Kondisi Kapolri Misterius
JAKARTA - Ada apa sebenarnya dengan Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri (BHD)? Setelah Jumat lalu (13/8) mendadak tak jadi melantik lima jenderal di lingkungan kepolisian, hingga kemarin keberadaannya masih “misterius”. Rumah dinasnya di Jl Patimura, kawasan Kebayoran Baru, tak jauh dari Mabes Polri juga sepi. Petugas piket di depan rumah tak bersedia menjelaskan posisi Kapolri. Keterangan didapat dari penasihat ahli Kapolri Kastorius Sinaga. Dosen Universitas Indonesia itu mengaku menghadap Kapolri kemarin pagi (14/8). “Saya tanyakan kabar beliau. Memang agak kelelahan, dan agak sakit di bagian lambung,” kata Kasto (panggilan akrab Kastorius Sinaga). Namun, menurut dia, sakit itu tidak parah. “Nanti, hari Senin (16/8) sudah akan berangkat kantor lagi. Jadi, masyarakat tak perlu cemas,” katanya. Dia menambahkan, Kapolri adalah manusia biasa yang bisa sakit. “Lumrah kan. Tugas Kapolri banyak dan memang menyita pikiran dan menguras tenaga,” ujarnya. Pihak Istana juga mengkonfirmasi bahwa Kapolri sakit. “Kami mendengar seperti itu,” ujar Juru Bicara Presiden Julian Adrin Pasha di Cibubur, Jakarta Timur kemarin. Kapolri yang biasanya hadir setiap peringatan upacara Hari Pramuka 14 Agustus, kemarin juga tidak tampak. Namun, sumber lain Jawa Pos (Grup Radar Cirebon) menyebut, Kapolri sengaja diamankan dari Mabes Polri dengan pertimbangan ancaman keamanan. “Kalau sampai Istana tidak tahu lokasi, berarti memang dalam lokasi yang very very safe,” kata sumber itu kemarin. Sejak penangkapan Abu Bakar Ba’asyir yang dituduh terlibat teroris, memang penjagaan Kapolri lebih ketat. Petugas pengawal pribadi pun ditambah menjadi 12 orang dari biasanya delapan orang. “Rute perjalanan dan agenda Kapolri juga dirahasiakan oleh protokol,” katanya. Saat acara Jumat pagi itu (13/8), pertimbangan keamanan mengharuskan Kapolri membatalkan kedatangannya di Rupatama Mabes Polri. Sebab, lokasi itu menjadi satu dari belasan target kelompok teroris. Namun, informasi lain yang dihimpun koran ini, Kapolri dan Wakapolri melakukan pertemuan tertutup untuk membahas mutasi jabatan di tubuh Polri. Ada kabar, beberapa nama yang diusulkan dalam jabatan itu mendapat reaksi ketidaksetujuan dari sejumlah pihak. Nah, sebelum mereka benar-benar diangkat (termasuk lima jenderal yang sedianya dilantik Jumat lalu), Kapolri hendak memastikan pelantikan mereka ke depan tidak bermasalah. Pos-pos jabatan yang akan berganti memang sangat strategis. Yakni, Deputi Operasi Kapolri dari Irjen S Wenas kepada Irjen Soenarko. Kadivhumas Polri dari Irjen Edward Aritonang kepada Brigjen Iskandar Hasan. Lalu, Kadivbinkum dari Irjen Badrodin Haiti kepada Brigjen Muji Waluyo. Juga, Kadivtelematika dari Irjen Yudi Sus Hariyanto kepada Brigjen Robert Aritonang. Deputi logistik Mabes Polri dari Irjen Joko Sardono kepada Irjen Uud Sus Hariyanto. Namun, Kadivhumas Mabes Polri Irjen Edward Aritonang membantah informasi itu. “Tidak ada ancaman keamanan. Kapolri memang sedang ada tugas di luar mabes,” katanya. Edward menyebut Kapolri sehat wal afiat. “Tidak benar kalau beliau sakit. Saya sudah telepon dan sehat-sehat saja,” kata Edward. Dia meminta publik mempercayai keterangan resmi dari polisi lewat Edward. “Saya Kadivhumas, jadi yang resmi memang dari humas,” katanya. Terkait kabar ada permasalahan di mutasi sejumlah jabatan, Edward juga membantahnya. “Tidak benar, siapa sumbernya itu,” katanya. Simpang siur kondisi dan keberadaan Kapolri dimulai ketika serah terima sejumlah jabatan yang digelar di Mabes Polri ditunda Jumat (13/8) lalu. Alasannya, Kapolri dan Wakapolri sedang ada kegiatan di luar Mabes Polri. Kabar menyebutkan, Kapolri dipanggil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun Juru Bicara SBY, Julian A Pasha, membantahnya. Padahal Wakadiv Humas Mabes Polri Kombes I Ketut Untung Yoga Ana tetap bersikukuh, Kapolri dipanggil SBY. Sore harinya keterangan Yoga diralat oleh Edward Aritonang dengan menyebut Kapolri ada tugas di luar mabes. Tak pelak, simpang siur informasi ini banjir kritik dari kalangan DPR. Anggota komisi III Nasir Djamil khawatir, masyarakat cemas karena Kapolri tidak jelas keberadaannya. “Anak buahnya saja bingung. Apalagi masyarakat umum,” katanya. Di bagian lain, kabar sakitnya Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri direspons oleh pendukung Abu Bakar Ba’asyir. Mereka menduga Kapolri sakit karena berani memenjarakan ulama. Apalagi, penangkapan Ba’asyir dilakukan saat bulan Ramadan. “Kami yakin siapapun yang melakukan makar terhadap Alloh pasti akan segera dibalas. Cepat atau lambat,” ujar juru bicara Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) Ustad Sonhadi pada Jawa Pos di Jakarta kemarin (14/8). JAT adalah organisasi yang didirikan dan dipimpin oleh Baasyir sejak September 2008. Polisi menduga JAT digunakan Ba’asyir sebagai sarana melakukan perekrutan dan penggalangan dana ilegal untuk mendanai latihan teroris di Aceh. Menurut Sonhadi, pada Jumat (13/8) dinihari, ratusan anggota JAT melakukan dzikir dan doa bersama untuk ustad Ba’asyir. Kebetulan, pagi harinya, Kapolri dikabarkan sakit. “Kami tidak mendoakan seseorang untuk sakit, tapi kami berdoa agar siapa yang melakukan kezaliman dibalas oleh Allah,” katanya. Sonhadi yakin, Polri semakin kehilangan kepercayaan masyarakat setelah melakukan penangkapan terhadap Baasyir. “Sekarang baru Kapolri yang sakit, kami tidak bisa membayangkan azab apalagi yang akan diturunkan untuk polisi,” katanya setengah mengancam. (rdl/fal/ pri/kum)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: