Uang Saku Anak Sekolah Zaman Sekarang Nyaris Setara Cicilan Mobil

Uang Saku Anak Sekolah Zaman Sekarang Nyaris Setara Cicilan Mobil

Soal uang jajan besarnya memang relatif, karena kebutuhannya pun beda. Tapi, cukup mengherankan ketika nyaris setiap pulang sekolah kafe dan restoran cepat saji dipenuhi anak-anak sekolah. Masih lengkap berseragam dan menggendong tas sekolah, mereka terlihat memadati kafe dan rumah makan siap saji terutama yang lokasinya dekat dengan kawasan pendidikan. SEPERTI yang diketahui, untuk makan di kafe atau rumah makan siap saji butuh uang tak sedikit. Lantas, kalau bisa nongkrong atau makan di kafe tiap hari, uang sakunya berapa ya? \"Aku lima puluh ribu, sampe sore sekalian les sih,\" ujar Lisa Andini (14), saat ditemui Radar di McDonald\'s. Siswi SMPN 1 Cirebon itu bersama kedua rekannya Prinindya (15) dan Rima Shanda (14) tengah makan siang usai pulang sekolah. Sembari memegang gadget-nya masing-masing, mereka terlihat asik sendiri-sendiri. Gadget kelas premium yang menjadi pegangan mereka, menjadi salah satu pelengkap keseruan kongkow siang itu. Prinindya dan Rima Shanda pun tak jauh beda dengan Lisa. Keduanya mengaku dikasih uang saku Rp50 ribu dalam sehari oleh orang tuanya. Uang saku tersebut habis untuk ongkos transportasi, jajan, makan siang, dan sebagian ditabung. \"Lima puluh ribu kalau les, kalau gak les paling tiga puluh ribu,\" ujar Prinindya. Lalu kenapa memilih kafe atau rumah makan siap saji? Kan nggak murah? \"Asik soalnya kalau di kafe atau rumah makan gini, selain makan bisa wifi-an juga,\" lanjut Lisa. \"Iya, sambil nunggu waktu les enak nongkrong disini wifi-an cari informasi,\" timpal Rima yang duduk berderet. Ditemui di tempat yang sama, Tegar (12), siswa SDN Kartini 1 Cirebon berbeda dengan Lisa dan teman-temannya. Kalau Lisa ke kafe atau rumah makan siap saji untuk makan dan kongko, Tegar hanya nongkrong sambil menunggu waktu les atau jemputan. \"Nunggu jemputan atau mau les, kan lama nunggunya,\" ujarnya. Tegar bersama kedua rekannya Louise (12) dan Arif (12) mengaku hanya membeli cemilan atau minuman saja. Karena mereka harus menghemat uang saku. Diakui Tegar, ia biasa diberi uang saku oleh orang tuanya Rp15 ribu. \"Aku soalnya dijemput jadi gak mikirin bayar angkot,\" katanya. Berbeda dengan Louise yang mengaku dapat uang saku setiap hari Rp10 ribu dan Arif Rp20 ribu. Itu sudah termasuk untuk uang jajan dan menabung. \"Kalau pulangnya sore atau ada les dijemput, jadi bisa nabung. Tapi kalau masih siang naik angkot,\" ungkap Rima. Kemudian ada juga Putri (16). Siswi salah satu SMA negeri di Jalan Perjuangan ini mengaku uang saku yang diterima dari orang tuanya sehari Rp60 ribu. Itu sudah termasuk ongkos transportasi, jajan dan menabung untuk keperluan sekolah. \"Kadang suka beli buku atau untuk kegiatan ekskul, kan harus punya uang. Itu biasanya dari uang saku ditabungin,\" tuturnya. Sesekali Putri mengaku nongkrong di mal atau kafe. Itu dilakukannya pulang sekolah. \"Biasanya sambil diskusi kelompok,\" katanya. Melihat kebutuhan para siswa tersebut, jumlah uang jajan yang diberikan tergolong ideal. Tapi, Psikolog Stefanie Pekasa MPsi punya pandangan lain. Intinya, uang jajan bukan pada besar atau kecil nominalnya, tapi bagaimana memberi pelajaran kepada anak untuk mengelola uang. Dia mengatakan, penentuan uang jajan tergantung kemampuan keluarga masing-masing. Namun yang terpenting, anak belajar untuk mengatur uang. Bisa dimulai sejak usia dini seperti saat anak duduk di bangku SD. Jadi orang tua juga perlu membatasi, artinya jangan memberikan berlebihan dan memberikan kesempatan anak untuk belajar mengelola diri. \"Anak belajar membelanjakan uang sesuai kebutuhannya dan juga menyisihkan sebagian uang miliknya untuk ditabung,\" katanya. Untuk anak SD, lanjut Stefanie, bisa dimulai dengan uang jajan selama dua hari, lalu naik selama empat hari atau seminggu. Untuk anak SMP dan SMA bisa dikelola dalam satu bulan. Dicoba dulu dari jumlah uang sedikit dan waktu tidak panjang. Orang tua jangan mudah memberikan uang ketika di tengah bulan, uang sudah habis. Namun jumlah yang diberikan pun tentunya wajar sesuai kebutuhan anak. Jadi sudah diperkirakan bahwa uang tersebut akan cukup dan bahkan masih bisa ditabung oleh anak. \"Bukan berarti keluarga dengan ekonomi tinggi memberikan uang jajan jumlah besar pula. Yang penting sesuai kebutuhan anak bukan keinginan anak. Jadi anak bisa belajar berhemat dan menunda keinginan,\" sarannya. (mike dwi setiawati)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: