Ortu Korban Vaksin Palsu Bersatu, Lapor DPR

Ortu Korban Vaksin Palsu Bersatu, Lapor DPR

JAKARTA- Penanganan pasien korban vaksin palsu belum sesuai harapan. Hingga kemarin (19/7), protes orang tua (ortu) yang merasa anaknya pasien korban vaksin palsu masih terus terjadi. Mereka kesal karena tuntutan medical check up tak kunjung dipenuhi pihak fasilitas kesehatan (faskes) vaksin palsu. Sejumlah orang tua korban yang tergabung dalam aliansi orang tua korban vaksin palsu mendatangi gedung parlemen. Mereka mengadukan respons manajemen sejumlah rumah sakit yang tidak proaktif menanggapi keluhan orang tua pasien anak. Kedatangan mereka sekitar pukul 11.00 diterima langsung Ketua DPR Ade Komarudin didampingi Wakil Ketua DPR Agus Hermanto dan Fahri Hamzah, Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf, dan sejumlah anggota dewan lain. Perwakilan aliansi, Adheri Zulkifli, mengatakan bahwa anaknya adalah salah satu pasien yang mendapatkan vaksin di RS Mutiara Bunda, Ciledug, Tangerang. Pada 2008, Adheri mendaftarkan anaknya, Azka Aiman, untuk mendapatkan vaksin RS tersebut. Dia terkejut setelah RS Mutiara Bunda disebutkan sebagai salah satu RS yang memberikan vaksin palsu. “RS mengaku bukan sebagai pihak yang menjual vaksin. Kami meminta pertanggungjawaban,” kata Adheri. Menurut dia, permintaan para orang tua korban untuk minta rekam medis maupun medical check up, sampai sekarang belum ada jawaban. RS tidak mau bekerja sama menolong keluarga korban untuk mendapatkan solusi. “Sampai saat ini belum ada juga jawaban yang pasti untuk memberikan kepastian apakah medical check up diberikan oleh RS Mutiara Bunda,” jelasnya. Di tempat yang sama, August Siregar yang mendaftarkan anaknya sebagai pasien vaksin di RS Harapan Bunda, meminta hal yang sama. Menurut August, sebelum dilakukan vaksin ulang, dirinya ingin memastikan kondisi anaknya melalui proses medical check up. “Kami minta rekam medis saja, sampai sekarang belum dikasih. Boleh vaksin ulang tetapi yang terpenting itu dulu, rekam medis,” kata August. Menurut Auguts, para perwakilan orang tua di RS Harapan Bunda termasuk kooperatif. Hampir tidak ada insiden kericuhan seperti di RS lain yang terindikasi menggunakan vaksin palsu. Namun, sikap itu dibalas manajemen RS dengan tidak bersedia menemui para orang tua. ”Kami malah dihadapkan pada personel keamanan, fasilitas crisis centre di RS pun tidak bisa kami gunakan,” ujarnya. Mendengar hal itu Akom, sapaan akrab Ade Komarudin menjanjikan bahwa DPR akan mendorong pemerintah untuk memerintahkan agar setiap RS pemerintah dan swasta untuk mendirikan crisis center. Fasilitas ini harus didirikan secara nasional dipimpin langsung menteri terkait, demi menyelesaikan masalah vaksin palsu. ”Kita harus berurusan dengan BPOM dan tata niaga vaksin yakni BUMN, akar masalahnya dimana,” kata Akom. Akom juga menyerahkan kepada Komisi IX DPR untuk segera membentuk panitia kerja (panja). Jika kurang mencukupi, bisa dibentuk tim pengawasan, dengan melibatkan komisi-komisi lain. ”Segera tindak lanjuti siapa biang kerok dari pengaduan vaksin palsu yang membuat heboh secara nasional. Ini menyangkut generasi penerus anak cucu kita,” ujarnya. (bay/tyo/idr/agm)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: