Ali…Ali…Ali… Berkumandang tanpa Henti
SALAH satu titik penting dari rute yang dilalui jenazah Ali sebelum dimakamkan adalah Muhammad Ali Center, gedung yang dibangun untuk menunjukkan kebanggaan warga Louisville, Kentucky, AS, atas prestasi yang diraih Ali. Satu titik lain adalah rumah kediaman Ali saat masih kecil yang berlokasi di pinggiran Louisville. Jaraknya sekitar 15 kilometer dari pusat Louisville untuk menuju ke sana. Saat Jawa Pos (Radar Cirebon Group) mengunjungi dua tempat itu kemarin, suasana sudah sangat ramai. Di Muhammad Ali Center, pengunjung terus berdatangan untuk menunjukkan rasa belasungkawa kepada almarhum petinju legendaris itu. Jumlahnya ribuan per hari. Walaupun jenazah sang legenda tidak berada di sana, niat khalayak untuk menaruh karangan bunga, foto almarhum, dan tulisan pesan di secarik kertas tidak pernah surut. Di Muhammad Ali Center itulah, tokoh-tokoh penting dunia datang untuk menunjukkan ungkapan belasungkawa. Di antara mereka ada sejumlah pemuka negara. Sebut saja Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Raja Jordania Abdullah II. Anggota keluarga Ali turut hadir. Mulai Lonnie Ali (istri), Laila Ali (putri kedelapan), hingga Sydney (cucu Ali dari Laila). Jika muslim, mereka juga menunaikan salat Gaib buat almarhum Ali. Tempat kedua yang didatangi Jawa Pos adalah rumah masa kecil Ali di pinggiran Kota Louisville. Kondisi rumah dan lingkungan sekitarnya, saat Ali kecil, tidak banyak berubah. Pemerintah Kota Louisville tetap menjaganya semirip mungkin dengan kondisi saat Ali masih kanak kanak, 70 tahun lampau. Seperti di Muhammad Ali Center, rumah saat masih kecil Ali juga ramai didatangi pengunjung dan awak media. Kawasan tempat tinggal Ali dikenal sebagai permukiman kelompok masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah. Itu ditunjukkan dengan ukuran rumah-rumah yang tidak terlalu besar seperti di Kota Louisville. Untuk mendapat kesan tentang Ali saat masih kecil, Jawa Pos menanyai tetangga di kanan dan kiri rumah Ali. Salah satunya adalah seorang perempuan berusia 80 tahun yang mengaku menyaksikan dan ingat betul dengan tingkah polah Ali saat masih kecil. ”Dia sama dengan anak seusianya. Ali kecil sering bermain sepak bola (American football, red) dan basket di lapangan rumput lapang dekat sini,” ujar perempuan yang menolak dipublikasikan namanya itu sambil menunjuk tanah lapang di dekat rumahnya. Namun, dia menambahkan, sejak kecil, Ali terlihat sebagai anak yang punya motivasi keras. Apakah tahu saat Ali pindah agama? Ditanya demikian, perempuan yang saat ditanya ditemani suaminya itu mengaku diberi tahu ayahnya. “Di sini sudah biasa satu keluarga beda keyakinan,” ujarnya, lalu menyebut bahwa ayahnya juga seorang muslim seperti Ali, sedangkan dirinya Katolik. Beberapa jam sebelum rombongan kendaraan pembawa peti Ali tiba, suasana rumah masa kecil Ali semakin ramai. Rumah berdinding merah muda itu dipenuhi orang yang juga memberikan tanda mata dan ucapan dukacita kepada Ali. Kartu ucapan, bunga, dan balon bisa ditemui di bagian depan rumah itu. ”Ali...Ali...Ali….” Sorak sorai terdengar dari orang-orang yang datang ke rumah itu. Kru media pun senantiasa meliput orang-orang yang seolah tak berhenti datang. Selain memberikan bunga dan tanda mata, sejumlah orang berfoto di depan lukisan kanvas sang petinju legendaris yang terpampang di halaman rumah. Momen itu pun menjadi kesempatan meraup untung bagi pedagang aksesori tentang Ali. Seorang pria yang sedang menjual aksesori berupa kaus Muhammad Ali mengatakan, dagangannya cukup laris kemarin. Kaus yang dia jual dibanderol USD 15 hingga USD 25 (setara Rp200 ribu hingga Rp300 ribu) per kaus, bergantung jenis desain. Yang dicetak di kedua sisi lebih mahal daripada yang hanya dicetak di satu sisi. Jawa Pos pun membeli kaus hitam yang bergambar wajah sang petinju dengan tulisan besar Muhammad Ali. Tak hanya berjualan, ada pula pengunjung yang membawa kuda kesayangannya. Bagian punggung kuda itu diberi jubah petinju bertulisan Ali. ”Saya ingin melepas kepergian Ali dengan hewan kesayangan saya,” ujarnya. Bagi muslim di Indonesia, pemakaman Muhammad Ali terkesan di luar ketentuan, yakni jenazah harus dimakamkan pada hari yang sama saat meninggal. Namun, berdasar keterangan ulama di AS, didapat pernyataan bahwa Ali telah menjadi milik dunia dan tinggal di AS, sebuah negara yang sangat majemuk budaya dan kepercayaannya. Fakta itu membuat keluarga akhirnya rela, proses pemakaman diundur hingga satu minggu. Agar semua yang mencintai Ali, dari berbagai latar belakang, ras, hingga keyakinan, bisa melepas jenazah dengan damai. Selamat jalan Ali, kami pasti merindukanmu. (*) https://youtu.be/eTOLp2BoBzM
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: