Pemkab Majalengkan Dianggap Kurang Terbuka

Pemkab Majalengkan Dianggap Kurang Terbuka

MAJALENGKA – Transparansi dan keterbukaan informasi antara eksekutif terhadap legislatif dinilai masih kurang maksimal. Anggota DPRD mengeluhkan jika selama ini cukup kesulitan untuk mengakses informasi dari pihak eksekutif, yang menyebabkan terhambatnya fungsi pengawasan yang melekat pada tupoksi dewan. Sekretaris Komisi I DPRD Majalengka Drs Suheri menyebutkan, pihaknya cukup kesulitan ketika sejumlah produk hukum dan kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Majalengka, seringkali tidak bisa diakses cepat dan mudah oleh anggota DPRD. Misalnya, dalam bentuk perbup yang kaitannya dengan regulasi menjalankan sebuah program dan kebijakan. Dia mencontohkan, beberapa pekan ke belakang, Pemkab Majalengka telah menerbitkan Perbup nomor 9 tahun 2016, terkait regulasi pengaturan dana desa di Kabupaten Majalengka. Sebagai Komisi yang membidangi terhadap pemerintahan desa, cukup kesulitan untuk menjelaskan kepada konstituen maupun pemerintah desa yang hendak menanyakan adanya aturan ini. “Kadang kala kita minder juga ketika ditanya sama konstituen di desa-desa terkait pesoalan dana desa ini. Lah wong perbupnya juga belum pernah saya lihat, karena belum megang salinannya. Kalau baiknya sih ketika kita diberikan salinannya, agar bisa saling membina dan mengawasi penggunaannya,” kata Suheri. Pengalaman serupa juga pernah terjadi tahun lalu, ketika menjelang pelaksanaan pemilihan kepala desa (pilkades) serentak, hingga H-7 menjelang waktu pilkades serentak, Komisi I masih belum memegang regulasi perbup yang mengatur soal pilkades serentak ini. Akhirnya, langsung dikejar ke bagian pemerintahan di setda agar Komisi I bisa mempelajari regulasinya. “Waktu regulasi perbup soal pilkades serentak tahun lalu juga, masa harus kita kejar-kejar dulu ke pemda, baru dikasih salinannya. Saya rasa, ke depannya ini harus diperbaiki. Ketika produk hukum berupa perbup itu sudah sama-sama kita pegang, maka fungsi pengawasannya pun akan maksimal,” sebutnya. Wakil Ketua DPRD Drs M Jubaedi menambahkan, kesulitan pihaknya dalam mengakses informasi kebijakan maupun produk hukum yang dikeluarkan pemerintah daerah juga sangat dirasakan selama ini. Bahkan, untuk perda yang ditetapkan pun, kadang kala ketika diminta bentuk perda definitif yang sudah dilembardaerahkan dan sudah dinomori pun sulit. “Jangankan perbup, perda yang kita sahkan pun, kadangkala ketika kita minta salinan yang sudah dilembardaerahkan pun sulit. Harusnya keterbukaan informasi publik semacam ini mesti ditingkatkan. Logikanya, kita sebagai anggota dewan saja sulit untuk mengaksesnya, bagaimana kalau yang mau mengaksesnya masyarakat,” ujar politikus PKB ini. Misalnya, untuk perihal Perbup tentang Dana Desa, logikanya ketika salinan perbup tersebut dikirimkan kepada pemerintah pusat untuk persyaratan proses pencairan dana desa ke kas daerah, biasanya dibuat surat pengantarnya. Di dalam surat pengantar itu, biasanya ada tembusan kepada Gubernur, DPRD, Inspektoran, dan lainnya. Sehingga mestinya DPRD sudah mendapatkan salinan perbup tersebut. Sehingga, ke depannya pihaknya berharap jika sistem keterbukaan informasi ini bisa lebih ditingkatkan lagi. “Kan ada website resmi pemkab, mestinya ketika ada produk-produk hukum dari pemkab yang update, bisa langsung di-upload di website resmi pemkab. Supaya muncul iklim keterbukaan informasi yang baik,” imbuhnya. (azs)    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: