Sejumlah Kasus Kekerasan Seksual di Cirebon Lolos dari Perppu

Sejumlah Kasus Kekerasan Seksual di Cirebon Lolos dari Perppu

JAKARTA - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang perubahan kedua UU Perlindungan Anak, tidak bisa diberlakukan untuk kasus-kasus yang baru terungkap. Hukuman pelaku kasus-kasus predator seksual yang terungkap belakangan ini masih akan mengacu aturan lama. Penyidik diharapkan betul-betul bisa memahami Perppu itu. Perppu Nomor 1 Tahun 2016 itu ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 25 Mei lalu. Artinya, Perppu hanya bisa diberlakukan untuk kasus-kasus yang akan terjadi kemudian. “Itu tidak berlaku untuk kasus Yuyun,” ujar Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran Prof Romli Atmasasmita saat berbincang dengan Jawa Pos (Radar Cirebon Group) kemarin (26/5). Dia menjelaskan, Perppu tersebut mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Dalam aturan hukum, yang berlaku adalah tempus delicti alias waktu kejadian. Kasus-kasus seperti yang terjadi di Cirebon, Bengkulu, maupun daerah lainnya tidak bisa menggunakan Perppu itu sebagai dasar penyidikan. “Perkosaan terjadi pada tanggal sebelum 25 Mei itu,” lanjutnya. Di Cirebon, pekan lalu Radar Cirebon sempat menurunkan berita kekerasan seksual yang menimpa bocah 11 tahun warga Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon. Korban diperkosa ayah tirinya, UN (38). Kasus asusila itu kemudian dilaporkan keluarga korban bersama kuwu ke Polres Cirebon. UN sendiri kabur dan sampai saat ini masih diburu polisi. Bagi Romli, yang terpenting saat ini adalah para penyidik harus diberi sosialisasi dan pemahaman terlebih dahulu. Sehingga, tidak sampai keliru dalam menyidik. Jangan sampai kasus-kasus yang terungkap setelah tanggal 25 Mei langsung menggunakan Perppu. Sebab, belum tentu kasus tersebut terjadi setelah 25 Mei. Untuk kasus yang terjadi sebelum 25 Mei, digunakan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan pertama UU Perlindungan Anak. UU tersebut mengatur pidana maksimal penjara 15 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar. Dalam UU tersebut sebenarnya sudah ada pemberatan hukuman dengan menambah sepertiga dari ancaman hukuman yang ada. Namun, itu hanya berlaku bagi pelaku tertentu. Di antaranya, orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik, dan tenaga kependidikan. (byu/idr/lum/JPG)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: