Belgia Melaju di Jalan Tol

Belgia Melaju di Jalan Tol

Oleh : Kurniadi Pramono NILAI Poundsterling Inggris merosot tajam. Terdampak dari hasil referendum keluarnya Inggris dari Uni Eropa. Akhir pekan lalu, nilai kurs yang 19.600-an Rupiah, kini rontok hingga tinggal di level 17.200-an saja. Jika kurs itu tetap dikonversikan dengan “harga” akumulasi para pemain Belgia di Euro 2016 ini yang mencapai 319 juta Poundsterling, maka rasanya wajar kalau Setan Merah makin difavoritkan bakal menembus semifinal, bahkan final. Artinya, Belgia menyertakan modal “kekayaan” sekitar Rp5,48 triliun ke dalam putaran perburuan trofi Henry Delaunay pada Euro 2016 ini. Ini angka luar biasa, mencapai seperempat nilai dampak positif ekonomi (baca: keuntungan) yang diklaim Prancis sebagai tuan rumah. Sejauh ini, tim favorit Belgia yang dinilai banyak orang telah menampung “aspirasi” pendukung Belanda karena tak lolos kualifikasi awal, dianggap tak mengecewakan. Kalah 0-2 oleh Italia di pertandingan awal, Belgia menunjukkan kelasnya sebagai tim bermental juara dengan kemenangan beruntun 3-0 atas Rep Irlandia dan 1-0 dari Swedia. Lolos bersama Italia dari Grup E dengan jumlah poin yang sama, Belgia berpredikat sebagai runner-up, kalah peraturan head to head kendati berselisih gol lebih baik daripada Gli Azzurri, julukan Italia Berhadapan dengan Hungaria, yang membawa misi kebangkitan baru The Magical Magyars, Belgia justru maju ke 8 besar pesta pora 4 gol tanpa balas. Meledaknya Belgia di Euro 2016 ini mengingatkan kita pada kiprah Denmark di Piala Dunia 1986 dan Euro 1992. Menang meyakinkan atas Skotlandia, Uruguay dan Jerman (Barat) di babak penyisihan, Denmark begitu perkasa maju ke perdelapan final sebagai juara Grup E. Namun di luar dugaan, sumbu dinamit Denmark era Preben Elkjaer dipadamkan oleh ketenangan Spanyol masa Emilio Butragueno saat itu. Namun, dinamit Denmark seolah berubah menjadi bom waktu yang betul-betul meledak saat mereka menjadi juara Euro 1992 mengalahkan Jerman (Barat) di final. Dahsyatnya, saat tersebut sebetulnya Denmark datang ke putaran final Euro 1992 di Swedia, hanya sebagai tim pengganti yang beruntung, lantaran Yugoslavia terkana sanksi (berbau politik) dari FIFA dan UEFA. Kembali ke Belgia, keberadaan generasi emas asuhan Marc Wilmots, persis sama dengan melambungnya kejayaan Demark kala itu. Di perdelapan perempat final nanti, Belgia akan ditantang Wales. Mengenyampingkan faktor anomali yang sering terjadi pada iklim ekstrem sepak bola, Belgia di atas angin. Bahkan para bandar taruhan di pinggir jalan, desas-desusnya, berani memberikan voor satu seperempat. Luas biasa! Bukan cuma itu, melihat skema fase gugur, sejak semula Belgia lolos ke 16 besar, dianggap sangat beruntung karena masuk ke dalam pool ringan jika dibandingkan dengan pool neraka di mana berkumpulnya The Big Five : Perancis, Inggris, Jerman, Spanyol dan Italia. Belgia seolah sudah masuk jalan tol bebas hambatan. Kemenangan awal dari Hongaria, diharapkan menjadi pemicu meluncurnya Belgia sampai ke final kelak. Jika benar sesuai perkiraan bahwa Belgia akan mengalahkan Wales, maka tim berbendera tiga warna ini akan masuk gerbang semifinal untuk menghadapi pemenang partai Portugal versus Polandia. Silahkan mempersetankan siapa lawannya itu di semifinal, maka Belgia seolah-olah sudah menginjakkan satu kakinya di final. Kalau Belgia hadir di final tahun ini, maka dongengnya akan berakhir lain dari biasanya. Jerman, Spanyol, Italia, Inggris atau bahkan Prancis pun yang akan menjadi lawan untuk Belgia, itu masalah lain. Di sinilah diuji apakah koefisiensi ranking FIFA yang “dikuasai” Belgia selama dua tahun terakhir di papan atas, bisa benar-benar mewakili kualitas yang sebenarnya. Tim yang dikapteni Eden Hazard ini benar-benar diandalkan publik sebagai “pengganti” akan absennya Belanda di Euro 2016 ini. Apalagi secara geografis dan psikologis, Belgia dan Belanda (bersama Luxemburg) dikenal sebagai satu kesatuan Benelux (Belgia Nedherland Luxemburg). Belum lengkap menarasikan Belgia tanpa menyebutkan nama-nama seperti Thibaut Courtois (Chelsea), Simon Mignolet (Liverpool), Thomas Vermaelen (Barcelona), Jan Vertonghen (Tottenham Hotspur), Marouane Fellaini (Manchester United), Radja Nainggolan (AS Roma), Axel Witsel (Zenit St Petersburg), Kevin De Bruyne (Manchester City), Eden Hazard (Chelsea), Moussa Dembele (Tottenham Hotspur), Michy Batshuayi (Marseille), Christian Benteke (Liverpool), Yannick Carrasco (Atletico Madrid), Romelu Lukaku (Everton), hingga Dries Mertens (Napoli) atau Divock Origi (Liverpool). Bohong besar jika ada lawan yang tak gentar dengan sederetan nama-nama di atas. Belgia dinilai nyaris sempurna, dan kalau ada kekurangan atau kelemahan yang dianggap nyata, adalah tidak di bawanya tiga nama lain oleh Marc Wilmots, yakni Vincent Kompany (Manchester City), Adnan Januzaj (Manchester United) dan Steven Defour (Anderlecht). Sebegitu nyatakah Belgia berada di jalan tol bebas hambatan menuju final? Asalkan itu tadi, tanpa factor-X (baca: kejutan) yang menjadi hantu nyata di setiap gelaran turnamen besar seperti Euro (atau Piala Dunia), Belgia sudah menginjakkan satu kakinya di semifinal, dan kaki lainnya di final. Ini kali pertama dan harapan emas untuk Belgia menancapkan sejarah sebagai juara. Sejauh ini, Belgia baru menyandang predikat semi finalis Euro 1972 (kalah 1-2 dari Jerman Barat masa  Beckenbauer), runner-up Euro 1980 (kalah 1-2 juga dari Jerman Barat era Schuster), serta semifinalis Piala Dunia Meksiko 1986 (kalah 0-2 dari Argentina zaman Maradona). Euro 2016 ini kesempatan emas untuk generasi emas. Istilah oportunisnya, untuk Belgia, juara sekarang atau tidak sama sekali. (*)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: