Kapolda-Kajati Diminta Stop Kriminalisasi Kepala Daerah

Kapolda-Kajati Diminta Stop Kriminalisasi Kepala Daerah

JAKARTA- Presiden Jokowi geram. Dia membeberkan adanya sejumlah kepala daerah yang menjadi ATM bagi para penegak hukum. Cara usil ini ditempuh dengan memainkan sejumlah kasus dugaan korupsi. Meski tidak disebutkan lebih detail, tapi sedikitnya sembilan kejaksaan negeri (kejari) yang didapati memeras pemda melalui berbagai kasus. Di sisi lain, para kepala daerah ketakutan untuk berinovasi karena menjadi incaran para penegak hukum, khususnya kejaksaan. Akibatnya, dana Rp246 triliun menganggur di bank. Presiden amat menyayangkan hal tersebut, karena nilainya sangat tinggi untuk membangun daerah. Kemarin, Jokowi mengumpulkan seluruh Kapolda dan Kajati se-Indonesia di Istana Negara. Presiden kembali meminta penegak hukum untuk tidak mengkriminalisasi kepala daerah atas kebijakan yang diambil. Saat berbicara, mimik muka Jokowi tampak serius. “Kita sudah pontang-panting melakukan terobosan-terobosan, baik deregulasi ekonomi maupun amnesty pajak,” ucap Presiden. Menurut dia, berbagai jurus untuk bisa mendorong tumbuhnya perekonomian sudah dikeluarkan oleh pemerintah. “Namun, kalau tidak ada support dari jajaran di daerah, baik itu pemda, pihak kejari, kejati, polresta, polda, ya tidak jalan,” lanjut Jokowi dengan nada kecewa. Presiden Jokowi menuturkan, ada lima hal yang sudah sejak tahun lalu sudah dia minta kepada Kapolda dan Kajati. Seluruhnya menyangkut penegakan hukum dan kebijakan pemerintah daerah. Pertama, kebijakan atau diskresi yang diambil kepala daerah jangan sampai dipidanakan. Hal yang sama juga harus diterapkan pada tindakan administrasi pemerintahan. “Tolong dibedakan. Mana yang niat nyuri, mana yang niat nyolong, mana yang itu tindakan administrasi,” ujar mantan pengusaha meubel itu. Ketiga, terkait dengan kerugian negara yang dinyatakan BPK, masih ada waktu 60 hari untuk memperbaiki atau bahkan mengembalikan. Berikutnya, kerugian negara harus konkret. Terakhir, kasus-kasus tersebut tidak diekspos berlebihan sebelum sampai ke ranah penuntutan. Sebab, belum tentu tersangka itu memang bersalah. Selama setahun belakangan, Jokowi mengaku mendengar sejumlah keluhan dari bupati, walikota, maupun gubernur berkaitan dengan upaya pemidanaan terhadap kepala daerah dan jajarannya. “Nanti saya akan blak-blakan kalau sudah nggak ada media,” ucapnya menutup pengantar. Dia lalu kembali duduk tanpa mengucapkan salam. Seskab Pramono Anung menuturkan, pada dasarnya Presiden hanya tidak ingin ada upaya kriminalisasi terhadap pihak eksekutif yang sedang menjalankan pembangunan. Dalam hal ini, kepala daerah dan jajarannya. “Tapi kalau benar-benar salah ya tangkap, kalau mencuri, ya penjarakan,” ujar Pramono usai pertemuan. Temuan BPK misalnya, ada saja yang belum habis 60 hari, penegak hukum sudah masuk dan memproses. Kemudian, saat memproses itu buru-buru diumumkan kepada publik, sehingga seolah sudah bersalah. “Kalau memang kriminalisasi terus dilakukan, presiden menyampaikan, meminta kepada Jaksa Agung dan Kapolri mencopot Kajari dan Kajati (juga Kapolda-Kapolres),” lanjut mantan Sekjen PDIP itu. Saat ini, tutur Pramono, ada kurang lebih Rp246 triliun dana di berbagai daerah yang disimpan di bank pembangunan daerah. Kondisi itu dinilai sangat merugikan karena uangnya tidak bergerak. Di satu sisi, pemerintah sedang mencari tambahan dana untuk memperkuat fiskal. Namun, di sisi lain ada dana menganggur yang begitu besar di daerah. “Karena apa, mereka (kepala daerah, red) takut untuk menggunakan uang itu,” ucapnya. Karenanya, Presiden meminta Kapolda dan Kajati untuk ikut mendorong agar dana-dana tersebut segera diserap untuk pembangunan. Dia mengakui, ada faktor lain yang mungkin bisa menjadi motif dana menganggur. Salah satunya, untuk mengincar bunga bank. Caranya adalah mengendapkan dana berbulan-bulan.   (byu)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: