Tujuh Guru Gagal Ikut PLPG

Tujuh Guru Gagal Ikut PLPG

Disdik Keliru Baca Lampiran Surat Edaran KESAMBI – Sebanyak tujuh guru, peserta PLPG Kota Cirebon, gagal mengikuti pelatihan sertifikasi di Bandung, Jumat (27/7). Diduga akibat Dinas Pendidikan (Disdik) tidak teliti membaca surat edaran panitia penyelenggara PLPG. Seorang guru yang enggan disebutkan namanya mengatakan, dirinya berangkat menggunakan kendaraan pribadi menuju lembang Bandung, pada Kamis malam (26/7). Bukan hanya dia, enam rekanya sengaja menyewa travel untuk bisa sampai ke penginapan, tak jauh dari kampus UPI. Namun, dia merasa aneh, lantaran penginapan itu sepi, tidak ada kegiatan. Bahkan, tidak ada panitia PLPG yang menjemput dan mengarahkan untuk mengisi daftar ulang. Ternyata, setelah ditanyakan kepada pengelola penginapan, tidak ada pesanan kamar untuk peserta PLPG saat itu. Merasa penasaran, dia memutuskan untuk konfirmasi kepada Budiman, penanggung jawab penyelenggaraan PLPG di Disdik Kota Cirebon. Ternyata benar, pihak Disdik mengaku keliru membaca lampiran surat edaran panitia PLPG tersebut. “Di lampiran itu kan tertera jadwal pelaksanaan, berikut agendanya. Harusnya PLPG itu diselenggarakan 27 Agustus, karena salah baca jadi diumumkan 27 bulan ini,” terangnya, Minggu (29/7). Akhirnya, setelah mendengar jawaban tersebut, dengan dongkol dan kekecewaan, dia balik arah menuju Cirebon lagi. Begitu juga dengan keenam rekannya yang di beritahu Disdik setelah sampai di daerah Setiabudi, Bandung. “Kebetulan yang satu rombongan itu satu penginapan dengan saya. Katanya mereka diberitahu Disdik setelah sampai di daerah Setiabudi,” ungkapnya. Ditanya berapa peserta asal Cirebon, yang sudah datang di lokasi itu, dia tidak bisa memastikan. Pasalnya kapasitas pelatihan PLPG itu sendiri, diisi oleh 30 peseta berasal dari berbagai daerah di Indonesia. “Saya kurang tahu berapa peserta dari Cirebon, tapi yang saya tahu, teman-teman yang berangkat naik travel ada enam orang. Itu semuanya satu hotel dengan saya. Kalau peserta lainnya kan disebar ke empat hotel lain yang berbeda,” ungkapnya. Dia mengaku dirugikan akibat keteledoran Disdik. Di samping material, psikologis, juga rugi karena waktu yang tersita. “Ya untuk transport dan persiapan berangkat saja ada lebih dari Rp200 ribu. Belum lagi saya buang-buang waktu, karena saya mengajar kan tidak hanya di satu sekolah. Dan yang paling terasa, ya saya malu lah. Sudah izin ke sekolah untuk sertifikasi, tahunya nggak jadi,” tukasnya dijumpai di sekolah. Dengan kejadian tersebut, dirinya betul-betul kecewa dengan kinerja Disdik. Untuk sekelas agenda PLPG bisa sampai tidak teliti seperti itu, hingga membuat para peserta harus kembali. “Ini tidak profesional namanya, yang saya tahu kan baru tujuh peserta yang datang ke sana. Bisa jadi lebih banyak dari ini. Apa karena lagi puasa tah, sampe teledor begini,” pungkasnya. Dikonfirmasi, baik Kepala Disdik Drs Anwar Sanusi MSi maupun Sekretaris Disdik Drs Dana Kartiman MPd, tidak berhasil dihubungi, karena telepon selularnya dalam kondisi tidak aktif. Kehilangan tunjangan sertifikasi bagi setiap guru adalah hal yang tidak diinginkan. Pasalnya, untuk bisa mendapat sertifikat profesional itu, membutuhkan waktu dan perjuangan yang panjang. Deni Nugraha ST, salah satu guru SMK Kota Cirebon yang tengah berjuang bisa mengikuti sertifikasi mengungkapkan, banyak syarat yang harus dipenuhi, untuk mengikuti pendidikan sertifikasi. Syarat-syarat itu, di antaranya: Lulus ujian kompetensi awal (UKA) tingkat daerah. Memiliki pengalaman mengajar minimal 5 tahun, yang dibuktikan dengan SK mengajar dari sekolah. Memiliki jam mengajar minimal 24 jam dalam satu minggu, yang dibuktikan dengan SK yang dikeluarkan sekolah. Kemudian, kata Deni, beberapa dokumen, sebagai syarat pendaftaran juga harus dikumpulkan. Di antaranya, SK mengajar dari sekolah selama lima tahun trakhir. SK dari yayasan selama lima tahun terakhir. Fotokopi ijazah dari SD sampai pendidikan terakhir yang dilegalisir, dan surat keterangan sehat. Setelah melalui proses diawal tersebut, kata dia, baru memasuki proses sertifikasi, yaitu mengumpulkan berkas yang diperlukan, dinyatakan lulus UKA, mengikuti PLPG selama 10 hari. Barulah setelah dinyatakan lulus di PLPG, akan mendapatkan sertifikat dan berhak atas tunjangan sertifikasi. Semua rangkaian itu sudah memiliki jadwal tersendiri, sehingga bisa mencapai beberapa gelombang. Bahkan, untuk menunggu giliran PLPG, para guru tersebut, memiliki waktu tunggu berbeda-beda. Deni mengaku, dirinya menunggu hampir lima bulan untuk bisa mengikuti sertifikasi tersebut. “Setiap guru berbeda-beda, ada yang 2 bulan baru mendapat kesempatan ikut PLPG, ada yang 3 bulan. Kalau saya 5 bulan,” akunya. Deni menekankan, salah satu syarat penting, selain persayaratan tadi, guru yang ikut sertifikasi harus sedah memiliki NUPTK, yang tercatat di database Disdik. “Jadi peserta sertifikasi sudah diurutkan oleh Disdik pusat sesuai lama kerja dan umur. Nah dari berkas-berkas yang kita kumpulkan, harus sesuai dengan data yg di NUPTK itu,” terangnya. Deni menjelaskan, satu orang guru memiliki satu NUPTK. Untuk itu, jika si guru pindah mengajar, guru harus membuat surat tersebut, dan menyerahkanya pada Disdik. Maka, secara otomatis, NUPTK-nya diubah. “Pokonya setiap ada perubahan kita harus laporan, karena biasanya tiap setahun sekali ada update data NUPTK,” paparnya. Ditanya perihal sertifikat sesuai jenjang, Deni membenarkan. Pasalnya, tujuan sertifikasi adalah untuk peningkatan profesionalisme guru. Jika ada ketidaksesuaian, baik segi administrasi maupun praktik di lapangan, akan sangat berpengaruh pada tunjangan. “Istilahnya masa dokter spesialis jantung praktik spesialis mata, kan butuh pendidikan lagi, sebagai peningkatan profesionalisme,” ucapnya. Bahkan, kata Deni, keseriusan untuk meningkatkan pendidikan itu, Kemendikbud menerapkan uji kompetensi guru (UKG), secara periodik,  bagi semua guru yang sudah mendapat sertifikasi. “Kalau tidak salah, UKG diterapkan mulai tahun ini. Dilaksanakan akhir bulan ini,” ungkapnya. (atn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: