Presdir CEPR: Kita Masih Butuh Batubara  

Presdir CEPR: Kita Masih Butuh Batubara  

CIREBON - Munculnya sejumlah aksi dari aktivis lingkungan yang menolak keberadaan batubara sebagai sumber energi pembangkit listrik karena dianggap menimbulkan polusi berbahaya, dibantah Presiden Direktur PT Cirebon Energi Prasarana (CEPR) Heru Dewanto. Di depan puluhan awak media dalam gala media gathering, petang kemarin, pria berkacamata ini mengatakan, realitas teknologi saat ini sudah sangat memungkinkan pengolahan batubara sebagai bahan bakar pembangkit listrik. “Pada PLTU Cirebon unit I, kita punya teknologi super critical power, teknologi ini sangat efisien dalam membakar batubara sampai dengan emisi yang dihasilkannya pun sangat rendah,” katanya, Rabu (15/6). Bahkan, untuk PLTU unit II yang sebentar lagi akan dibangun, pihaknya akan menggunakan teknologi ultra super critical power yang belum pernah ada di Indonesia. “Pada unit I saja, sudah sangat efisien, apalagi menggunakan ultra super critical power. Insya Allah lebih efisien dan rendah emisi. Kita masih butuh batubara,” imbuhnya. Dia menjelaskan, jika dibandingkan dengan sumber energi terbarukan, misalnya angin, air atau tenaga surya, pengolahan energi batubara untuk saat ini paling murah. Untuk Indonesia, biaya yang dihabiskan sekitar $6sen perKWH, sementara jika memanfaatkan tenaga surya biayanya $25 sen perKWH, geothermal $13 sen perKWH, geomass $15 sen perKWH. “Teknologi mengubah batubara menjadi listrik itu sangat maju dan murah,” jelasnya. Selain murah, stok batubara yang ada di Indonesia cukup untuk ratusan tahun. Sehingga, dalam kurun waktu seratus tahun yang akan datang, jika hal ini bisa dimanfaatkan dengan baik, Indonesia akan menjadi negara maju. “Kita punya batubara dan kita punya teknologi untuk mengolahnya dengan baik dan benar, mau apa lagi?” bebernya. Jika memang ada pihak yang menginginkan batubara sebagai sumber energi listrik ini dihapus, kemudian diganti dengan teknologi terbaharukan yang saat ini masih mahal, maka harga listrik pun akan mahal. “Harga listrik akan naik berkalilipat, sementara saat ini listrik sudah menjadi kebutuhan dasar kehidupan manusia,” ungkapnya. Diakui, batubara ataupun minyak bumi, suatu saat akan habis. Tapi, itulah yang saat ini tengah dibutuhkan. Makanya, pengolahan energi terbaharukan sebagai bentuk investasi jangka panjang. “Berdasarkan studi, harga energi terbaharukan dengan energi tak terbaharukan, akan sama pada 25 tahun yang akan datang. Makanya, yang sekarang dibutuhkan adalah keseimbangan, bukan pertandingan antara energi fosil dan energi terbaharukan,” pungkasnya. (jun)    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: