Vaksin Palsu, Kemenkes Imbau Warga Tak Emosi

Vaksin Palsu, Kemenkes Imbau Warga Tak Emosi

JAKARTA - Buntut dari pengusutan peredaran vaksin palsu tampaknya belum terlihat ujungnya. Usai pembeberan sebagian nama fasilitas kesehatan (faskes) yang menampung vaksin palsu, masyarakat pun langsung merundung tempat-tempat tersebut untuk meminta tanggung jawab. Pemerintah pun dituntut bekerja lebih cepat untuk segera menindak RS dan mencabut vaksin-vaksin palsu. Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay menjelaskan, Kementerian Kesehatan harus menjalankan kesepakatan rapat kerja (raker) soal vaksin Kamis (14/7) lalu. Salah satunya, tuntutan untuk mendata anak-anak yang pernah diimunisasi di faskes-faskes dalam daftar. Menurutnya, anak-anak tersebut harus segera dicek apakah memang sudah mendapatkan kekebalan dari vaksin yang disuntikan. ’’Tes kesehatan adalah bagian dari amanat rapat yang disepakati. Jika ada perlakuan medis seperti imunisasi, orang tua anak harus diminta persetujuannya. Semua ini perlu dilakukan segera agar tidak menimbulkan kepanikan dan kegalauan berlebih dari masyarakat,’’ ujarnya di Jakarta kemarin (15/7). Dia menegaskan, semua tuntutan orang tua harusnya segera ditampung oleh pemerintah melalui satuan tugas penanggulangan vaksin. Keluhan-keluhan harus segera diselesaikan dengan faskes yang terkait. Secara paralel, aparat kepolisian pun diminta untuk mempercepat proses penyelesaian penyelidikan terkait kasus ini. ’’Dengan begitu, masyarakat meyakini bahwa mereka akan diberi keadilan sesuai dengan aturan yang berlaku. Jika memang harus menyangsi klinik atau rumah sakit, harus secara tegas dilakukan,’’ jelasnya. Terkait tuduhan kelalaian Kementerian Kesehatan dalam kasus ini, Saleh menyatakan bahwa DPR sudah mencoba menanggulangi masalah tersebut. Salah satunya, soal kewenangan pengawasan rumah sakit yang selama ini dipingit oleh Kementerian Kesehatan. Baik legislator atau pemerintah sepakat kembali melibatkan BPOM dalam pengawasan. Sementara itu, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Mohamad Subuh mengatakan, pihaknya sampai saat ini terus menampung keluhan dan menyelidiki soal pasien yang terdampak vaksin palsu. Sampai saat ini, dia mengaku masih belum ada kasus ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang dilaporkan Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan KIPI. ’’Data sementara kami yang terima 29 Juni, per 28 Juni lalu tidak ada kejadian KIPI yang kami temukan. Jadi, kami berasumsi bahwa belum ada pasien yang terdampak dari kasus vaksin palsu ini,’’ jelasnya. Mengambil contoh vaksin pediacel yang beredar RS Harapan Bunda. Dengan isi antibiotik yang disuntikan secara superficial (di bawah permukaan kulit), dia menilai bahwa reaksi yang diberikan hanya bersifat lokal dan berjalan tiga bulan saja. Karena itu, jika ada orang tua yang merasa anaknya punya reaksi hingga infeksi bakteri di darah, dia merasa hal tersebut harus diperiksa lebih lanjut. Semua itu pun sudah sesuai dengan aturan tentang pemberian imunisasi sesuai aturan pemerintah. Yakni, Difteri, Pertusi, Tetanus, Tuberkulosis, Campak, Poliomelitis, Hepatitis B, dan Haemophilus Influenza B. Seiring umur bertambah, efek beberapa vaksin tersebut pun akhirnya tak befungsi. Misalnya, pada umur 3 tahun ke atasvaksin Hepatitis B dan Tuberkulosis tak lagi ampuh. ’’Tapi, masyarakat tak perlu terlalu takut. Jika 85 persen lingkungannya sudah tervaksin dan atau lingkungannya bersih, maka kekebalan tubuh akibat lingkungan akan terbentuk,’’ jelasnya. Dia pun meminta agar masyarakat tak terlalu terpancing emosi. Dia menegaskan, jelas semua pasien akan diberikan penanganan. Namun, dalam hal ini, pemerintah perlu memberikan solusi per kasus. Sebab, setiap pasien pasti punya kondisi yang berbeda. “Mana vaksin yang dibutuhkan itu pasti berbeda. Jadi kami minta masyarakat bersabar. Menurut info, peredaran kan mulai 2003. Sedangkan, masa imunisasi sebenarnya sampai 18 tahun. Jadi pasti masih sempat,’’ jelasnya. Soal penindakan jaringan penyebar vaksin palsu termasuk pencabutan izin faskes, dia juga agar masyarakat tak terpancing emosi. Menurutnya, pihaknya jelas bakal memberikan sanksi yang tegas kepada pihak terkait. Namun, hukuman itu tentunya harus objektif. ’’Kami tetap menggunakan azas tidak bersalah. Kalau memang pantas ditutup ya pasti kami tutup. Kalau ternyata cocok dengan sanksi lain, ya kami terapkan itu,’’ jelasnya.  (bil/jun)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: