Pejabat Adpel-Pelindo Tersangka
Kasus Penggelapan Baja Konstruksi PLTU CIREBON - Masih ingat kasus penggelapan baja konstruksi proyek PLTU Atambua yang nilainya Rp18 miliar? Yang terkini, Kepolisian Resor Cirebon Kota, menetapkan sejumlah pejabat Administratur Pelabuhan (Adpel) dan Pelindo Cirebon sebagai tersangka. Kapolres Cirebon Kota, AKBP Asep Edi Suheri melalui Kasat Reskrim Polres Ciko, AKP Didik Purwanto membeberkan, setelah melakukan pemeriksaan terhadap 92 saksi, termasuk saksi ahli dari Dirjen Perhubungan Laut, beberapa pejabat Adpel dan Pelindo Cirebon terindikasi kuat melakukan penyelewengan perizinan, sehingga kapal Sanle 10 melakukan bongkar di Pelabuhan Cirebon. Tidak hanya itu, sebelum membidik Adpel dan Pelindo, penyidik Polres Ciko juga sudah menetapkan 5 tersangka lain. Mereka adalah Mn, selaku nahkoda kapal dan Sr, penadah asal Cirebon yang kasusnya sudah memasuki tahap 2, kemudian Ah selaku penadah asal Jakarta. Didik mengatakan, Ah sebelumnya sudah ditahan, tetapi mengajukan surat penangguhan dengan alasan sakit. Penyidik pun langsung melakukan pengecekan dengan melibatkan tim medis. Ternyata, dari pemeriksaan dokter, Ah mengidap penyakit kronis. Tak hanya itu, hasil pengecekan juga menghasilkan surat rujukan dari rumah sakit di Jakarta, yang mengharuskan Ah dirawat intensif. “Sakitnya komplikasi antara maag akut dan ginjal, makanya saat ini Ah dirawat di RS di Jakarta. Meski tidak ditahan, berkas dia masih berlanjut dan sudah SPDP,” kata Didik, saat diwawancarai di kantor Wakapolres Ciko, Jumat (27/7). Berikutnya, Yh, pemilik agen pelayaran Jakarta. Menurut Didik, pihaknya sudah melakukan penahanan. Yh pun sempat mengajukan surat permohonan penangguhan penahanan, namun karena penyidik masih memerlukan keterangannya, termasuk pertimbangan domisili Yh di Jakarta, Polres Ciko tidak memenuhi permohonan itu. “Pertimbangannya banyak, selain domisilinya di Jakarta, juga ada hal lain yang kami anggap riskan, jika permohonan itu dikabulkan,” ucapnya. Kemudian agen pelayaran Cirebon, Ags yang belakangan diketahui menjadi ketua PSSI, Kota Cirebon. Menurut Didik, Ags dalam kasus ini memiliki tugas menyandarkan dan memberangkatkan kapal. Titik kesalahan Ags, seharusnya dia menerima dokumen kapal dan barang, namun Ags hanya menerima dokumen kapal. Padahal, lanjut Didik, Ags selaku agen berhak menerima dokumen barang dan mengetahui tujuan barang untuk dibawa ke mana. “Dia ngakunya menerima izin bongkar barang itu dari Adpel,” kata Didik. Didik melanjutkan, sampai saat ini, pihaknya belum melakukan penahanan, karena Ags mengajukan surat permohonan penangguhan penahanan. Alasannya, karena hendak melakukan ibadah umrah. Penyidik pun melakukan penelusuran dan ternyata biro perjalanan umrah membenarkan. “Selain pertimbangan umrah, Ags juga berdomisili di Cirebon, dan dia berjanji akan kooperatif terhadap proses hukum,” tukasnya. Seperti diketahui, baja konstruksi senilai Rp18 miliar tersebut milik PT PLN yang akan dikirim ke Atambua, Nusa Tenggara Timur. Tender dimenangkan PT Delima. Namun untuk jasa angkutan dimenangkan PT MCS, lalu disubkan ke PT Nufeda dan disubkan kembali ke PT SLI yang dipimpin Hendri Jo. Pengangkutan dilakukan menggunakan kapal Sanle 10, pada 10 April dari Jakarta. Seharusnya, kapal itu berhenti di Pelabuhan Surabaya pada 14 April untuk mengisi BBM. Namun tidak kunjung tiba. Akhirnya Hendri Jo pun melakukan pengecekan. Ternyata kapal yang dinahkodai Maman, telah merapat di Pelabuhan Cirebon. Bahkan berdasarkan informasi dari Administratur Pelabuhan (Adpel) Cirebon, bongkar muatan telah dilakukan sejak 16 April. Berdasarkan keterangan Maman kepada Radar, dirinya menerima perintah untuk deviasi dan sandar di Pelabuhan Cirebon atas perintah Hd, pemilik kapal. Saat ini, pria yang disebut-sebut berasal dari Cirebon itu, telah ditetapkan sebagai tersangka. Hd dijerat pasal 363 tentang pencurian pemberatan jo pasal 372 tentang penggelapan. (atn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: