islam, maupun afirmasi program bantuan untuk pondok pesantren. Pada kelembagaan pendidikan, kementerian telah membuka lembaga baru atau memberikan pilihan kepada masyarakat untuk mendidik putra dan putrinya untuk menjadi kader ulama melalui satuan layanan pendidikan maudalal dan ma’hal ali. Lembaga pendidikan itu adalah satu rumpun pendidikan yang bersifat formal guna menciptakan ahli ilmu pendidikan Islam. Itu menjawab atas langkanya kader mutafaku fiddin. Layanan seperti ini sudah ada di pesantren, dilakukan secara terstruktur dan berjenjang melalui pendidikan formal. Sekaligus sebagai program wajib belajar pendidikan dasar dalam pesantren yang memiliki Civil Effect seperti madrasah dan sekolah. “Program ini juga menjadi upaya peningkatan pendidikan di pesantren yang berbasis kitab kuning,” bebernya. Sementara, dari aspek afirmasi bantuan, Kementerian Agama Republik Indonesia telah memberikan wujud kongkret bantuan kepada santri yang tidak memiliki layanan pendidikan umum dan berasal dari keluarga miskin, melalui Program Indonesia Pintar (PIP). Dengan demikian, para pemimpin pondok pesantren harus melakukan koordinasi dengan kementerian agama, baik di tingkat kabupaten, provinsi maupun pusat untuk mengikuti kebijakan ini sesuai aturan yang ditetapkan. “Ini merupakan wujud kehadiran negara yang peduli terhadap anak bangsa yang ada di pesantren, yang kita itu meninggal,” pungkasnya. (jun)        

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: