Hidayatullah, Kuasai 6 Bahasa; Setiap Hari Hafalkan 5 Kosakata

Hidayatullah, Kuasai 6 Bahasa; Setiap Hari Hafalkan 5 Kosakata

Sulit menguasai bahasa asing? Ketua Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Filipina Hidayatullah punya cara yang mudah untuk ditiru. Dia sekarang bisa menguasai enam bahasa asing. Wartawan Jawa Pos (Radar Cirebon Group), DHIMAS GINANJAR, menemuinya di Manila beberapa waktu lalu. MOBIL Uber yang ditumpangi Jawa Pos dan Hidayatullah Negarawan El Islami tersendat cukup lama di jalan dari Quezon menuju Makati. Untuk membuang jenuh, kami mengajak Rico, sang sopir, untuk mengobrol. Dalam obrolan itu, Rico mengaku bahwa dirinya sebenarnya bekerja di Aljazair. Saat ini dia sedang cuti pulang ke Filipina. Dan, untuk mengisi hari-hari cutinya sekaligus untuk mencari tambahan penghasilan, dia menjadi sopir Uber. Untuk membuktikan pengakuan Rico, Aya –panggilan Hidayatullah– lantas mengajak sopir itu berbahasa Prancis. Mengingat, bahasa Prancis sering dipakai di negara yang terletak di Afrika Utara itu. Namun, Rico meminta maaf karena tidak bisa ngobrol dengan bahasa yang menurutnya sulit tersebut. Dari pertemuan itu, saya jadi tahu bahwa Aya jago berbahasa asing. Bahkan, tidak hanya satu bahasa, tapi enam bahasa sekaligus. Yakni, bahasa Arab, Inggris, Prancis, Swahili (Afrika Timur), Visaya, dan Tagalog. “Visaya atau Bisaya merupakan bahasa yang digunakan orang-orang di Filipina Selatan, sedangkan Tagalog bahasa ibu Filipina,” terang Rico. Sembari duduk di salah satu minimarket di Makati, pemuda yang lahir di Jakarta, 1 Maret 1985, itu mulai bercerita tentang kemahirannya berbahasa asing. Aya memang diberi bakat khusus untuk gampang menguasai bahasa asing. Semua berawal dari setamat SD di Pejaten Timur, Jakarta, Aya pindah ke Padang, Sumatera Barat. Di sana, dia bersekolah di MTs Koto Panjang Lampasi. Dari situ, mulailah Aya belajar dasar-dasar bahasa Arab. Namun, hanya setahun dia di Padang. Dia lantas pindah lagi ke Sukabumi untuk belajar di Pondok Pesantren Syamsul Ulum. “Belajar bahasa Arab-nya makin serius karena tuntutan kurikulum pondok,’’ imbuhnya. Dia dituntut bisa cepat menguasai bahasa Arab. Sebab, bahasa Arab menjadi bahasa komunikasi sehari-hari di pondok. Dia pun mencari cara supaya cepat bisa. Salah satu yang dilakukan adalah menuliskan kosakata bahasa Arab dalam huruf latin. “Waktu awal, apa yang saya ucap saya tulis,” tuturnya. Anak kedua di antara empat bersaudara itu menjelaskan, setiap hari minimal dirinya harus hafal lima kosakata bahasa Arab, berikut penulisannya. “Saya juga mempraktikkan dalam percakapan sehari-hari. Biar cepat masuk ke memori,” katanya. “Kalau tidak segera dipraktikkan, yang sudah dihafal bisa hilang lagi,’’ tambah Aya. Dia biasa belajar bahasa asing setelah subuh. Pada jam-jam itu, diasumsikan otak masih fresh untuk menerima ilmu. Setelah itu, selama 15 menit, dia ber-conversation dengan santri yang lain. “Pas makan juga bawa kamus untuk menghafal kosakata baru,” ingatnya. Makin mahir berbahasa Arab membuat Aya ingin terus mendalaminya. Dia lalu mengikuti jejak gurunya, Iskandar, yang merupakan alumnus Pondok Modern Darussalam Gontor. Saat SMA, dia pergi ke Ponorogo untuk memperdalam bahasa Arab sekaligus bahasa Inggris. Dua bahasa asing itu memang dijadikan bahasa komunikasi sehari-hari di Gontor. “Di Gontor terkenal banget disiplinnya. Lulusannya pasti bisa bahasa Arab dan Inggris,” kenangnya. Saat mondok di Gontor, porsi bahasa Arab memang paling besar. Tapi, dia juga harus membiasakan diri dengan bahasa Inggris. Sebab, pada hari-hari tertentu, santri harus berkomunikasi dengan bahasa internasional itu. Aya menggunakan teknik yang sama seperti saat belajar bahasa Arab ketika belajar bahasa Inggris. Setiap hari menghafal lima kosakata. (*/c5/c9/ari)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: