Takut Seperti Banceuy,  Lapas Gintung Diperketat  

Takut Seperti Banceuy,  Lapas Gintung Diperketat  

CIREBON – Kebakaran di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Banceuy, Bandung, Sabtu (23/4), membuat pihak Lapasustik Gintung, Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon super waspada. Petugas memperketat keamanan dan pemeriksaan di area lapasustik, agar tidak terjadi peristiwa serupa. Kepala Lapasustik Gintung, Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, Heni Yuwono mengatakan, untuk mengantisipasi kericuhan dan kejadian kebakaran di area lapas yang dipimpinnya, pihaknya melakukan pengamanan dan pemeriksaan ketat. Setiap hari dilakukan tiga kali. Selain itu juga, pihaknya mengedepankan pendekatan dan komunikasi yang lancar pada penghuni lapas, agar para penghuni terpenuhi hak-haknya selama di dalam lapas. “Untuk menghindari kericuhan di dalam lapas, kami melakukan upaya pendekatan secara persuasif, kekeluargaan dan humanis. Cara itu yang kita lakukan, agar para penghuni lapas merasa nyaman dan tidak terjadi penolakan atau kericuhan,” katanya saat diwawancarai di ruangannya, Sabtu (23/4). Heni mengakui, dilihat dari jumlah personel dan over kapasitas penghuni, memang sangat rawan. Kondisi serupa terjadi di Bengkulu dan Bandung. Oleh karena itu, pihaknya terus melakukan upaya-upaya semaksimal mungkin agar tidak terjadi peristiwa serupa. “Kemungkinan kejadian di beberapa lapas, dipicu karena over kapasitas penghuni. Sedangkan petugas minim. Hal lain, karena tidak berjalannya komunikasi baik antara penghuni dan petugas,” bebernya. Meski penghuni Lapasustik Gintung melebihi kapasitas yakni 904 orang penghuni (idealnya hanya 428 penghuni), dengan 428 petugas lapas, namun dia bersyukur komunikasi antara penghuni dan petugas berjalan lancar. Sementara, untuk melakukan pemeriksaan di ruang-ruang penghuni, pihaknya memiliki program “Tiada hari tanpa geledah, tiada hari tanpa kontrol”, dengan sistem setiap blok memiliki wali dari petugas. Wali tersebut bertugas untuk memberikan pengertian terhadap para penghuni yang melakukan pelanggaran, dan meminta hak-haknya selama di dalam lapas. “Penggeledahan dan kontrol pada setiap blok, kita lakukan setiap hari sebanyak tiga kali. Dan setiap wali selalu mengontrol setiap bloknya, sekaligus mendengarkan keluhan dari para penghuni. Kemudian dilakukan evaluasi untuk memberikan kenyamanan pada penghuni. Kami tetap mengedepankan komunikasi dengan para penghuni,” katanya. PEMBANGUNAN TEMBOK BUTUH RP11 MILIAR Sementara, tembok pembatas Lapasustik Gintung, Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, yang beberapa hari lalu ambruk, membutuhkan anggaran sekitar Rp11 miliar. Menurut Heni, tembok lapas tersebut bukan hanya yang ambruk, tetapi harus direhab secara keseluruhan. “Melihat bangunan tembok lapas sudah termakan usia, dan mengkhawatirkan akan kembali runtuh. Kami berencana tembok yang mengelilingi lapas akan direhab semua, karena kondisi bangunan terlihat sudah termakan usia,” katanya. Pembangunan diperkirakan Juni 2016 mendatang. Saat ini, pihaknya masih menunggu anggaran dari APBN. Pihaknya sudah melakukan koordinasi dan ajuan sebelum dan terjadinya ambruk tembok tersebut. Untuk melakukan pengamanan di lingkungan lapas saat ini, pihaknya membangun tembok sementara menggunakan bahan baku seng dan kayu, yang berdiri di atas tembok yang roboh. Selain pagar darurat, tetap dilakukan pengamanan dengan bantuan lima personel dari pihak kepolisian dan TNI. Seperti diberitakan sebelumnya, karena dimakan usia, sebuah tembok  lapis dua di bagian belakang Lapasustik Gintung, ambruk sekitar 50 meter setelah diterjang hujan dan angin kencang, Kamis (31/3). Ambruknya tembok tersebut diketahui sekitar pukul 14.00. Kejadian tersebut diduga karena bangunan sejak tahun 2000 lalu, dan digunakan pada 2002, sehingga kondisinya sudah tua dimakan usia. Terlebih lagi tanah di wilayah Desa Gintung, sangat labil. Sehingga sangat rawan ketika terkena goncangan ataupun terhempas oleh hujan dan angin kencang. (arn/sam)      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: