Musim Hajatan, “Sandiwara” Mulai Diminati Lagi

Musim Hajatan, “Sandiwara” Mulai Diminati Lagi

ANJATAN – Memasuki bulan Syawal, warga pedesaan di wilayah Kabupaten Indramayu Bagian Barat (Inbar), mulai ramai-ramai menyelenggarakan pesta hajatan. Mereka meyakini, pasca lebaran merupakan bulan baik untuk mengadakan pernikahan, khitanan maupun rasulan anak mereka. Apalagi, di sejumlah desa sudah memasuki musim panen padi dengan hasil panen yang cukup memuaskan. Tak mengherankan, bagi warga yang mampu, biasanya budaya selamatan dimeriahkan dengan berbagai macam hiburan. Namun tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, warga kini lebih selektif dalam memilih pentas hiburan. Di tengah gempuran modernisasi dunia hiburan, kesenian tradisional seperti sandiwara justru kian diminati. Terbukti dengan banyaknya warga yang meminta kelompok kesenian sandiwara tampil dalam acara-acara hajatan. “Sekarang zamannya kesenian tradisional yang bangkit lagi,” ucap Anto, seniman asal Kecamatan Anjatan, kepada Radar, Senin (18/7). Menurut dia, dibanding lima atau sepuluh tahun lalu, saat ini kesenian sandiwara makin berani berinovasi dengan memasukkan unsur teknologi dalam setiap pertunjukkannya. Misalnya memasukkan lighting atau pencahayaan serta sound effect yang canggih, menambah instrumen musik modern maupun inovasi cerita yang lebih menarik. Semua itu dilakukan agar eksintensi mereka tetap berkembang tanpa meninggalkan ruh budaya dan ciri ketradisionalan. Kondisi ini berbeda dengan organ tunggal atau sejenisnya. Sempat meledak, sekarang organ tungal mulai ditinggal seiring semakin jenuhnya apresiasi penonton saat sajian hiburan digelar. Fenomena ini terjadi sejak beberapa tahun terakhir. “Lihat saja kalau ada organ di pesta hajatan. Yang nonton cuma segelintir orang, tuan rumah sama pajengan saja. Tinggal tunggu waktu saja bisnis hiburan model ini bakal meredup seperti senjakala,” tutur dia. Wagi, seniman lainnya membenarkan. Kondisi itu terjadi lantaran warga sudah mulai berada pada titik jenuh terus menerus disuguhi pentas yang sama. Hal ini menyusul semakin marak dan ketatnya persaingan antar pemilik bisnis pentas hiburan hingga siapapun, sampai warga berpenghasilan rendah sanggup menggunakan jasa mereka dengan harga murah. Berbeda dengan sekitar tahun 80-an ketika pentas hiburan di pesta hajatan masih sangat jarang karena hanya orang-orang kaya saja yang mampu. Di masa keemasan bisnis hiburan rakyat itu, apresiasi orang-orang sangat tinggi, jumlah penonton membludak. Mereka rela nonton sampai pagi hingga pertunjukkan tuntas. (kho)    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: