Komnas HAM Soroti Persoalan Warga Ahmadiyah dan Sunda Wiwitan Kuningan

Komnas HAM Soroti Persoalan Warga Ahmadiyah dan Sunda Wiwitan Kuningan

KUNINGAN - Pemerintah Kabupaten Kuningan kedatangan Anggota Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) dari Desk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB), Jumat (22/7) pagi tadi. Mereka ingin menyampaikan sejumlah temuan persoalan dugaan pelanggaran hak azasi manusia (HAM) yang dialami warga Ahmadiyah di Desa Manis Lor dan penghayat Sunda Wiwitan di Cigugur.   Bertempat di ruang rapat Linggajati, Setda Kuningan, anggota Komnas HAM yang bejumlah sembilan orang tersebut diterima oleh Sekda Kuningan Yosep Setiawan bersama sejumlah Kepala Dinas terkait. Mengawali dialog, seorang perwakilan Komnas HAM memaparkan sejumlah temuan tentang dugaan pelanggaran HAM yang dialami dua kelompok masyarakat tersebut berdasarkan laporan dan penelitian mereka.   Koordinator Desk KBB Komnas HAM Djaedi Damanik menyebutkan, sebagian besar permasalahan yang dialami dua kelompok tersebut adalah terkait hak dasar sebagai warga negara seperti belum terlayaninya pembuatan e-KTP, pencatatan pernikahan dan pembuatan akta kelahiran. Padahal, dokumen tersebut merupakan hak bagi setiap warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang harus dipenuhi oleh pemerintah.   \"Akibat tidak terlayaninya hak mereka tersebut, berdampak pada terhambatnya kehidupan sosial, politik dan ekonomi mereka. Salah satunya adalah tidak bisa dicairkannya dana BOS siswa yang orang tuanya Ahmadiyah karena tidak mempunyai KTP,\" ujar Djaedi.   Persoalan lainnya, lanjut Djaedi, adalah tidak terlayaninya pencatatan pernikahan dan akta kelahiran masyarakat dari dua kelompok tersebut. Terkhusus yang dialami warga penghayat Sunda Wiwitan, Disdukcapil Kabupaten Kuningan tidak bisa menerbitkan dokumen tersebut karena tidak adanya testimoni perkawinan dari warga Sunda Wiwitan yang melangsungkan pernikahan.   \"Dengan tidak adanya testimoni perkawinan, maka setiap anak yang lahir dari seorang ibu warga Sunda Wiwitan pencatatan kelahirannya bisa diberikan tapi tanpa keterangan nama bapak. Padahal sudah terbit putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 yang menerangkan bahwa hubungan anak dengan seorang laki-laki sebagai bapak tidak semata-mata karena adanya ikatan perkawinan, akan tetapi dapat juga didasarkan pada pembuktian adanya hubungan darah antara anak dengan laki-laki tersebut sebagai bapak. Dari dasar tersebut, kemudian lahir Permendagri No. 9 Tahun 2016 yang mengatur tentang penerbitan akta anak yang lahir dari pasangan di luar nikah sekalipun pun bisa mencantumkan nama ayahnya,\" ujar Djaedi. (taufik)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: