Gerak-gerik Jessica Bukanlah Alat Bukti

Gerak-gerik Jessica Bukanlah Alat Bukti

JAKARTA - Gerak-gerik dan gestur tubuh tersangka ternyata bisa dijadikan petunjuk. Seperti misalnya gerakan tangan Jessica Kumala Wongso ketika di dalam kafe Olivier. Meski bisa diusulkan sebagai barang bukti, namun bukan berarti petunjuk itu akan diterima sebagai alat bukti. Sebab dipastikan akan rapuh dan dapat didebat oleh ahli dan hakim. Ahli psikolog forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, dalam terapan ilmu psikolog ada istilah overt behavior (OB) atau perilaku terbuka dan covert behavior (CB) atau perilaku tertutup. Keduanya saling berkaitan. Perilaku tertutup itu terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati oleh orang lain (dari luar) secara jelas. Sedangkan perilaku terbuka terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati oleh orang lain dari luar. ’’Anggaplah OB satu, tapi CB bisa bervariasi,’’ ujarnya kemarin. Hal itu bisa digunakan untuk mengetahui suatu tindakan manusia. Termasuk ketika tersangka Jessica menggaruk tangannya. Melihat tindakan tersebut, lanjut Reza, garuk tangan bisa disebut sebagai perilaku terbuka. Namun perilaku tertutupnya bisa saja itu adalah penyakit kurap atau memang efek dari racun yang ada di tangan. Namun, yang menjadi persoalan adalah para pengamat atau saksi ahli pun tidak bisa lepas dari confirmatory bias. Yang melihat, akan membuat tafsiran yang berbeda. Bahkan tafsirannya itu bisa berkesesuaian dengan keyakinannya sejak awal. Seperti misalnya pengamat atau saksi ahli menganggap terdakwa bersalah, maka tafsiran perilaku tertutupnya akan menegaskan anggapan tersebut. ’’Interpretasi memegang kunci utama,’’ ujar dia. Perilaku terbuka Jessica lainnya adalah tidak mendekati Mirna ketika kejang. Apabila dianalisa, perilaku tertutupnya bisa saja Jessica itu egois; dia shocked sehingga numb; serta Jessica tidak mau menolong karena bukan ahlinya atau khawatir membuat Mirna semakin parah. ’’Makanya sangat bias. Harus bisa seimbang,’’ tambah dia. Perilaku terbuka itu memang bisa dijadikan petunjuk hingga barang bukti. Jaksa bisa saja memanggil saksi ahli dari psikolog forensik untuk menganalisa gerakan tersebut. tapi ujar Reza, petunjuk itu pasti akan sangat rapuh. Bahkan akan sangat mudah untuk dibantah. ’’Tapi ya bisa saja. Dan itu kan hak hakim untuk memutuskan,’’ ujar dosen psikolog forensik Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) itu. Sebaliknya, Otto Hasibuan selaku kuasa hukum Jessica membantah bahwa gerak-gerik dan gestur tubuh Jessica itu bisa dijadikan barang bukti. Bahkan menurutnya, hal itu sangat lemah. Sebab tidak bisa dibuktikan hanya berdasar gerak-gerik semata. ’’Susah,’’ ujarnya. Otto kemudian mencontohkan, apabila melihat orang tersenyum, apakah dia bisa diartikan jahat. Bisa saja dia memang lagi senang sehingga tersenyum. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa memang senyuman itu mengandung niat untuk berbuat jahat. Mengenai Jessica yang tidak banyak bergerak saat melihat Mirna kejang, juga dibantah Otto. Advokat ternama itu menilai bahwa para pelaku malah yang lebih banyak pura-pura menangis saat kejadian. Sehingga ketika Jessica terlihat tenang bukan berarti dia yang membunuh. ’’Saya ini sudah hapal kondisi begituan,’’ ujar dia terkekeh. Sebagai pengacara yang sudah berpengalaman puluhan tahun, Otto menilai persidangan Jessica ini masih akan panjang. Sebaliknya dia menganggap bahwa persidangan akan menguntungkan pihaknya. Sehingga ketika jaksa penuntut umum (JPU) ingin menghadirkan saksi ahli racun (toksikolog), Otto malah mengaku senang. ’’Semakin banyak saksi, semakin baik. Biar bisa kita bahas kejadiannya,’’ tambah Dosen Pascasarjana Universitas Gajah Mada (UGM) itu. Dia bahkan mempersilakan agar JPU untuk menyiapkan banyak saksi. Menurutnya, hal itu penting untuk membahas semua sisi dari kejadian tersebut. Sebab, dia yakin, semakin banyak saksi, maka akan semakin ketahuan bahwa dakwaan dari JPU itu salah. ’’Biar saja, malah itu semakin memberitahu dakwaan mereka salah,’’ terangnya. Keyakinan Otto mengenai saksi, dipastikan akan membuat persidangan semakin lama. Namun demikian, banyak pengamat yang menilai Jessica tetap akan mendapatkan hukuman. Sebab berat bagi Jessica untuk menghindari jeratan hukum. ’’Berat bagi Jessica untuk bebas,’’ ujar Dosen Kriminolog Universitas Indonesia, Erlangga Masdiana. Meski demikian, Erlangga mafhum kuasa hukum Jessica terlihat mati-matian membela kliennya. Sebab itu adalah tugas dari kuasa hukum. Semua cara dilakukannya. Namun tetap saja, Jessica akan mendapatkan hukuman. ’’Yang ada di TKP kan Hani, Jessica dan korban. Siapa yang paling memungkinkan kan cuman dua itu. Meski ada kemungkinan orang luar, tapi ya tipis,’’ tambah dia. Dia juga menilai, jaksa sudah on the track. Semua saksi dan barang bukti yang dimiliknya sudah lengkap. Tinggal menunggu pembuktian di persidangan dan amar putusan dari majelis hakim saja. (nug)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: