Istri Tito Menangis, Keluarga Pindah-pindah Hindari Teroris
JAKARTA- Komisi III DPR yang mengunjungi keluarga calon Kapolri Komjen Tito Karnavian menemukan fakta menarik. Keluarga Tito harus berpindah-pindah rumah karena kewaspadaan terhadap serangan teroris. Keluarga Tito juga berusaha hidup sederhana, saking tidak neko-nekonya, istri Tito Karnavian Tri Suswati menangis begitu mengetahui suaminya diajukan sebagai Kapolri. Kemarin (22/6) sekitar pukul 13.00 belasan anggota Komisi III DPR tiba di rumah Tito di komplek perumahan Polri di jalan Ampera Raya, Ragunan Jakarta Selatan. Diantaranya, Ketua Komisi III Bambang Soesatyo, Akbar Faizal, Abdul Kadir Karding, M Nasir Djamil, dan Ruhut Sitompul. Saat itu Tito dan istrinya menyambut mereka. Tito dan istri mengenakan batik dengan warna dominan coklat. Yang unik, dipergelangan tangan Istri Tito bukan mengenakan gelang emas, namun dua buah gelang Turn Back Crime. Secara bergantian, mereka bertanya terkait kehidupan jenderal bintang tiga tersebut. Salah satunya, Ruhut Sitompul yang bertanya soal rumah Tito yang kerap berpindah-pindah. Saat itu, Tito menjawab bahwa memang dirinya dan keluarga terpaksa berpindah-pindah rumah. Hal itu terkait dengan pekerjaan yang bersentuhan dengan kelompok teror. ”Ya, kami harus beberapa kali pindah,” jelasnya. Salah satu contohnya, untuk rumah yang saat ini dikunjungi Komisi III, lokasinya tusuk sate atau berada di perempatan. Lokasi yang seperti ini membuat rumah ini mudah sekali untuk dipantau dari jarak jauh. “Nah, masalah seperti ini yang saya khawatirkan,” tegasnya. Lokasi seperti ini mudah sekali untuk terjadi serangan. Kalau saja itu menimpa Tito, tentu masih bisa diupayakan mengindar. Namun, bila ternyata ke keluarga, tentu akan sulit. ”Ini yang harus saya hindari,” paparnya. Karena itu pula, ketiga anaknya Muhammad Garda Ramadhito, Laviyah Augusta, dan Muhammad Taufan juga menempuh pendidikan di Singapura. Tito menuturkan, dulu dirinya mendapatkan beasiswa untuk sekolah di Universitas Teknologi Nanyang Singapura. ”Saat saya sekolah itu, mereka juga sekalian pendidikan di Singapura. Bahkan hingga sekarang,” ujarnya. Malahan, ketiga anaknya itu merasa bahwa ayahnya menjadi seorang tahanan kota karena pekerjaannya. Tito menceritakan, ketiga anaknya sering protes karena tidak pernah bisa mengunjungi. ”Saat saya menjadi Kapolda Papua, saya harus di Papua. Begitu juga saat menjadi Kapolda Metro Jaya juga sama. Tidak bisa pergi dari kota agar tidak goyang. Saat di BNPT itu baru saya bisa beberapa kali mengunjungi anak, itu juga karena ada kungjungan ke luar negeri,” tuturnya. Hal itu juga yang mendorongnya untuk membeli apartemen di Singapura. Dia menjelaskan, rumah itu ditinggali anaknya dan untuk mendapatkan rumah itu juga, dia harus kredit selama 23 tahun. ”Kreditnya itu cukup lama,” paparnya. Setelah itu pertanyaan lainnya muncul, misalnya dari anggota Komisi III fraksi PKS Aboe Bakar Alhabsyi. Dia ingin mengetahui bagaimana tanggapannya suaminya menjadi calon Kapolri. ”Ibu ini akan menjadi istri Kapolri, tentunya semua ingin mengetahui bagaimana kesiapannya,” ujarnya. Istri Tito menjawab bahwa dirinya sangat kaget mendapatkan amanah tersebut. Padahal, sebenarnya saat suaminya berdinas di BNPT itu menjadi momentum bulan madu. ”Kan agak longgar, jadi bisa menghabiskan waktu bersama. Tapi, ternyata malah sekarang menjadi calon Kapolri,” ujarnya. Tito menambahkan, istrinya itu bahkan sempat menangis saat mengetahui suaminya diajukan menjadi Kapolri. Hal itu dikarenakan tidak menjabat Kapolri itu cukup berat. ”Saya kasih tau, eh menangis,” tuturnya. Istri Tito langsung menyaut, dia menuturkan, kalau dulunya Tito pernah menjadi Sekretaris Pribadi Kapolri. Karena pengalaman itu pula, Tri mengetahui bagaimana beratnya tanggungjawab seorang Kapolri. ”Ya, saya mengetahui bagaimana kerjanya yang harus menanggung semua,” jelasnya. Istri Tito juga berupaya untuk menghindarkan suaminya dari kemungkinan untuk korupsi. Caranya, dengan hidup secara sederhana. ”Kalau saya, hidup itu sesuai fungsinya. Kalau bisa naik mobil biasa, buat apa pakai yang mewah. Yang penting sampai ke lokasi. Saya juga sering pakai Gojek lho untuk bepergian. Biar gak kena macet,” celetuknya. Hari ini (23/6), Tito menjalani uji kelayakan dan kepatutan di komisi III DPR. Ujian itu bagian dari proses pengangkatan kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) itu sebagai Kapolri menggantikan Jenderal Polisi Badrodin Haiti. Sebelumnya, pada 15 Juni lalu, surat pengajuan Tito sebagai calon tunggal Kapolri oleh Presiden Joko Widodo secara resmi diterima oleh DPR. Sementara itu, pengajuan Tito sebagai calon tunggal dianggap salah satu strategi untuk menjamin keberlanjutan pemerintah Presiden Joko Widodo. Anggapan semacam itu bahkan sudah sampai pula di telinga Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dia pun tidak menampiknya. JK menuturkan bahwa semua keputusan yang ditelurkan pemerintah itu bisa saja dianggap punya nuansa politik yang kental. Karena mau tidak mau, kebijakan itu tetap harus dijalankan. Termasuk soal anggapan yang menyebutkan bahwa penunjukan Tito itu untuk melancarkan Pilpres 2019. ”Di negeri ini tentu ada banyak keputusan apapun itu. kalau dianggap politis itu ya namanya kebijakan,” kata JK usai menyaksikan peluncuran Satelit Lapan A3/IPB di Bogor, kemarin (22/6). Dia mengungkapkan bahwa keputusan untuk pemilihan Tito sebagai calon tunggal itu sudah berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan khusus. Pada kesempatan yang berbeda JK menyebutkan bahwa Tito adalah figur polisi muda yang punya banyak prestasi di dunia akademik dan lapangan. Dia menegaskan yang terpenting pemilihan Tito itu sudah berdasarkan pada peraturan yang berlaku. ”Tentu memenuhi syarat,” tambah mantan ketua umum Partai Golkar itu. (idr/jun)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: