ACT (ART)ivisme; Berbagi Kegelisahan, dari Meneliti Kopi sampai Arca

ACT (ART)ivisme; Berbagi Kegelisahan, dari Meneliti Kopi sampai Arca

Berbagi kisah, menyapa Cirebon. Itulah yang dilakukan para muda-mudi dari berbagai komunitas yang berkumpul dalam Ruang InterACTive. Pegiat seni rupa, musik, hingga teater berbagi kisah disini. Laporan: MIKE DWI SETIAWATI, Cirebon GRATIS seperti pelukan. Ada kotak apresiasi untuk petani kopi. Ada lapak buku dan musik. Kata-kata itulah yang menarik perhatian wartawan koran ini untuk terlibat dalam kegiatan \"Apa Kabar ACT (ART)ivisme Cirebon?\" Ruang InterACTive di Blind Bottle Perumahan Harjamulia Indah Ruko AU 6 Jl Brigjen Darsono, Minggu (10/7). Santai dan akrab, begitu suasana yang tercipta. \"Apa Kabar ART(ACT)ivisme Cirebon?\" adalah sebuah pertanyaan dan kegelisahan yang mempertanyakan diri sendiri dan komunitas sudah melakukan apa saja untuk kota tercinta. Kegiatan tersebut menyatukan obrolan serta diskusi mengenai berbagai kisah dari lintas disiplin dan keberagaman bentuk komunitas. Pembicara dalam kegiatan ini berasal dari penggiat seni sampai penggerak komunitas dan ruangnya. Ada Wanggi Hoed seorang seniman pantomime yang berbicara mengenai perjalanan dan pergerakan dalam seni gerak. Dalam pemaparannya, Wanggi berbagi pengalamannya selama aktif di Bandung. Ia berbagi kisah tentang Aksi Kamisan di Bandung. Sebuah gerakan yang memperjuangkan dan menuntaskan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. \"Cirebon butuh ruang-ruang kreatif, semangat dari komunitasnya sudah ada,\" katanya. Selain Wanggi, ada juga Sinta Ridwan seorang kandidat doktor jurusan filologi di Universitas Padjadjaran (Unpad) dan salah satu universitas di Prancis. Dia berbicara mengenai kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan seperti kelas belajar aksara kuna di Bandung dan Bebersih Situs Arca Pejambon. Sinta juga berbagi kisah mengenai perjalanan hidup, pikiran, perasaan, mimpi dan kegelisahan-kegelisahannya. Sejak akhir Maret 2016, Sinta kembali ”memanasi” diri di Cirebon. \"Cirebon kayak rumah, kemanapun kita pergi pasti rindu dan pulangnya rumah. Dan respons komunitasnya luar biasa, kreatif,\" tuturnya. Kemudian ada Abah Iduy, seorang pecinta kopi yang berbicara mengenai perjalanan membuat sebuah warung kopi dan penelitiannya terhadap petani-petani kopi. Lalu ada Nico Broer seorang seniman rupa yang berbicara mengenai sanggar budayanya bernama Sinau Art, yang melakukan pergerakan dan pemberdayaan seni untuk masyarakat. Ada juga Rezky Aditya yang bergulat di Ruang Alternatif sebagai wadah komunitas yang bergerak di ranah seni musik, sering mengadakan kegiatan musik yang mendatangkan seniman-seniman dari dalam hingga luar negeri. Diskusi dan obrolan ini diselingi dengan penampilan video dokumenter masing-masing tema dan topik yang diangkat oleh pembicara, juga penampilan musik akustik dari Herudaru & Karina Larasati, musik digital (Vvonka), pembacaan puisi oleh Lutfi Topan dari buku puisinya berjudul \"Merawat Ingatan\". Ada pameran karya dari Artkillery dan foto-foto arca dari Situs Pejambon serta street artist dari seniman grafiti Arut Syaiful Batan dan Gandi Sugandi yang menggambar tembok-tembok di warung kopi. Edisi perdana kegiatan yang bertepatan dengan momen liburan lebaran ini, mengajak pemuda-pemudi di Cirebon berkumpul dalam satu ruang dan waktu membicarakan perjalanan komunitas dan aktivitasnya. Selain bisa saling mengenal juga dapat membuka jaringan dalam hubungan antarkomunitas maupun personalnya, juga bersilahturahmi antarkomunitas dan berbagi kegelisahan. (*)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: