Demokrat Siap Jika Anas Tersangka
JAKARTA - Setelah dua kali memeriksa Ketua Umum Partai Demokrat (PD) Anas Urbaningrum, penyelidikan kasus Sport Centre Hambalang tampaknya bakal segera usai. Sebab, KPK memastikan bakal menggelar ekspos kasus tersebut pekan depan untuk menentukan apakah status perkara itu layak dinaikkan menjadi penyidikan atau tidak. Kepada Jawa Pos (Radar Cirebon Group), Jubir KPK Johan Budi mengatakan kalau pihaknya bakal segera melakukan ekspos kasus tersebut. Namun, dia tidak tahu pasti kapan pertemuan tingkat tinggi antara penyelidik, petinggi KPK, dan unsur pimpinan itu bakal dilakukan. “Ya, minggu depan rencananya akan dilakukan ekspos,” ujarnya. Dia mengatakan kalau dalam ekspos nanti akan dilakukan pendalaman terkait keterangan-keterangan yang sudah diambil dari terperiksa. Seperti diketahui, untuk kasus Hambalang, KPK sudah memeriksa 70-an orang. Pertemuan itu juga untuk membahas apakah sudah ditemukan dua alat bukti yang cukup kuat atau belum. Kalau sudah ada, tidak menutup kemungkinan KPK bakal langsung menaikkan status kasus tersebut ke penyidikan dan mengumumkan siapa tersangkanya. Ditanya dari unsur mana yang bakal menjadi tersangka, Johan mengaku tak tahu. “Saya tidak tahu siapa atau darimana yang akan dijadikan tersangka. Itu semua urusan penyelidik,” imbuhnya. Kemarin, KPK memang kembali memeriksa Anas Urbaningrum. Namun, dia kembali membantah memiliki hubungan dengan proyek olah raga tersebut. Dia mengaku tidak pernah sekalipun melakukan pertemuan dengan PT Adhi Karya selaku pemenang tender. Bantahan itu dia sampaikan usai diperiksa KPK selama tujuh jam kemarin. Anas mendatangi gedung KPK di Jalan H.R Rasuna Said, Kuningan, Jakarta sekitar pukul 10.00. Sama seperti kedatangannya yang pertama, kemarin Anas juga didampingi para “pengiringnya”. Beberapa petinggi PD itu adalah Ketua DPP PD Gede Pasek Suardika, dan Kepala Divisi Komunikasi Andi Nurpati. Sebelum memasuki gedung KPK, kepada wartawan dia mengaku senang kembali diperiksa KPK. Sebab, itu berarti keterangannya dibutuhkan dalam mengungkap kasus yang menyeret beberapa nama petinggi PD itu. “Saya bersyukur keterangan yang sudah diberikan minggu lalu bermakna,” kata Anas. Apalagi, saat dia membaca di media kalau keterangannya bakal didalami untuk mengungkap kasus Hambalang. Dia lantas mengapresiasi kinerja KPK yang dinilai professional dan gerak cepat. Oleh sebab itu, Anas mengaku sangat senang kalau harus kembali mengunjungi markas KPK dan memberi keterangan. Sekitar pukul 16.45, politisi asal Blitar itu usai diperiksa penyelidik. Diberondong pertanyaan oleh wartawan, Anas mencoba untuk tenang. Dia lantas duduk di tangga masuk gedung KPK didampingi Andi Nurpati dan beberapa petinggi Demokrat lainnya. Tidak banyak yang dia sampaikan, namun dia langsung menegaskan kalau tidak pernah ketemu pemenang tender. “Banyak keterangan dan klarifikasi yang saya sampaikan. Salah satunya, saya ditanya apakah pernah ada pertemuan dengan orang Adhi Karya. Saya jawab tidak pernah,” tegasnya. Setelah itu, politisi kelahiran 15 Juli 1969 itu tidak lagi membahas pertanyaan yang disampaikan penyelidik kepadanya. Dia meminta kepada para jurnalis untuk bertanya langsung kepada pihak KPK tentang materi pemeriksaan. Sebelum meninggalkan gedung, dia kembali mengatakan komitmennya untuk mendukung instansi itu menyelesaikan kasus Hambalang. Versinya, kalau Hambalang tuntas, maka KPK bisa bergerak ke kasus lain yang menunggu penyelesaian. “Saya dan kita semua pasti setuju KPK harus didukung sepenuhnya untuk meneruskan kinerjanya. Hal yang sama juga sudah saya jelaskan ke anggota fraksi,” tandasnya. Usai menyampaikan hal itu, dia tidak lagi menjawab pertanyaan wartawan. Anas lantas menuju mobil untuk pulang. Selain Anas, KPK juga melakukan pemeriksaan terhadap sopir pribadinya yang bernama Riyadi. Kabarnya, dia dimintai keterangan soal mobil Toyota Harrier dengan nopol B 15 AUD milik Anas. Maklum, mobil seharga setengah miliar itu ditengarai berasal dari PT Adhi Karya sebagai ucapan terima kasih karena telah menang tender. Riyadi dinilai paham betul riwayat mobil tersebut karena dialah yang setiap hari bertugas mengantar Anas. Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin adalah orang pertama yang menyebut kalau mobil tersebut sebagai gratifikasi. “Diberi 2009 lalu, harganya Rp700 juta beli di Duta Motor menggunakan cek. Lalu keluar BPKB atas nama Anas Urbaningrum,” celoteh Nazaruddin sebelumnya. Belakangan, diketahui kalau mobil tersebut sudah dilego Anas ke Arifiyani Cahyani. Jual beli itu terjadi pada 2 Desember 2011 dan langsung dibalik nama lengkap dengan nopol baru. Saat ini, Mobil tersebut sudah memiliki nopol baru yakni B 350 KTY. Kepala Divisi Komunikasi DPP PD Andi Nurpati lantas menjelaskan, partainya sudah siap menghadapi kemungkinan terburuk. Yakni, ditetapkannya sang ketua umum sebagai tersangka proyek Hambalang oleh KPK. “Apa pun kemungkinannya, kami siap,” ujar mantan Anggota KPU itu. Statemen itu sekaligus menjadi penegasan bahwa PD tidak akan mengintervensi pengusutan kasus Hambalang. Itulah kenapa, kalau proyek itu kembali menyeret kader Demokrat, Andi menyebut siap. Apalagi, arahan Ketua Dewan Pembina PD sekaligus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah jelas meminta agar siapa pun menghormati proses hukum. Sebab, dia yakin kalau proses hukum yang sedang berjalan bisa mengembalikan kepercayaan publik terhadap Demokrat. Alasannya, proses hukum bisa menjadi alat untuk membuktikan kalau partai penguasa itu bersih. “Pak SBY selalu mengatakan kalau masalah hukum diserahkan ke KPK sepenuhnya,” tambahnya. Andi juga menegaskan kalau PD tidak pernah mempermasalahkan ada berapa kali pemeriksaan terhadap ketua umumnya. Apalagi, sikap kooperatif tersebut dipastikan Andi tidak mengganggu stabilitas partai. Untuk kepercayaan publik terhadap partainya, dia mengatakan bakal ada startegi tersendiri untuk memperbaiki. Di gedung DPR, anggota Fraksi PD Ignatius Mulyono mengaku tidak tahu-menahu siapa pihak yang mengurus sertifikat tanah dalam proyek Hambalang. Menurut dia, Anas ketika itu tidak memerintahkan dirinya untuk mengurus sertifikat tanah. “Yang saya urus adalah SK Kepala Badan Pertanahan (BPN, red) atas proyek Hambalang,” ujarnya kemarin (4/7). SK Kepala BPN itu, kata Ignatius, yang dia serahkan kepada Anas. “Surat itu diterima pak Anas, diserahkan ke Nazaruddin. Dari Nazaruddin diserahkan ke Sekretaris Kemenpora,” ujarnya. SK Kepala BPN, ujar Ketua Badan Legislasi DPR itu, merupakan permulaan proses sebelum keluarnya sertifikat tanah di proyek Hambalang. Sesuai urutannya, SK itu keluar sebelum sertifikat tanah proyek Hambalang terbit. “SK (Kepala BPN, red) tanggal 6 Januari 2010. Sertifikatnya keluar tanggal 20 Januari 2010,” jelasnya. Dengan begitu, jelas ada sebuah proses kepengurusan sertifikat tanah Hambalang. Ignatius menegaskan bahwa dirinya beberapa kali pernah menjelaskan hal itu. Nazaruddin pun membenarkan keterangan yang dia sampaikan. “Kalau Pak Anas tidak mengakui, ya terserah KPK saja,” ujarnya. Ignatius memahami posisi Anas ketika mengelak saat ditanya proses pengurusan sertifikat itu. Dalam pemahamannya, yang diurus ketika itu adalah SK Kepala BPN, bukan sertifikat tanah. “Memang saya tidak mengurus sertifikat,” ujarnya. Dia menambahkan, jika KPK ingin mengetahui siapa pengurus sertifikat tanah itu, tinggal ditelusuri saja di mana tempat membuat, siapa yang mengurus, mengeluarkan, dan siapa yang menerima sertifikat itu. (dim/kuh/bay/nw)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: