Ketupat Lebaran

Ketupat Lebaran

Oleh: Mochamad Rona Anggie* Hari-hari yang mencemaskan. Tersisa beberapa juz lagi. Semangat tak boleh pergi. Alhamdulillah, jamaah tarawih Masjid Abu Bakar Ash Shiddiq – kompleks Pondok Pesantren Dhiya’us Sunnah – masih berarti. Imam muda kami memimpin penuh energi. Tiap malam dibaca satu juz. Hampir khatam. Tarawih sebelas rakaat dengan tuma’ninah. Alon-alon. Tidak kebut-kebutan. Sedang berinteraksi dengan Allah koq ngebut. Dinikmati. Slowly. Bukan seperti senam kesegaran jasmani. Jangan-jangan di tempat lain, SKJ-nya yang tuma’ninah. Sing eling mbah… Peserta i’tikaf membludak. Memenuhi bagian belakang dalam masjid. Ada yang menetap dalam “kamar” semi-permanen. Berbatas papan tulis. Berhijab kain-kain. Ada yang sengaja mendirikan tenda dome – mungkin dulunya pecinta alam. Atau sengaja sewa. Mereka tinggalkan rumah. Bukan untuk rupiah. Atau sebatas mencari lelah. Tapi tergerak atas dasar ibadah. Pelabuhan Syawal hampir terlihat. Perkuat kayuhan dayung. Sekoci hati segera menepi. Siapa sukses membenahi diri. Akan menuai rahmat Illahi. Kembali menjadi bayi. Bersih-suci setelah melewati ujian bukan hitungan jari. Ramadan hampir selesai. Perpisahan akan terjadi. Tidak terasa. Sahur hari pertama puasa telah berlalu. Lauknya apa, lupa. Buka pertama dengan apa, juga lupa. Tiba-tiba, kini kita ada di sahur dan buka penghabisan. Tukang jual kolak, kerupuk melarat, sambel asem, bihun pedas, sudah tutup arena. Sebagian mudik. Separuh lagi mulai menikmati hasil. Menyetor keuntungan dagang ke kasir-kasir di mal. Menukar keringat jelang maghrib dengan rok baru, kerudung baru, hape baru, dompet baru, sampai emas baru. Pelengkap di hari yang baru. Agar tak malu sama menantu. Kelas menengah tak mau kalah. Aneka kue memenuhi meja. Ada kastengel, nastar, putri salju, bolu kukus, wafer dan biskuit kaleng. Minuman ringan serta pilihan sirup, tentu tersedia. Tak lupa perabot baru ditaruh dekat pintu. Siap menyambut tamu. Biar terlihat selalu. Kalangan atas juga menyiapkan diri. Kiriman parsel memenuhi sudut rumah. Ada yang dari direksi perusahaan, sejawat pemegang saham, teman luar kota, titipan pejabat, atau dari relasi bisnis yang baru coba-coba dekat. Momen pas untuk cepat bisa diundang mendekat. Jauh hari, acara vakansi telah direncanakan. Sebagai perayaan “lepas” dari Ramadan dan mengisi liburan anak sekolah. Pilihannya luar negeri dong. Bisa ke Singapura, Thailand, Hongkong, Jepang, Paris, sampai mejeng di jalanan Washington DC. Sssttt… Pedagang kecil dan pegawai golongan sedang, jangan berkhayal bisa seperti mereka. Ke Linggarjati sepertinya cukup. Keluarga diajak. Tikar dibawa. Bantal bila perlu. Bebas kavling di antara pepohonan besar dan tua. Mudah-mudahan tuanya diberi susu penguat tulang. Belum waktu untuk tumbang. Atau bersenang ria di mulut naga kolam Sangkanurip. Bisa juga rekreasi ke water park-water park yang airnya melimpah ruah itu. Jangan iri di rumah sendiri kesulitan menampung air. Ke pantai Kejawanan juga oke. Jangan kaget biaya parkir menggila. Sewa perahu naik berlipat ganda. Mremaan… kata mereka. Ke mal? Sebaiknya jangan. Mau masuk, antre lumayan panjang. Maklum, plat kendaraan seluruh Indonesia kumpul. Reuni kali. Sampai di dalam, jangan kecewa. Nyes, sejuk pendingin udara begitu masuk pintu mal, hilang. Enggak nyes lagi. Padaaattt. Semuaaaa manusia. Ya, iya mosok belalang. Mau makan, enggak kebagian kursi-meja. Masak makan di gerai ayam ternama, lesehan. Apa kata tetangga. Maaf, di sini bukan pecel lele pinggir jalan, Mas. Mau belanja, THR sisa dua lembar. Berat hati itupun akan dipecah. Bila receh tak cukup membiayai parkir. Makanya jangan long time kalau “tawaf” di mal. Pilih short time saja. Biar biaya titip motor tidak melonjak berjam-jam. Akhirnya pulang ke rumah. Waktu kumpul keluarga. Saudara jauh datang. Kerabat dekat merapat. Cepat santap hidangan. Ketupat menu wajib. Pendampingnya opor ayam, rendang, gulai, sambal goreng kentang, dan sayur tahu cabe ijo. Jangan lupa taburan bawang goreng Sumenep. Kerupuk udang. Mantap. Nikmat. Bersyukur, ucapkan Alhamdulillah. Buka hati. Ikhlas saling memaafkan. Tapi tunggu, hati-hati. Lihat siapa mahram, siapa bukan mahram – bukan muhrim (orang yang berpakaian ihram). Selepas puasa tetap jaga diri. Jangan mengobral aksi sendiri. Semua disalami. Diciumi pipi kanan-kiri. Haram pada yang bukan mahram. Mahram adalah yang haram dinikahi. Seperti ibu kita, nenek, tante, uwak. Anak tante dan uwak, sepupu, boleh kita nikahi. Jadi bukan mahram. Adik istri yang perempuan (ipar), juga bukan mahram. Jangan sampai bersentuhan. Tundukan pandangan. Begitu syariat Islam mengajarkan. Saat berkumpul, jangan pula campur-baur (ikhtilath) lelaki dan wanita yang bukan mahram. Lebih aman beda ruang pertemuan. Atau bisa beri sekat. Agar tertawa kaum wanita dan suara lirih mereka tidak mengundang “viktor” – vikiran kotor lelaki non-mahram. Aurat tetap dijaga. Jangan dibiarkan terbuka. Bila azan berkumandang, segera ke Masjid. Salat berjamaah. Jangan larut, asyik dalam obrolan dan kudapan. Setan setia menunggu kesempatan. Siap menjerumuskan anak Adam dalam berbagai kejahatan. Ribet amat sih. Ah tidak, mudah koq. Memang begitu aturan Allah? Iya. Barangkali kita yang belum terbiasa. Sayang perjuangan puasa dan salat malam. Jangan disia-siakan. Insyaallah, ampunan Allah kita dapatkan. Pahala kebaikan tercatat berlembar-lembar. Karena itu, jangan dikurangi lagi dengan berbagai dosa dan maksiat. Bukankah kita harus saling mengingatkan? Agar selamat sampai di hadapan Allah nanti. Ada janji surga. Ada ngeuri kobaran api. Sekarang waktunya berupaya. Sebab penyesalan tak berarti di negeri abadi. Ketupat Lebaran habis dalam hitungan hari. Usaha keras menahan lapar dan dahaga selama sebulan jangan sampai mati suri. Semangat Ramadan adalah modal berharga. Bekal mengarungi sebelas bulan berikut. Semoga kita bisa bertemu bulan puasa lagi untuk membersihkan diri. Tapi tak ada yang pasti. Melewati sebelas bulan itu tidak jaminan daftar absen utuh. Ada yang tercoret. The end di pertengahan tahun. Ada yang selepas Syawal sudah dipanggil. Ada yang hampir bertemu Ramadan lagi, kontrak di dunia habis. Apa yang mau ditangisi. Semua bisa terjadi. Lubang kubur tempat kembali. Negeri impian di seberang sana. Gema takbir siap memecah langit. Tak perlu petasan dan pawai keliling. Mentafakuri diri lebih melegakan sanubari. Jangan risau tak dapat angpao. Garis pantai Syawal menjelang. Ya Allah, ridailah kegembiraan kami. Selamat Idul Fitri bumi! Selamat Idul Fitri semesta! (*) *) Mantan wartawan. Pemerhati sosial dan keagamaan.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: