MotoGP, Kemenangan Setelah 100 Balapan

MotoGP, Kemenangan Setelah 100 Balapan

SPIELBERG - Ducati berhak berpesta besar di Austria kemarin (14/8). Setelah melalui 100 balapan dan nyaris enam musim tanpa kemenangan, akhirnya tim pabrikan asal Italia itu sukses merebut victory perdananya dengan hasil gemilang. Tak tanggung-tanggung dua pembalapnya Andrea Iannone dan Andrea Dovizioso menguasai podium 1-2. Sejarah berhasil ditorehkan skuad merah. Justru oleh pembalap berangasan yang seringkali ceroboh di atas trek dan merugikan rider tim lain dan bahkan rekan setimnya sendiri. Dialah Andrea Iannone. Rider yang sudah dibuang dari Ducati karena mereka lebih memilih Dovizioso untuk menemani sang juara dunia Jorge Lorenzo musim depan. Iannone menang dengan strategi pemilihan ban yang brilian. Ketika semua Alien dan sebagian besar rider top memilih memasang kombinasi ban medium-hard untuk depan dan belakang, rider 27 tahun tersebut nekat tampil agresif dengan memilih soft-medium. Tentu pilihan tersebut awalnya dianggap nyeleneh. Lantaran dalam uji coba di trek yang sama bulan lalu motor Ducati dikabarkan paling boros ban dibandingkan para rivalnya. Di atas kertas pilihan ban Iannone memang akan menguntungkan dia di awal lomba. Karena peluangnya untuk melarikan diri dari lawan-lawan lainnya lebih besar. Ban berkompon lunak mudah panas dan cengkeramannya lebih kuat. Apalagi rider Italia itu membalap dari pole position. Namun risikonya, ban lebih lunak akan mengalami degradasi lebih cepat di tengah balapan. Ternyata kondisinya justru sebaliknya. Melakukan start bagus di balapan 28 lap tersebut, Iannone terus mendapat tekanan dari rekan setimnya Dovizioso, Jorge Lorenzo (Movistar Yamaha), dan tiga pembalap top lainnya. Mereka adalah Valentino Rossi (Yamaha), Marc Marquez (Repsol Honda), dan Maverick Vinales (Suzuki Ecstar). Enam rider tersebut terus berlomba dalam jarak dekat dalam waktu lama. Namun Ducati terus mengambil manfaat dari power mesinnya yang besar. Setiap lap mereka bisa lebih cepat 0,1-0,3 detik dibandingkan rival-rivalnya. Jarak mereka dengan duo Yamaha sedikit demi sedikit melebar. Tepat di lap Sembilan, Dovi berhasil melewati Iannone. Dugaan awal bahwa ban Iannone mulai habis mulai terkonfirmasi. Namun annone memang sengaja menurunkan ritme balapnya demi menghemat ban. Tak seperti balapan-balapan sebelumnya dimana Iannone selalu agresif, kemarin dia dengan sabar menguntit lawan yang juga rekan setimnya itu. Jarak keduanya tak pernah benar-benar terpisahjauh. Saat lomba menyisakan tujuh putaran, Iannone sukses melewat Dovi. Dengan melakukan late braking di tikungan sembilan (T9) mantan rider Pramac tersebut menyalip dari sisi dalam. \'\'Motorku sempurna, aku bisa mengerem lebih telat dari Andrea (Iannone). Tapi aku tak mendapatkan cengkeraman yang lebih baik di akhir balapan, khususnya di ban depan,\'\' kata Iannone usai balapan. Bukan karena degradasi, lanjutnya, tapi lantaran cengkeraman ban yang kurang kuar. Komentar tersebut jelas menyalahkan pemilihan ban yang berbeda dengan rekan setimnya. Karena secara teori ban lebih empuk punya cengkeraman lebih kuat. \'\'Aku mecoba menggeber motorku dengan maksimal di akhir lomba. Tapi aku tak bisa berada sangat dekat dengan dia. Aku sangat kecewa karenanya. Tapi untuk Ducati, finis 1-2 adalah spesial,\'\' jelasnya. Pilihan ban Iannone menjadi pas karena temperatur udara di Red Bull Ring memang cenderung dingin. Pada sesi latihan pertama Jumat suhu udara di trek hanya 18 derajat. Kemudian di sesi sore naik hingga 25 derajat Celsius. Saat balapan kemarin suhu udara tercatat 10 derajat celsius, dengan perkiraan suhu trek 24-26 derajat Celsius. Keputusan itu kemudian mendapat penjelasan dari Iannone. \'\'Kemarin (Sabtu) aku menjajal dua kombinasi ban tersebut. Aku rasa ban hard mengalami degradasi sangat parah setelah 6-7 lap. Bagiku sulit sekali dikendalikan khusunya di sisi kanannya,\'\' jelasnya. Namun di FP4 Iannonen menjajal long run dengan ban lebih lunak. \'\'Aku bisa finis 22 lap dan tiga lap terakhirku (1 menit) 24, 2 detik, 23.9 detik, dan 23,9 detik. Aku rasa itu bagus,\'\' tandasnya. Bos Ducati Gigi Dall\'Igna hanya duduk terdiam sepanjang lomba. Wajahnya sangat tegang. Matanya terus ditujukan ke layar televisi. Maklum dia sudah sering kecewa dengan hasil balapan, bahkan di saat ketika peluang naik podium 2-3 sudah di depan mata. Itu pernah terjadi di Argentina awal musim ini. Karena itu dia sama sekali belum bisa puas sebelum kedua pembalapnya melewati garis finis. Begitu kemenangan 1-2 dipastikan, kegemparan terjadi di garasi Ducati. Semua orang saling berpelukan. Sebagian tak mampu menahan air mata. Iannone terlihat menggendong bosnya dengan penuh kebanggaan. \'\'Perasaan yang luar biasa. Sulit sekali menggambarkan emosiku. Kemenangan pertamaku bersama Ducati. Aku bekerja keras selama empat tahun bersama tim yang 100 persen mendukungku. Dan meskipun aku tidak akan bersama mereka lagi akhir musim nanti (pindah ke Suzuki) aku rasa ini adalah hadiah terbaik untuk mereka,\'\' ucapnya. \'\'Saat kembali ke garasi aku katakan pada timku dan Michelin bahwa ban ini lebih baik untuk balapan. Tapi mereka (Michelin) tak memercayaiku 100 persen. Dan hari ini (kemarin) mereka jadi percaya padaku,\'\' tandasnya. Kemenangan Ducati di Austria kemarin telah menghapus paceklik selama hampir enam musim. Kemenangan terakhir mereka diraih Casey Stoner di Phillips Island 2010 silam. Setelah Stoner hengkang ke Honda pada 2011, pabrikan Bologna itu ingin melanjutkan suksesnya dengan memboyong Rossi ke skuad mereka. Namun proyek mereka gagal, lantaran Desmosedici sama sekali tak cocok dengan gaya balap Rossi. Dua tahun bersama Ducati capaian terbaiknya hanyalah finis runner-up. Pada 2013 saat Ducati dibela Dovi dan Nicky Hayden Ducati tak pernah sekalipun finis di podium. Sampai-sampai banyak kalangan menganggap bahwa Desmosedici hanya diciptakan untuk Stoner. Tapi saat itu rider Australia tersebut telah menyatakan pensiun. Pada 2014 Setelah Gigi masuk dan membangun GP 14, lambat laun finis podium menjadi hal yang bukan mustahil. Sekali finis ketiga dan satu lainnya runner up. Musim berikutnya, setelah sempat mengganti motor dengan GP 14.2 akhir musim 2014 performa Ducati terus membaik. Mereka mulai mendekat dengan Yamaha dan Honda. Bahkan sudah mulai mencuri pole position. Di tiga seri pertama 2015, Dovi selalu finis runner up. Bahkan di seri pembuka Qatar Ducati menggegerkan MotoGP dengan finis 2-3, berkat GP 15. Total delapan podium diraih sepanjang musim 2015. Dengan perubahan regulasi ban dan ECU musim ini, Ducati sedikit diuntungkan ketimbang Yamaha dan Honda. Itu karena mereka sudah menggunakan ECU buatan Magnetti Mareli sejak dua musim terakhir. Sedangkan dua tim rivalnya harus beradaptasi dengan ECU baru. Maka pengembangan motor Ducati bisa fokus pada performa dan adaptasi ban baru. Dan di Austria kemarin kerja keras mereka selama bertahun-tahun seperti mendapatkan hasil. Meski begitu, Ducati masih punya PR besar karena motor mereka hanya cocok di sirkuit dengan lay out sederhana itu. Pekan depan ketika balapan mengunjungi Brno, Republik Ceko pembuktian pertama bahwa paket motor mereka sudah bisa bersaing dengan Yamaha dan Honda dimulai. (cak)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: