Long Weekend, Volume Sampah Meningkat Tajam

Long Weekend, Volume Sampah Meningkat Tajam

ARGASUNYA - Libur panjang ternyata berdampak kepada meningkatnya volume sampah. Dalam kondisi normal, Kota Cirebon menghasilkan sampah 698 meter kubik. Di momen long weekend, volume sampah menggunung sampai 720 meter kubik. “Ini salah satu dampak banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Cirebon. Paling tidak naiknya sekitar 26 meter kubik,” ujar petugas lapangan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kopi Luhur, Yanto, Senin (9/5). Meurut Yanto, volume sampah yang paling besar berasal dari sisa makanan. Bisa jadi wisatawan berkunjung ke Cirebon karena ingin berburu kuliner khas Cirebon. Sampah bekas kuliner itu didominasi plastik kemasan, kertas dan sisa makanan. Dengan meningkatnya tumpukan sampah di kota, petugas Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) melakukan pengangkutan hingga 89 rit. Pengangkutan sendiri dilakukan 25 kendaraan yang ada di tiap TPS. “Satu kontainer berisi empat meter kubik sampah. Jadi sudah terbayang betapa repotnya petugas kita bekerja,” tutur dia. Selain tumpukan sampah sisa liburan, sejumlah tempat pembuangan sampah (TPS) juga berfungsi kurang optimal. Salah satunya indikatornya adalah difungsikan kembali Tempat Pembuangan Akhir (TPA)  Grenjeng, Kelurahan/Kecamatan Harjamukti. Padahal, TPA ini sudah lama ditutup. Ternyata, diam-diam eks TPA Grenjeng ini difungsikan kembali, bahkan ada pungutan kepada warga. Warga Jl Kalitanjung, Agung mengakui kondisi ini. Bahkan usai kerja bakti akhir pekan, sampahnya dibuang ke eks TPA  Grenjeng. “Lebih dekat dibandingkan harus ke TPS Jl Evakuasi. Jalannnya juga nanjak, berat bawa gerobak,” tutur dia. Warga rela membayar Rp5 ribu per gerobak untuk bisa membuang sampah di lokasi itu. Disinggung siapa yang menarik biaya untuk pembuangan sampah? Agung mengaku kurang paham. Justru dirinya mendapatkan informasi itu dari warga. Terpisah, Ganefo Ujianto dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) membantah pungutan yang ditarik dari warga yang membuang sampah adalah petugas DKP. Menurut dia, yang menarik pungutan adalah pemulung. Ganefo menjelaskan, biasanya yang menarik pungutan itu adalah pemulung yang biasa ada di TPS, warga yang ingin membuang sampah ke truk sampah oleh pemulung disarankan untuk tidak langsung dimasukkan ke truk sampah, tapi disuruh disimpan di bawah. “Pemulung biasanya minta dibayar Rp2 ribu untuk ongkos tenaga memasukkan sampah ke truk sampah. Tapi oleh pemulung sampah tersebut sebelum dimasukkan ke truk sampah terlebih dahulu dikorek-korek, sekiranya ada barang yang bisa mereka ambil,” bebernya. Dengan cara ini, lanjut Ganefo, pemulung punya dua keuntungan. Pertama mengorek sampah yang bisa mereka ambil untuk dijual dan yang kedua mereka mendapatkan uang ongkos memasukkan sampah tersebut kedalam truk sampah. “Kalaupun ada yang tarik pungutan, jelas bukan DKP. Biasanya para pemulung,“ pungkasnya. (abd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: