Sudah Sepakat, Tak Ada Lagi Atribut Tolak PLTU II  

Sudah Sepakat, Tak Ada Lagi Atribut Tolak PLTU II  

ASTANAJAPURA – Setelah hampir dua pekan terpasang, bendera dan atribut sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di sekitar pintu masuk areal pembangunan PLTU tahap II yang berada di Blok Karang Mulya Desa Kanci, Kecamatan Astanajapura, diturunkan oleh anggotanya sendiri. Penurunan atribut ini merupakan tanda adanya kesepakatan antara penggarap garam yang menguasakan kepada Maulana Kamal SH dengan pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK-RI) selaku pihak yang mengaku pemilik tanah dan PT Cirebon Energi Prasarana (CEPR) selaku pemilik PLTU II Cirebon yang menyewa tanah tersebut kepada KLHK-RI. Secara sukarela masyarakat yang mengaku dirinya sebagai penggarap lahan, mencabuti bendera, banner dan papan pengumuman yang sengaja dipasang sebagai bentuk protes mereka atas kegiatan pembangunan akses jalan masuk, sementara mereka menganggap persoalan ganti rugi atas pengelolaan lahan belum selesai. Meski penurunan ini dikawal ketat oleh aparat kepolisian dan TNI, kegiatan tersebut berjalan dengan lancar dan kondusif. Bahkan, Kapolsek Astanajapura dan Danramil Astanajapura yang ikut menyaksikan, memberikan apresiasi. Setelah proses penurunan selesai, masyarakat, anggota LSM dan aparat keamanan membubarkan diri dengan tertib. Menurut kuasa hukum para penggarap lahan, Maulana Kamal SH, apa yang dilakukan oleh masyarakat merupakan bagian dari proses mempertahankan haknya. Tidak mungkin sebuah megaproyek bisa dimulai pembangunannya, sementra hak-hak masyarakat belum diselesaikan. “Kehadiran kami selaku kuasa masyarakat hanya untuk memenuhi kepentingan masyarakat,” tuturnya. Karena sudah ada kesepakatan yang sudah dibangun antara masyarakat dengan para pemilik kepentingan dalam pembangunan PLTU tahap II ini. Maka, pihaknya bersama masyarakat siap membantu melancarkan proses pembangunannya. “Makanya, atribut yang sudah terpasang kita cabuti,” bebernya. Dijelaskan, kesepakatan yang sudah dibuat antara masyarakat dengan para pemilik kepentingan adalah semua pihak untuk memenuhi kewajibannya atas tanah yang akan digunakan untuk pembangunan PLTU tahap II. “Jumlah luas tanah yang dikuasakan kepada kami seluas kurang lebih 200 hektare yang terdiri dari tanah milik, tanah adat dan tanah garapan,” jelasnya. Kemarin masyarakat sudah memenuhi kewajibannya dengan mencabut segala atribut dan bekerjasama agar proses pembangunan berjalan dengan lancar. Kemudian, memberikan ruang kepada para pihak terkait untuk merumuskan apa yang akan dijalankan oleh mereka. “Jika memang mereka beritikad baik, kami sangat mendukung pembangunan ini. Apabila para pihak terkait tidak mampu merealisasikan, tentu masyarakat akan mempertahankan haknya,” tegas pria yang mengaku masih keturunan sultan di Cirebon. Terkait berapa harga yang harus dibayar oleh para pihak yang berkepentingan terhadap pembangunan PLTU II ini, Kamal tidak menyebutkan angka. Namun, dia akan tetap mengacu pada NJOP tanah. “Tentu mereka punya plafon, tinggal disesuaikan saja dengan NJOP tanah saat ini,” pungkasnya. (jun)    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: